Chereads / Penghianat Itu Sahabatku / Chapter 3 - Fitnah

Chapter 3 - Fitnah

Fahmi menyuruh Sabila makan, setelah itu dia berjanji akan bercerita kepada Sabila tentang Jordi. Sabila pun tidak sabar, dia segera makan hingga habis.

"Kak aku sudah selesai makan. Tolong ceritakan!" pinta Sabila menagih janji Fahmi.

"Temanku bernama Sindi, dia berpacaran dengan Jordi setahun yang lalu. Sindi dan Jordi sangat terkenal dikalangan kampus. Mereka teman satu kampus, hanya saja beda jurusan. Jordi tidak mengenalku, tapi aku mengenalnya karena Sindi teman dekatku. Dia selalu bercerita tentang Jordi padaku." Fahmi bercerita.

"Apa Kakak suka dengan Sindi?" tanya Sabila polos.

"Tidak, dia sahabatku." Fahmi tampak salah tingkah. Sabila tahu Fahmi menyukai temannya bernama Sindi itu. "Entah mengapa sampai saat ini Sindi dan Jordi masih bersama. Padahal Sindi tahu, Jordi punya banyak wanita di tempat lain," kata Kak Fahmi.

"Kenapa dia sebodoh itu?" tanya Sabila. Fahmi malah menjitak Sabila pelan.

"Jangan berbicara seperti itu. Kita tidak tahu apa yang terjadi diantara mereka," bantah Fahmi tidak terima Sabila mengolok-olok Sindi. "Sampai siang itu aku melihat kamu diantar Jordi, jadi aku mulai melarangmu dekat dengan dia. Sindi orang yang nekat, kalau tahu kamu adalah kekasih Jordi, dia bisa datang ke sekolah kamu dan melabrakmu," ucap Fahmi.

"Kan yang salah Jordi, kenapa wanitanya yang kena marah? Harusnya dia marah pada Jordi," kata Sabila sedikit tidak suka dengan sikap Sindi.

"Sindi sangat mencintai Jordi, jadi kita mau menasehati dia seperti apapun tidak akan dipercaya." Fahmi sepertinya sangat membenci Jordi, Sabila bisa melihat dari tatapan matanya waktu itu.

Selesai bercerita, Fahmi keluar dari kamar Sabila dan membawa piring yang sudah kosong.

"Tidurlah! Jangan memikirkan Jordi lagi. Dia tidak pantas untukmu." Pesan Fahmi sebelum keluar kamar Sabila.

"Iya, Kak," jawab Sabila santai hendak tidur.

Sabila mulai terlelap, Sabila merasa sedikit lebih tenang.

**

Paginya Sabila ke sekolah. Ada yang beda dari pandangan teman-teman. Mereka menatap Sabila sinis dan tidak suka.

"Sabila, berapa semalam?" tanya salah seorang siswa.

"Maksud kalian apa?" tanya Sabila heran.

"Iya, berapa? Kalau murah aku booking kamu semalam deh," ucap yang lain.

Sabila menghampiri teman perempuannya. Menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Dewi, apa yang terjadi?" tanya Sabila penuh rasa penasaran.

"Nih lihat!" ucap Dewi menyodorkan ponselnya pada Sabila.

Sabila tercengang, ada poster atas nama dirinya sedang mencari teman kencan. Bukan teman kencan melainkan teman tidur. Dalam poster itu Sabila membuka open BO. Pantas semua orang menatap Sabila aneh.

"Ini semua tidak benar," bantah Sabila sembari mengsmbalikan ponsel Dewi.

Ponsel Sabila bergetar, Sabila lihat banyak pesan masuk dari nomor tidak di kenal. Semua membookingnya, Sabila kesal dan masuk ke dalam kelas. Sengaja dimatikan ponselnya agar tidak mengganggu.

"Sabila, aku tidak menyangka kamu semurah itu. Pantas Jordi lebih memilihku," kata Amara. "Mulai sekarang kita bukan teman lagi," ucap Amara menjauh Sabila.

Sabila yakin ada orang yang sengaja mencemarkan nama baiknya. Namun, Sabila tidak tahu siapa orang itu.

Semua teman menjauhinya, Sabila selalu sendiri. Mereka tidak percaya kalau itu hanya sebuah fitnah. Sabila merasa dikucilkan.

"Sabila, kamu cantik, pintar sayangnya jual diri," ledek seorang siswa dia kakak kelas Sabila. "Udah pernah nyicipin Om-om belum?" tanyanya.

Sabila diam saja, hatinya terasa sakit mendengar semua orang meledeknya. Sabila tidak tahan, Sabika terpaksa kabur dari sekolahan. Sabila pulang dan menutup diri di kamar.

