Rani kasihan melihat keadaan Sabila yang terus histeris. Melihat keluarganya saja dia takut apalagi dengan orang luar. Dia sering berteriak-teriak tidak karuan.
Setelah niat warga mengusir keluarga mereka gagal. Mereka memutuskan membawa Sabila ke psikiater. Sabila malah tidak mau tenang. Dia ketakutan, hingga tidak menghasilkan apapun.
"Masa iya kita bawa dia ke RS Jiwa?" tanya Dika.
"Pa, jangan! Kita pasti sembuhkan Sabila. Dengan kekuatan kasih sayang pasti semua bisa diatasi. Apa kata orang kalau kita bawa dia ke RS? Nanti malah kita semakin di cemooh," jawab Rani tidak setuju.
"Iya, Pa. Benar apa kata Mama," Fahmi setuju dengan Rani.
Setelah Sabila tidur, Rani meninggalkannya ke kamarnya. Rani sudah beberapa malam tidak tidur dengan Dika.
"Kok Sabila ditinggal?" tanya Mas Dika.
"Aku kangen sama kamu, Mas," jawab Rani tersenyum.
Mereka menjalankan ibadah suami istri yang beberapa minggu ini mereka tinggalkan. Tidak lama, hanya 5 menit saja. Rani dan Dika masih dalam satu selimut.
"Sabila...." Teriakan Fahmi mengagetkan mereka.
Rani dan Mas Dika segera memakai baju dan berlari ke kamar Sabila. Rani terkejut saat melihat Sabila tergeletak di lantai dengan lengan yang berdarah.
"Sabila kenapa?" tanya Rani merasa bersalah meninggalkan Sabila sendiri. Rani terlalu egois.
"Dia sepertinya bunuh diri, Ma. Ayo kita bawa dia ke rumah sakit!" ajak Dika.
Mereka membawa Sabila ke rumah sakit. Rani benar-benar menyesal meninggalkan Sabila sendirian. dia terus menangis, jika terjadi sesuatu pada Sabila, dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri.
"Sabila, bertahan, Nak!" ucap Rani.
Sampai di rumah sakit, Fahmi membopong adiknya. Sabila langsung di tangani. Rani mondar-mandir tidak tenang.
"Ma, duduk!" perintah Dika.
"Pa, aku merasa bersalah karena meninggalkan Sabila sendiri. Aku terlalu egois, Pa," sesalnya.
Dika mendekatinya, Dika memeluknya dan menenangkan Rani. Rasa bersalah itu terus menghantui Rani.
**
Setelah menunggu lama, Dokter keluar. Dia tersenyum pada mereka, itu tandanya keadaan Sabila baik-baik saja.
"Sabila sudah sadar, silahkan kalau mau jenguk!" perintah Dokter.
Mereja bertiga langsung masuk, terlihat Sabila terkulai lemas diatas ranjang rumah sakit.
"Sayang, maafkan Mama," ucap Rami memeluk Sabila. Beruntung dia masih bisa di selamatkan.
Dika dan Fahmi bergantian mendekati Sabila. Anak itu tak merespon, dia hanya diam tanpa bersuara.
"Dok, kenapa dia diam?" tanya Rani penasaran.
"Dia depresi ya, Bu. Jadi dia kami kasih obat agar lebih tenang,'' jawab Dokter. "Sebaiknya dia segera diobati, sebelum terlambat. Masa depan dia masih panjang," kata Dokter.
"Baik, Dok," ucap Rani.
Fahmi meminta Rani dan Dika pulang. Besok dia ada kuliah seharian jadi tidak bisa menunggui Sabila.
"Jaga adikmu!" pintaku sembari keluar.
Sampai di rumah sudah tengah malam, mereka melanjutkan tidur.
**
Paginya Rani ke rumah sakit diantar Dika. Fahmi akan pulang dan bersiap untuk kuliah.
Para tetangga pasti sedang membicarakan mereka. Apalagi melihat rumah mereka yang sepi. Tetapi tidak masalah, mereka tidak perlu tahu kalau Sabila mencoba bunuh diri. Yang mereka tahu pasti Sabila sakit di RSJ.
"Ma, Fahmi pulang ya! Sabila sudah lebih tenang hanya saja jarang berbicara kecuali kalau dia butuh sesuatu," kata Fahmi.
"Iya, kamu hati-hati," ucap Rani. Fahmi sudah keluar dari ruangan Sabila.
Rani membantu Sabila mandi, lalu mengganti bajunya dan menyisirnya. Ada rasa kasihan melihat anaknya yang sakit seperti ini.
