Dua puluh menit mereka istirahat tapi aku sedang menulis naskah yang ada di ponselku meskipun aku bersantai tapi tetap saja tangan dan otakku tidak bisa santai.
"Apakah kalian sudah sangat cape?"tanyaku dengan menatap mereka dengan persatu-satu dan juga menggelap keringat yang sudah menetes keringat.
"Lo maksih kuat emang goes?" tanya Aldo dan di balas dengan anggukan kepala sedangkanFael dia sudah rebahan di atas troator dan aku meliriknya dengan kasian.
"Rel lo masih kuat?" tanya Aldo dan di balas dengan deheman saja oleh sanga empu sehingga membuat aku langsung mengedikan bahu dengan acuh.
"Ya sudah lebih baik pesan ojek online atau engga naik bus,"
"Tapi emang bus mau gitu bawa sepeda kalian?" tanyaku dengan mengetuk pelan daguku.
"Gini kalian pergi ke caffe atau kemana, biar kalian bisa istirahat dan juga kalian bisa ngopi sebentar mungkin dengan begitu kalian bisa menghemat energi. Gimana?" tawrku kepada mereka dan mereka malah saling menatap satu sama lain.
"Ya sudah kalau begitu ide yang lebih baik."
"Kalau begitu kalian cari sendiri tempat caffe nya nanti biar gua nyusul kalian pada, kalau urusan gua dah selesai gimana?" mereka berdua langsung menganggukan kepala lalu. "Ya sudah kalu begitu, gua pamit dulu kalau begitu!" aku langsung meninggalkan mereka berdua yang tengah rebahan.
Aku langsung arahan dari google maps dan juga langsung mencari Gedung tersebut dan cukup lama aku mencari nama Gedung tersebut hingga akhirnya menemukan Gedung menjulang tinggi tepat di hadapanku. "Apakah ini kantornya? Tanyaku dengan menatap Gedung yang ada di hadapanku.
Dengan Langkah ragi-ragu, aku langsung menayakan kepada resepsionis tentang Pak Brata, "Oh mbak Nata ya?" tanyanya dengan ramah sehingga membuat aku langsung menganggukan kepala.
"Pak Brata sudah menunggu. Silahkan mba naik ke lantai tiga puluh nanti ada ruangan dekat balkom dan di situ Pak Brata ada." Aku langsung menganggukan kepala dan langsung menuju ke tempat tersebut.
"Mungkin jam kantor sudah mulai, sehingga lift pun kosong sehingga membuat aku langsung menghela nafas dengan panjang.
Sejak kecelakaan yang menimpa Tuan muda, sebanrnya aku belum sama seklai melihat wajah nya dan juga tentang bentuk badannya, tapi aku merasa bahwa dia sosok lelaki yang lemah gemulai dan juga aku yakin dia tinggi namun kurus. Di tengah lift hendak menutup aku langsung tercengang, saat ada tangan yang berusaha untuk menahan pintu lift yang tertutup. Aku meneguk ludah dengan susah payah saat melihat sosok lelaki yang sangat tampan sekali dan juga memilki badan yang kekar nan berotot. Aku langsung menggelengkan kepala untuk mengusir pemikiran kotorku.
Setelah itu dia langsung menekan lantai tiga puluh kembali, aku menatap punggung dia yang sangat besar sekali dari depanku.Mataku menatap netranya yang tak sengaja sedang menoleh. GLEK.
"Sialan, mengapa tatapan naya sama persisi kek di novel karangan gua!" ujarku dengan pelan.
TING
Pintu lift terbuka, dan dia langsung keluar dan berjalan masuk ke dalam ruangan yang aku tidak ketahui. "Apakah dia anak Pak Brata?" aku bertanya kepada diri sendiri dan juga menatap punggung tersebut yang menghilang di balik pintu. Dengan Langkah kecil aku langsung berjalan sesuai arahan dari resepsionis tadi. Aku menarik nafas dan menghembuskan dengan pela. TOK…TOK…TOK
Tak lama terdengar suara terdengar dari dalam sehingga membuat aku langsung masuk dengan gugup."Permisi Pak Brata! Saya Nata yang waktu kemarin di rumah sakit " aku langsung menundukkan kepala dengan pelan-pelan.
"Nat?"
"Oh iya. Bagaimana kabarmu?"
"Apakah lukamu masih sakit atau ada yang lebih parah? Eh silahkan duduk dulu!" rentetan pertanyaan kepadaku. "Ya seperti bapak liat bahwa saya baik-baik saja Pak." aku langsung tersenyum dengan canggung dan tak lupa menundukkan pantatku.
"Sudah sarapan Nat?" tanyanya lalu aku menganggukan kepala meskipun hanya air putih saja batinku.
"Kamu sudah tahu bukan maksdu saya menyuruh kamu datang ke sini?" dia langsung to the point dan aku menyukai jadi tidak bertele-tele.
"Belum Pak!" aku langsung menjawab dengan gelengan kepala dan juga dia tertawa dengan kecil.
"Jadi begini, terkadang bos saya itu menjengkelkan dan menyebalkan. Saya berniat untuk mengajak kamu menjadi asisten bos saya," dia mengetuk pelan dagunya sembari berpikir dengan pikirannya. "Ah lebih tepatnya menjadi sekretaris, Ketika saya sedang tidak enak badan atau sakit!"
