Chereads / Three miracles / Chapter 18 - ADA APA DENGAN XAVI

Chapter 18 - ADA APA DENGAN XAVI

Sesuai dugaanku Pak Brata masih tidak dapat hadir di kantor pagi ini, dia masih tidak enak badan dan aku langsung menggantikan tygas Pak Brata, meskipun aku tahu dia sedang sakit tapi tetap saja aku butuh arahan darinya. Kopi hitam sedah tersaji dan aku sedang berkutut dengan materi yang akan di tanda tangani oleh seorang CEO. Aku menghela nafas dengan kasar saat jam makan siang telah hampir tiba. Dengan Langkah gontai aku langsung mengetuk pelan piynu dan tak lama terdengar suara dari dalam. "Permisi Pak, makan siang mau menu apa?" tanyaku dengan menundukkan kepala sedangkan dia langsung mengetuk pelan dagunya.

"Terserah!" singkat dan jelas. Lalu aku langsung menganggukan kepala dan segera keluar dari ruangannya.

Segera aku memesan makan siang untuk pak bos sekaligus aku langsung menyiapkan untuk makan siang aku. Hri ini aku membawa bekal nasi kuning, orek tempe, sambal dan telur dadar. Menu makan yang simple.

Tak lama seorang office boy mengantarkan pesanan makanan dan aku langsung menyiapkan makanan tersebut dan mengantarkan kepada yuan muda. "Permisi Pak! Ini makan siang nya pak." Ujarku dengan menundukkan kepala dan juga hanya membalas dengan dehaman saja.

Aku hendak menyendokkan nasi kuning, tapi tiba-tiba aku terkejut saat pintu di buka dengan paksa, alhasil aku langsung tersedak karena kaget.

"Uhuk…uhuhk… air." Dengan sgera aku langsung mencari botol minum dan juga langsung meneguk hingga tandas sedangkan orang yang membuat aku kaget dia hanya menatap datarku.

"Iya kenapa tuan muda?" tanyaku dengan mempersilahkan dia untuk duduk dikursiku dan dan aku langsung bergeser mendekat ke arahnya.

"Kenapa makanan saya tidak enak?" aku langsung cengo saat mendengar suaranya dan langsung menatap balik ke arahnya.

"Ah maaf Pak!"

"Saya kurang teliti. Lain kali sebelum saya akan di hidangkan untuk Bapak, saya akan mencoba dulu." Dengan ragu-ragu aku langsung menganggukan kepala sedangkan dia malah bersedakap dada.

"Mau saya pesankan yang lain Pak?" dia langsung mendengus dengan keras sehingga membuat aku langsung menggaruk kepala dengan tak gatal.

"Kamu ini gimana kerja, masa urusan makanan aja sampai bisa salah." Aku diam saja mendengarkan dia berbicara Panjang lebar.

"Terus juga kamu itu enak banget, masa atasan kamu belum makan sedangkan kamu malah enak-enaknya makan. Huh, menjengkelkan." Dia mengeerutu dengan sebal. Aku hanya bisa pasrah karena mana mungkin penjual makanan memberikan makanan yang tidak enak sehingga membuat aku langsung diam saja.

Dengan tampang songong dia langsung mengambil bekalku dan memakan bekas sendok milikku, dengan suara yang pelan aku langsung meringgis dengannya. "Pak maaf, tapi bekal saya," tunjukku sedangkan dia hanya diam seraya memakan nasi kuning milikku.

"Pak, apa mau di belika makan sianga atau gimana?" tawarku sedangkan dia hanya menatap tajam ke arahku.

"Diem. Saya lapar,"

"Tapi Pak, itu bekal milik saya," cicitku dengan suara pelan lalu dia hanya mengacuhkan dan memakan bekalku tanpa sisa.

Setelah kenyang dia langsung keluar dari ruanganku dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, aku sudah menggerutu di dalam hati saat dia menghabiskan makanan sampai ludes. "Mana mungkin penjual memberikan pelayaan buruk!" cibirku dengan pelan.

Setelah acara rebut makan siang aku langsung membereskan meja, saat aku tak sengaja melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul lima sore, "Akhirnya selesai jugua." Ujarku dengan menyenderkan diri. Hari ini aku tidak ikut meeting dengan tuan muda aku banyak sekali kerjaan dan tidak bisa di tinggalkan.

Aku langsung bersapa saat melihat teman kantor yang juga akan hendak pulan, seperti biasa aku selalu di julid meskipun aku berada di sekitar mereka tapi aku hanya diam selagi mereka tidak menyakitiku.