Rani tidak akan memaafkan orang yang sudah membuat fitnah keji itu. Jika perlu, Rani akan melaporkannya ke polisi.
Rani menunggu Sabila sembari mengecek laporan dari butik pagi ini. Setelah makan, Sabila tidur. Itu lebih baik dari pada dia histeris.
**
Siangnya Dika ke rumah sakit, dia membawakan kami makanan. Rani menyuapi Sabila hingga habis. Lalu Rani makan bersama Dika.
"Kok Bila diam saja, ya?" tanya Dika khawatir.
"Dari pada mengamuk, Mas," jawab Rani. "Dia harus bangkit, hanya kita yang bisa membantu dia untuk sembuh," jawab Rani.
"Iya, Coba nanti Mama telfon psikiater kemarin," kata Dika.
Dika kembali ke kantor, Rani menelfon psikiater yang mengobati Sabila kemarin.
"Halo, Bu ini saya Mamanya Sabila. Oh ya Bu, saya mau tanya kalau biar Sabila cepat sembuh gimana ya?" tanya Rani.
Psikiater itu menjelaskan, mereka harus membawa ke tempat dimana Sabila bisa senang. Dan melupakan semua masalahnya. Memang prosesnya tidak mudah, butuh waktu sebulan hingga tiga bulan, tetapi itu juga tergantung kegiatannya.
Setelah mendapat saran dari psikiater, Rani memikirkan tempat dimana Sabila bisa senang.
'Rumah Ibu pasti bisa,' batin Rani. Rani akan mendiskusikan ini dengan Dika.
**
Setelah itu Rani tertidur sebentar, Sabila juga tidur lagi. Semenjak sakit dia hanya tidur dan diam begitu terus.
"Ma, bangun!" panggil Fahmi yang ternyata sudah datang.
Fahmi tidak datang sendiri melainkan dengan seorang wanita. Dia cantik dan putih.
"Ma, kenalkan dia Sindi, teman kuliah Fahmi," ucap Fahmi. Sindi menyalami Rani, Rani mempersilahkan Sindi duduk.
"Pasti berat Sabila menjalani semuanya. Siapa sih yang tega membuat fitnah itu?" tanya Sindi.
"Aku rasa Jordi dan Amara," jawab Fahmi.
"Siapa Amara?" tanya Sindi.
"Sahabat Sabila, dia juga yang sekarang menjadi saingan kamu. Pacar barunya Jordi," jawab Fahmi.
"Apa? Jordi berpacaran dengan sahabat Sabila?" tanyanya terkejut.
"Iya," jawab Fahmi.
Rani mendekati Sabila yang terbangun, dia meminta minum.
"Apa hubungannya Jordi, Amara dan Sabila? Kenapa mereka melakukan itu?" tanya Sindi penasaran.
Fahmi melihat Rani, sepertinya meminta persetujuan Rani. Rani mengangguk, mengiyakan agar Fahmi bercerita.
"Fahmi, kenapa kamu diam?" tanya Sindi.
"Maaf, aku tadi tidak fokus," kilah Fahmi. "Kamu tanya apa tadi?" tanya Fahmi pura-pura tidak dengar.
"Ada hubungan apa antara Jordi, Amara dan Sabila?" tanya Sindi.
"Kamu yakin ingin tahu?" tanya balik Fahmi.
"Tentu, Jordi kan kekasihku. Jadi aku perlu tahu, Fahmi. Ayo ceritakan apa yang kamu tahu tentang Jordi," jawab Sindi.
"Aku harap kamu jangan marah kalau aku bercerita." Fahmi malah terus mengulur waktu.
"Iya, kamu tenang saja," ucap Sindi tersenyum.
Fahmi melihat Sabila, namun dia belum mulai bercerita.
"Kok diam sih? Ada apa?'' tanya Sindi.
"Maaf, aku harap kamu tidak salah faham. Sebenarnya Sabila mengenal Jordi. Sabila adalah salah satu mantan Jordi dan Amara yang telah merebutnya." Fahmi melihat Sindi.
"Sabila pernah berpacaran dengam Jordi? Kenapa kamu tidak bercerita?" tanya Sindi kesal.
Ini bukan pertama kali Jordi berselingkuh. Jordi memacari mereka hanya untuk bersenanng-senang. Sindi pernah berharap agar Jordi berubah nyatanya dia malah semakin lancang.
"Tidak...tidak mungkin!'' ucap Sindi. "Kamu salah Fahmi," lanjut Sindi.
"Tidak, semuanya benar ," kata Fahmi.
Fahmi tidak mengira bawa Sindi menuduhnya berbohong. Padahal dia menjawab dengan jujur.