Aku dengan seksama mendnegarkan ucapan dari Pak Brata.
"Sebelumnya kamu pernah menjadi sekretaris atau belum?" tanyanya dengan alis terangkat, sontak membuat aku langsung menggelengkan kepala.
"Tapi apakah kamu mau menjadi sekretaris?" tanyanya dengan menatapku, sontak membuat akaku langsung mengigit bibir dengan pelan. "Tap…tapi Pak, saya belum ada pengalaman dan juga saya hanya lulusan SMA saja Pak. Apakah masih bisa?" aku langsung bertanya to th point kepadanya.
"Kalau masalah Pendidikan saya juga sudah bisa menilai kamu, tapi itu tergantung kamu sendiri bagaimana mau tidak?"
"Perihal gaji kamu, saya akan memberikan sebulan sepuluh juta perbulan bagaimana?" tanyanya. Aku langsung berpikir dan menganggukan kepala dengan setuju.
"Jadi deal nih mau?" kekehnya dengan kecil lalu akau menganggukan kepala dengan tersenyum dnegan tipis.
"Ya sudah besok kamu bisa bekerja, dan tenang kamu tidak akan menemani bos Ketika ke luar negri ataupun ke luar kota ya kecuali kalau ada sesuatu yang tidak bisa di tinggalkan." Aku langsung menganggukan kepala.
"Kamu mungkin akan lebih bersama tuan muda, ah ralat bos kita selama saya mengurus tentang kerjaan!" aku langsung mengeryitkan dahi dengan bingung saat mendengar penjelasan darinya. "Maksudnya?" alih-alih menjawab dia langsung memalingkan wajah ke arah lain.
"Mungkin bos kita yang akan menjelaskan secara detail kepadamu!" dia lansgung menyuruhku untuk masuk ke dalam ruangan yang sempat tadi aku lihat sosok lelaki tampan tersebut masuk ke dalam ruangan itu.
"Masuklah," aku langsung masuk namun sebelum itu aku langsung mengetuk pintu terlebih dahulu
"Masuk!" setelah itu aku masuk saat mendengar suara dai dalam.
Aku mendudukkan diri tepat berada di sampingnya, dia melihatku dengan tatapan yang sulit aku artikan sehingga membuat aku merasa rishi dengannya.
"Jadi kau kemarin cowok yang saya tabrak?" aku langsung menatap cengo ke arahnya. Apakah aku terlihat seperti anak lelaki atau mata dia yang katarak.
"Maaf Pak, tap…"
"Sudah tida usah anda jelaskan saya minta telah menabrak anda." Dengan suara dingin dia menatapku dengan tatapan tajam sehingga membuat aku susah untuk bernafas. 'Sialan ini orang napa tatap matanya tajam banget!' batinku menggerutu.
"Ya sudah besok kamu bisa kerja dan saya lihat dulu kemampuan kamu bagaimana, apakah kamu sanggup emnghadapi saya atau tidak!" dia langsung berdiri dan mempersilahkan aku besok untuk datang ke sini lagi.
"Sialan ntu cowok, masa gua cewek tulen di sangka cowok. Matanya emang katarak!" aku langsung mengumpat saat sudah keluar dari ruangannya dan langsung meminta izin untuk pulan tapi sebelum itu aku harus berpamitan terlebih kepada Pak Brata.
Aku sedang menuju tempat yang kedua orang tersebut di gunakan untuk istirahat dan kebetulan lokasinya tidak jauh dariku sehingga hanya membutuhkan waktu setengah jam saja. Aku masuk ke dalam caffe dan bau wangi langsung menguar saat seorang barista sedang menyeduhkan. Mataku mencari Aldo dan Farel, lalu kedua netraku menatap ke arah pojok caffe dekat jendela, dengan segera aku langsung mendekat ke arah mereka berdua.
"Gimana kalian?" dengan tiba-tiba aku duduk di sebelah Farel dan mereka rupanya terkejut saat mendengar suara cemprengku.
"Astaga, lo ngapain kagetin orang setan!" umpat Aldo sedangkan aku hanya terkekeh dengan pelan.
"Hehehehehe. Mangap. Sruputtt…ahhhhhh!" dengan tidak sopan aku langsung meminum entah milik siapa aku kurang mengetahui sedangkan Aldo sedang misuh-misuh tidak jelas.
"Itu minuman gua!" aku langsung tersedak saat Farel emngatakan seperti kepadaku, sontak aku langsung mengangkat kepala dan tersenyum dengan canggung. "Eh.. maaf gua engga sengaja minum minuman lo. Sebentar gua ganti yang baru!" dengan segera aku langsung memanggil waiters untuk memesan minuman yang sama.
"Engga usah!" dengan nada dingin dia langsung berucap seperti itu sehingga membuat aku langsung mengkode ke Aldo tapi Aldo pura-pura tidak melihat kejadian sehingga membuat aku langsung mengerucutkan bibir dengan kesal.
"Ehhh engga usah di minum itu bekas gua." Sialan bagaimana mungkin minum dengan sedotan yang sama tapi ya sudah itu minuman dia. Yang berhak cuman dia.