Chereads / Three miracles / Chapter 15 - TIDAK MAU

Chapter 15 - TIDAK MAU

Setelah kejadian itu aku merasa sangat canggung jika tak sengaja sedang menatap Farel atau pun saat mata kami sedang tak sengaja bertatapan dengannya, ' Sialan mengapa aku sangat gugup jika dekat dengannya, ayolah dia hanya teman Aldo' batinku dengan menatap Farel dari samping sedangkan Aldo dia sudah memakan makanan yang dia pesan.

"Gimana hasil kerjaan lo?" tanya Aldo dengan memakan kentang gorengnya dan aku pun langsung menghentikan makanku. "Ya kalau menurut sekretarisnya gua di terima tapi kata pemilik perusahaannya liat kinerja gua dulu." Aku langsung menatap sendu ke arah Aldo.

"udah dong jangan pesimis gitu mukanya. Anjir muka nya nelangsa banget. Sini gua foto dulu." CEKREK.

Dengan garang aku langsung menggeplak lengannya dengan kuat sehingga membuat dia langsung mengusap pelan lengannya.

"Lo mah!" gerutu dia sedangkan aku hanya menatap malas ke arah mereka Aldo.

"Ya udah kalu begitu, skuy kitaa pulang." kami langsung pergi meninggalkan caffe tersebut.

Setelah itu kami bertiga langsung memutuskan untuk menjenguk Nenek, tapi ketika kami sampai di sana rupanya jam besuk bagian siang sudah habis, sehingga membuat aku mendesah dnegan kasar.

"Ya mau gimana lagi, mungkin cucu nya mau yang terbaik buat Oma nya kali!" ujar Aldo dengan tersenyum dia akhir kalimat untuk menenangkan aku.

"Ya sudah kalau begitu ayo pamit dan Xavi," ajakku dan semua nya langsung menganggukan kepala.

Seperti biasa aku selalu mengantarkan susu dan koran sesuai pesanan dan juga aku langsung pergi ke kantor untuk bekerja. "Apakah ini sudah cocok?" tanyaku dengan melihat kemeja yang aku pakai dan celana celana formal yang cukup muat di badanku. "Ternyata badanku tetap sama tidak kurus ataupun tidak gemuk!" aku langsung menghembuskan nafas dengan penjang, lalu di lanjut dengan mengkunci rumah dan juga bersiap-siap untuk pergi ke rumah Paman untuk mengantarkan susu.

Dengan Langkah gembira, aku bahkan sudah mempersiapkann tas yang berisi keperluan untuk bekerja dan tak lupa bekal makan siang plus botol.

"Jadi gimana ya rada berat juga, secara kan Neng Nata juga tahu," ujar pak bos susu dengan menatapku dengan sedih.

"Tapi saya janji akan sering ke sini deh pak," aku langsung tersenyum dengan tipis sedangkan dia menghela nafas dengan panjang.

"Ya udah. Bapak ikhlaskan jika memang kamu punya pilihan sendiri cuman bapak minta sama kamu hati-hati dalam bekerja dan juga selalu jujur perihal apapun ya!" aku langsung menganggukan kepala dan juga langsung berpamitan dengannya mengingat hari ini adalah hari terakhir aku bekerja sebagai pengantar susu dan koran.

"Ya sudah ini gajinya dan terima kasih sudah menolong Bapak ya selama ini." aku langsung menganggukan kepala dan melaimbaik tangan ke arahnya.

Aku melirik jam yang sudah menunjukkan pukul jam enak lebih lima puluh sehingga membuat aku langung bergegas untuk menggoes sepeda, kali ini mereka berdua tidak ikut dengannku mengingat aku sudah memberitahukan kepada mereka tentang aku kerja makanya mereka tidak ikut dan sepertinya mereka juga sangat kelelahan dengan sepeda kemarin sehingga membuat aku tidak enak hati mengantar mereka jika mereka mungkin masih pegal.

"KRINGGG….KRINGG, Permisi susu." ujarku dengan berteriak dengan suara kencang sehingga membuat satpam pun langsung menyapaku.

