Chereads / Misteri Dendam Kembar Nama / Chapter 12 - Bertaruh

Chapter 12 - Bertaruh

"Kalau begitu, aku hanya bisa angkat tangan. Aku tidak akan mencampuri urusan dan perasaanmu. Kesimpulannya, berarti kau positif tidak akan terganggu jika aku menggoda Hana." Johandra kembali mengulang permintaannya kepada Rey.

Rey hanya terhening, tanpa bisa berkata-kata. Tatapan matanya tetap tertutuju kepada Johandra yang kala itu masih berada di samping, berada agak sedikit di belakangnya.

Rey menyerongkan tubuhnya dan bertanya kepada Johandra, "Kenapa kau ingin menggodanya?" Rey bertanya dengan serius.

"Alasan yang cukup mudah. Tentu saja, karena aku tertarik kepadanya," jawab Johandra dengan jelas tanpa bertele-tele.

Rey yang mendengar perkataan dari Johandra pun, merasa sedikit tidak mempercayainya. Ia tidak percaya, jika pria seperti Johandra akan tertarik kepada Hana, karena Rey merasa bahwa Hana bukanlah tipe yang biasa dikencani oleh Johandra.

"Kau? Are you serious? Seorang model yang tampan ssepertimu... tertarik kepada curut seperti Hana? Apa matamu masih sehat?" Rey terkejut ketika Johandra mengungkapkan ketertarikannya terhadap Hana kepadanya.

"Apa yang salah dengan hal itu? Hana cantik, dia imut, postur tubuhnya proporsional, dan dia juga gadis dari kalangan berkelas. Lagian, yang menganggap Hana curut adalah dirimu sendiri, tidak dengan orang lain. Apa yang salah, jika aku menyukainya? Aku pikir, dia adalah pasangan yang sempurna untukku," cetus Johandra dengan percaya diri.

Rey memundurkan kepalanya, karena merasa ucapan Johandra terdengar absurd di telinganya. Kenapa? Karena Rey tidak sependapat dengan pemikiran Johandra.

"Apa matamu sudah juling? Cantik? Cantik dari mananya dia? Wajahnya lebih mirip seperticurut. Dan, apa kau yakin bisa mendapatkan curut seperti dia?" Rey tidak henti-hentinya menjelekkan dan menghina Hana.

Johandra menghela nafasnya perlahan, lalu menjawab, "Bagaimana jika kita bertaruh?" tutur Johandra. Dia sengaja meminta pendapat dari Rey.

Rey menatap dalam sorot mata Johandra, karena tidak mengerti dengan maksud perkataan Johandra. Ia hanya mengerutkan kedua alis tebal nan tajamnya.

"Apa maksudmu?" Rey bertanya karena benar-benar tidak mengerti.

Sedangkan Johandra sendiri merasa heran dengan pertanyaan Rey yang terkesan berpura-pura. "Kau tidak mengerti, atau hanya pura-pura bodoh? Seperti biasanya, bertaruh seorang wanita," jelas Johandra dengan nada bicara santai.

"Bertaruh wanita? Maksudmu... Hana akan menjadi target taruhan kita?" tanya Rey dengan wajah yang sengaja dipasang serius.

"Tentu saja!" jawab Johandra dengan lantang.

"Tidak! Aku tidak akan melakukan taruhan seperti itu," tolak Rey secara mentah-mentah.

Rey langsung menolak usulan dari Joahndra begitu saja, secara langsung dan mentah-mentah. Johandra mulai melipat kedua lengannya di depan dadanya, lalu menatap Rey dengan intens.

Kemudian, Johandra pun bertanya kepada Rey secara langsung, "Kenapa? Kau takut?" Johandra dengan sengaja memancing Rey.

"Takut? Aku? Tentu saja tidak! Aku Reyhan, tidak pernah takut dengan apa pun di dunia ini," cetus Rey dengan percaya diri. Nada bicaranya tegas.

"Tumben sekali. Biasanya kau sangat benci, jika seseorang memanggilmu dengan nama Reyhan. Alasannya, karena nama itu mirip dengan nama Hana, Reyhana," ucap Johandra.

Rey hanya tidak membalas perkataan Johandra, dan menundukkan kepalanya, "Tidak perlu membahas hal itu. Baiklah, kita coba saja. Taruhan seperti apa?" Mempersilakan Johandra untuk memberikan pendapat atau masukan.

"Apa itu artinya... kau setuju? Apa kau setuju, jika aku merayu curutmu itu?" tanya Johandra dengan serius.

"Curutku? Mana ada dia curutku. Dia curut, tapi bukan curutku. Pokoknya dia hanyalah curut," cetus Rey.