Poster itu juga sampai di media sosial orang tuanya. Mereka tidak percaya dengan hal itu. Malam ini Sabila di sidang mereka, termasuk Fahmi.

"Sabila, kenapa kamu melakukan ini?" tanya Papa.

"Pa, Sabila tidak melakukannya. Mama dan Kak Fahmi percaya, kan?" tanya Sabila pada Fahmi.

"Aku yakin ada yang sengaja mencemarkan nama baikmu," kata Fahmi.

"Aku rasa begitu, tapi aku tidak tahu siapa dia," ucap Sabila sedih.

Sabila hanya bisa menangis dalam pelukan Rani. Dika, Papa Sabila sudah yakin jika Sabila tidak melakukan itu. Namun, mereka juga malu atas fitnah ini.

"Papa malu, Sabila. Mereka yang tidak mengenal kamu pasti menganggap ini semua benar," kata Dika sedih.

"Maafkan Bila, Pa. Bila akan cari tahu siapa pelaku sebenarnya." Sabila sedih sekali.

Sabila tidak sanggup membuka ponsel, sementara Sabila tidak memegang ponsel. Ponsel Sabila dberikan pada Rani, Sabila meminta diantar dan dijemput setiap pergi sekolah.

Beruntung orang tuanya tidak keberatan. Mereka akan bergantian dengan Fahmi. Sabila dan Fahmi kini berada di kamar Sabila.

"Aku mencurigai dua orang," kata Fahmi.

"Siapa, kak?" tanya Sabila penasaran.

"Jordi dan Amara," jawab Fahmi. "Kamu baru saja bermasalah dengan mereka, jadi kemungkinan besar mereka," ucap Fahmi.

"Amara tidak mungkin melakukannya, Kak. Meskipun dia merebut Jordi tapi tidak mungkin mengfitnahku. Aku yakin ini ulah Jordi," ucap Sabila Yakin.

Sabila Yakin Jordi sakit hati padanta. Jadi dia melakukan hal ini untuk membuatnya malu.

**

Sabila tidak bisa tidur, Sabila teringat akan ucapan teman-temannya di sekolah. Mereka menjauhinya dan terus menghinanya. Tidak ada yang percaya dengannya sekarang.

Sabila tidak punya teman, dia lebih banyak diam dari biasanya. Rasanya dia sangat malu dengan fitnah yang menyebar ini.

Fahmi menguatkan Sabila, namun Sabila tetap saja Sabila yang rapuh.

"Dasar open BO," teriakan itu dari teman-temannya terus terngiang di telinganya. Seperti tertampar badai topan hingga membuatnya goyah.

"Tidak," teriaknya sekuat-kuatnya. Seketika seisi rumah mendatangi kamarnya.

Rani memeluk Sabila erat, menguatkan Aabila. Namun, Sabila benar-benar rapuh.

**

Pagi ini Fahmi mengantarnya ke sekolah. Sabila duduk sendirian, biasanya di sampingnya ada Amara. Tapi kini dia sudah duduk di tempat lain.

"Masih aja punya muka nongol di sekolah," ucap Jesi teman Sabila.

"Iya nggak punya malu banget sih dia. Tubuhnya diobral murah sekali," timpal yang lain.

Sabila tertunduk terus selama di dalam kelas. Hingga waktu istirahat tiba. Sabila masih duduk di dalam kelas. Tidak berani ke kantin atau ke perpustakaan seperti biasanya.

Terdengar suara heboh di luar, nama Sabila disebut-sebut.

"Ya ampun ada vidionya juga menyebar," teriak mereka.

"Vidio, mana mana," kata yang lain.

Sabila masih belum mengerti vidio apa yang di maksud mereka. Dan kaitannya dengannya.

Sabila tertunduk lesu, kepalanya pusing. Sabila mengambil minyak kayu putih di dalam tas. Sabila selalu sedia barang yang satu ini di dalam tas.

Ponselnya bergetar, Sabila membukanya. Ada pesan dari nomor yang tidak dia save.

Sabila terkejut melihat vidio berdurasi dua puluh detik itu. Dimana wajahnya terpampang di sana. Pandangan matanya kabur, sejenak kemudian Sabila sudah tidak ingat apapun.

Terdengar sayup-sayup temannya berteriak meminta tolong. Entah berapa lama Sabila tak sadarkan diri. Vidio itu masih dia ingat hingga dia sadar.

"Itu bukan aku," teriak Sabila sekeras mungkin. Ternyata Sabika sudah di rumah. Sabila kira dia bermimpi, setelah Sabila memeriksa ponselnya ternyata pesan itu masih ada.

Sabila membuang ponselnya dan hancur.