"Eh Neng. Tunggu," aku langsung menoleh ke arah asal tersebut dan mengangkat alis dengan kerutan di dahi.

"Iya ada apa?" tanyaku dan dia langsung menyerahkan amplop putih.

"Dari siapa ya?" aku langsung membuka perlahan-lahan amplop itu dan di saat itu pula aku cukup tercengang saat melihat uang yang berwarna merah dengan cukup tebal.

"Ini punya siapa?" badanku langsung menatap satpam sedangkan sosok paruh baya tersebut.

"Anu… neng itu uanbg yang di titipakan oleh Nyonya besar. Katanya untuk mengganti sepeda yang rusak waktu itu." Aku langsung menggelengkan kepala dengan tidak setuju dan menyerahkan balik uang Kembali ke sosok paruh baya tersebut.

"Pak saya tidak mau menerimanya dan juga saya sudah baik-baik saja ko." Dia langsung menggelengkan kepala dan menolak untuk menerima uang tersebut.

"Anu.. Neng itu Amanah dari Nyonya sebelum ke rumah sakit." Aku langsung mengerucutkan bibir dengan sebal

"Tapi pak,saya benar-benar engga bisa menerima uang ini." Aku langsung menatap memohon ke arahnya lalu dia pun menggelengkan kepala.

"Itu amanah dari Nyonya, jika saya tidak memberikan uangnya saya yang akan di marahi oleh Nyonya, Neng." dengan sebal aku langsung menghubungkan dengan Xavi. Di panggilan pertama pertama dan kedua, dia tidak menjawab sehingga membuat aku langsung menghubunginya untuk ketiga kali nya hingga akhirnya dia menjawab panggialan telfon dariku.

"Xavi bisa keluar sebentar, ada hal yang penting yang akan gua bicarakan!" ungkapku dengan to the point dan dia langsung mematikan sambungan nelfon denganya.

Setelah lima belas menit, akhirnya Xavi keluar dengan muka bantalnya dan juga dia masih memakai baju tidur yaitu kaos oblongnya dan celana training.

"Ini apa maksudnya, kan gua udah ngomong waktu di Rumah sakit, gua engga mau lo kasih uang dan gua juga udah nolak soal waktu kemarin!" aku langsung menyerahkan kepada Xavi sedangkan Xavi menghela nafas dengan kasar. "Gua juga udah bilang ke Nenek, tapi ya lo kan tahu sendiri dia gimana, lagian heran banget gua ke lo. Bukannya lo bersyukur bisa dapat uang napa tolak?" dia berkacak pinggang dan menatapku. "Bukannya gua engga mau hanya gua engga mau uang itu, tap juga justru yang harus bayar ke lo karena udah merusak patung dan gua yakin bahwa harga patung lo itu mahal." Aku langsung menjelaskan ap yang ku maksud sedangkan dia hanya menggelengkan kepala.

"Ya sudah sini, nanti gua akan urus bagaimana dengan uang!" jawabnya lalu aku pun langsung menampilkan senyum dengan tulus.

"Ya udah thanks ya udah bantu." ujarku dengan tulus sedangkan dia hanya memutar bola mata dnegan malas.

Setelah itu aku hendak pergi, tapi suara Xavi membuat aku langsung menoleh ke arahnya,"Dimana kedua bodyguard lo?" aku langsung menatapnya dengan kerutan di dahi.

"Apa?"

"Dua cowok kemarin dimana, tumben engga ikut!" aku langsung tertawa dengan kecil.

"Mereka itu teman gua, napa?" dia hanya menggelengkan kepala dan aku langsung berbalik dan melanjutkan perjalanan menuju pusat kota.

"Dimana lagi, gua bisa merasakan sejukannya embun di pagi hari!" ujarku dengan menikmati udara di pagi hari dengan matahari yang perlahan-lahan mulai menampakan dirinya. "Selemat pagi. Semoga harimu menyenangkan dan juga ada berita yang baik." aku langsung menggoes seepda dnegan cepat dan tak lupa aku melihat google maps untuk menuju sampai di sana.