"Terserah kau saja. Jadi, apa kau mengizinkanku menggodanya?" tanya Johandra sekali lagi.

Rey terhening kembali, sembari menundukkan kepalanya. Rey tampak memikirkan sesuatu sebelum menyetujuinya.

Lalu beberapa saat kemudian, Rey pun mengangkat kepalanya kembali. Tatapan matanya lebih tajam dan dalam, seperti tatapan seseorang yang telah yakin dengan keputusannya.

"Baiklah, kita lakukan seperti itu. Jadi, bagaimana peraturannya?" Rey mempersilakan Johandra untuk menjadi orang yang membuat peraturan.

"Tidak rumit, kita ambil jalan termudahnya saja. Aku akan mencoba menggodanya. Jika dia tergoda olehku dan berhasil menjadi milikku, maka kau kalah taruhan. Dan jika dia tidak tergoda, maka aku akan kalah taruhan. Mudah, bukan? Kau hanya akan berdiam diri tanpa usaha, dan menunggu kemenangan ataupun kekalahan nantinya," jelas Johandra dengan terperinci.

Rey sedang mempertimbangkan keputusan Johandra secara matang-matang, baru ia mulai menjawabnya, "Baiklah, kita lakukan seperti itu. Apa imbalan dari kemenangannya?" tanya Rey.

"Tidak banyak. Aku tidak meminta sesuatu darimu," ujar Johandra.

Mendengar pernyataan dari Johandra, membuat Rey tampak sedikit curiga. Rey pun langsung menghempas kecurigaan itu dengan bertanya secara langsung. "Contohnya?" tanya Rey dengan singkat.

"Aku hanya ingin Hana. Aku meminta izin darimu secara langsung. Setelah aku memenangkan pertaruhan ini, dan jika Hana menjadi milikku, maka Hana akan sepenuhnya menjadi milikku," cetus Johandra.

"Apa... maksudmu?" tanya Rey dengan ragu, karena tidak yakin dengan apa yang ia pikirkan di dalam otaknya.

"Kau tahu dengan jelas apa maksudku. Kita sudah sering melakukannya, bukan? Seperti yang kau pikirkan. Maksudku, sama dengan isi pikiranmu. Hana, dia akan menjadi milikku. Aku bisa melakukan apa pun kepadanya. Termasuk merenggut keperwanannya. Dia masih perawan, bukan? Atau kau sudah mengambilnya lebih dulu dariku?" Johandra menjelaskan hal yang membuat mata Rey membelalak semu kemerahan. Kemudian, Johandra melanjutkan perkataannya, "Tapi itu tidak masalah, karena aku ... ."

Johandra belum sempat menyelesaikan perkataannya dan langsung terhenti, karena tindakan dari Rey yang ia lancarkan secara tiba-tiba.

Rey dengan emosinya, langsung mencengkram kerah baju Johandra. Sikap mereka membuat para mahasiswa yang berlalu lalang memusatkan pandangan kepada mereka. Mereka pun menjadi pusat perhatian para mahasiswa yang ada di sekitarnya.

Melihat respon dari Rey, Johandra malah menyeringai dengan senyuman kecil khasnya, "Hekh! Apa kau takut? Ah... aku tahu, sepertinya kau menyukai curutmu itu." Johandra malah semakin memancing emosi Rey.

"Tutup mulutmu!" sentak Rey dengan geram.

"Sayangnya, aku tidak ingin berhenti sampai di sini. Sudah kukatakan, aku tertarik dengan Hana. Bukan hanya dengan Hana saja, tetapi juga dengan tubuhnya. Kau bersikap seperti ini hanya karena dua hal. Karena kau takut kalah taruhan, atau karena kau berbohong kepada dirimu sendiri. Kau berbohong bahwa kau sendiri tertarik kepada teman kecil yang paling kau benci itu." Johandra dengan sengaja memancing emosi Rey.

Rey mulai mendinginkan kepalanya, ketika mendengar perkataan dari Johandra. Lalu Rey mulai melemaskan cengkramannya. Kemudian ia mendorong tubuh Johandra dengan kasar.

Johandra pun hanya mengibas-ngibaskan kerah kemejanya yang dicengkram oleh Reyhan. Ia kembali merapikan kemeja berwarna putih bersihnya itu, tanpa memperdulikan hal lain ataupun sikap Rey terhadapnya.

"Aku tidak tertarik dengan sesuatu tentang Hana. Berada di dekatnya saja terasa jijik. Aku tidak pernah tertarik padanya, tidak akan pernah!" cetus Rey dengan geram, sembari menatap netra lancip Johandra.