"Ku dengar dia menjadi asisten yang merangkap menjadi sekretaris,"

"Entah apa yang membuat dia bisa menjadi sekretaris, padahal muka kek laki banget," aku langsung mengatupkan bibir saat mereka mulai berbicara soal fisik. Ya memang aku bernampilan seperti perempuan feminism tapi rambutku yang seperti lelaki dan itu membuat aku merasa tidak enak.

"Syut… udah nanti di ngadu ke Pak Brata," aku langsung menghembuskan nafas dengan kasar dan setelah itu pintu lift terbuka, masuklah seorang Wanita yang cantik dan paras yang elegan. Semua orang yang tadinya bergosip langsugn diam seketika.

"Kau pengganti Pak Brata?" aku langsung kicep saat dia menatapku dengan teduh dan aku langsung menganggukan kepala.

"I…iya Bu." Jawabku dengan suara terbata-bata.

"Selamat datang dan salam kenal." Dia langsung mengulurkan tangannya dan aku langsung menerima uluran tangannya.

"Iya Bu salam kenal," aku langsung tersenyum dengan canggung.

Ting

Suara pintu lift terbuka dan saat itu semua orang langsung keluar dari lift, ada beberapa orang yang ke parkiran atau ke caffe sebrang, sedangkan tujuanku saat ini adalah ke halte yang tak jauh dari kantor.

Sembari menunggu bus datang aku mengikuti nada di gawaiku dan tak lupa memakai handset. Aku tersentak kaget saat seseorang duduk di sampingku dan dia langsung merebut handset yang menyumpal di telingaku.

"Ashh…Kau…si.." aku langsung mengumpat tapi tertahan di tenggorokanku.

"Kenapa?"

"Kembalikan handsetku!" ujarku dengan meraih handset sedangkan dia hanya terkekeh dengan kecil.

"Kenapa?"

"Kembalikan Xavi, jangan membuat gua kesal sama lo ya," ujarku dengan berkacak pinggang sedangkan dia hanya terkekeh dengan kecil.

"Ya sudah gua kembalikan,"

"Bagaimana bekerja di bawah tekanan Pak El?" tanyanya dengan duduk Kembali dan aku langsung menggaruk kepala dengan tidak gatal.

"Ya seperti yang lo tau, bagaimana dia orangnya." Jawabku dengan ala kadarnya sedangkan dia hanya terkekeh dengan kecil.

"Engga biasanya Pak Brata, nempatin orang sembarangan apalagi orang yang baru di kenal!" aku langsung berdecak dengan kesal.

"Ya mungkin kalau engga tertabrak, mungkin gua juga engga akan bekerja di sini." Jawabku dengan mengedikan bahu sedangkan dia hanya tertawa dengan terbahak-bahak.

"Ngapa lo, ketawa kaya puas banget?" dia langsung menggelengkan kepala dan langsung menepuk pelan bahuku.

"Ya engga apa-aapa si, ya cuman mungkin Pak Brata engga liat orang yang pemalas."

"Gua aneh deh sama lo, padahal awal gua ada masalah lo sama lo. Lo kaya males dan nahan emosi banget sama gua tapi belakangan ini gua liat lo ketawa bahkan lo juga engga malu-malu sama gua." Dia langsung mendelik dan langsung menatapku dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Ya karena lo…"

"Permisi mbak," sebelum dia menyelesaikan ucapannya tiba-tiba peumpang yang hendak naik ke bus langsung menyerobot dan membuat Xavi langsung menghentikan ucapannya sedangkan aku langsung panik saat mendengar suara bus telah sampai.

"Ya sudah next time lagi lo cerita. Gua duluan nya itu bus udah datang." Dengan terburu-buru aku langsung beranjak dari tempat duduk dan juga langsung masuk ke dalam bus sedangkan Xavi yang menggantungkan kalimat hanya bisa menghembuskan nafas dengan pelan.

"Kapan gua ngomong kaya gini sama lo," ujar Xavi dengan menatap Nata dengan pandangan yang sulit di artikan.

Dengan Langkah gontai, aku langsung mendudukkan diri di ruang tamu yang terasa dingin dan juga terasa gelap. Aku langsung menyenderkan kepala dengan memijit kepala yang terasa sangat pening sekali.

Besok hari libur dan dengan begitu, tugasku untuk membuat stok bab harus segera di mulai mengingat aku sedang mengejar daily dan juga harus sebisa mungkin aku tidak bolos.

TOK…TOK…

Aku langsung menoleh ke arah pintu, "Ckckckck siapa jga yang yang mengetuk pintu, udah malam masih aja tamu di orang," ujarku dengan menggerutu.