Chereads / Misteri Dendam Kembar Nama / Chapter 15 - Langkah 3 Cara

Chapter 15 - Langkah 3 Cara

Setelah Resti menyelesaikan perkataannya, ia pun kembali meninggalkan Johandra. Sedangkan Johandra pribadi tidak menyerah untuk terus membujuk Resti.

"Resti, dengarkan aku dulu! Hei! Aku bisa membantumu." Resti tetap tidak menggubris Johandra. "Aku memang tidak bisa membantumu mendapatkan Reyhan, tapi aku bisa menargetkan Hana. Bagaimana? Apa kau tertarik?" Ucapan Johandra kali ini membuat Resti menghentikan langkahnya sekali lagi.

Resti menghentikan langkahnya, tetapi ia tidak berbalik menatap Johandra yang jauh berada di belakangnya. Resti terhenti, sedangkan Johandra berjalan menghampiri.

Johandra kali ini berada tepat di samping Resti. Resti menghembuskan nafasnya, lalu ia pun menoleh ke arah Johandra yang berada di sampingnya. Resti menatap Joahandra dengan tatapan malas, sama seperti sebelumnya.

"Kenapa? Bagaimana? Apa yang mau kau katakan? Ide apa yang kau punya?" tanya Resti dengan nada malas.

Kemudian, Resti pun kembali meluruskan pandangannya ke arah depan, sembari melipat kedua lengannya di depan dada. Meski Resti tengah malas mendengarkan, tetapi ia berpikir mungkin saja Johandra memiliki ide cemerlang.

Dengan sikap akrabnya, Johandra merangkul pundak Resti dengan lengan kanannya. Resti melihat lengan Johandra yang merangkulnya, lalu Resti melirik Johandra dengan tatapan nanarnya.

"Hei, singkirkan tangan kotormu itu! Aku sedang tidak ada mood untuk bertengkar denganmu," cetus Resti dengan nada bicara yang tampak kesal.

"Jangan galak-galak juga lah. Kita ini kan sahabat," celetuk Johandra.

"Itu kamu! Anak manja yang merepotkan sepertimu, selalu mengikutiku dari kecil. Hei, aku sudah kesal dengan sikapmu yang kekanakan selama ini. Tidak bisakah kau pura-pura tidak mengenalku? Atau sekalian, jika perlu, menghilang dari pandanganku," ujar Resti.

"Kau mengatakan semua itu hanya karena kau sedang kesal. Aku tahu kau pasti tidak benar-benar mengatakannya," pungkas Johandra dengan santainya.

"Terserah! Kebanyakan omong kosong. Jadi, bagaimana? Kau bilang kau punya ide untuk membantuku. Dengan cara Apa?" Resti tampak tidak sabar mendengarkan.

"Kalem, kalem. Ada tiga cara yang bisa kulakukan. Aku adalah pria dengan tiga cara, kalian tinggal memilih di antaranya saja. Pertama, buatlah Rey merasa berhutang padamu. Kedua, buatlah Hana dan Rey semakin bermusuhan. Cara ini lebih rumit, meski sederhananya menyiram minyak di atas api ... ." Penjelasan Johandra belum selesai, karena langsung dipotong oleh Resti.

"Lalu, bagaimana dengan cara ketiga? Aku rasa dua cara itu tidak ada yang menarik. Sampah yang tidak berguna!" ujar Resti dengan tanggapan bosannya.

"Santai, santuy dong, belum juga selesai bicara. Cara ketiga, yaitu dengan merusak reputasi Hana. Kita harus menghancurkan reputasi Summer, gadis idaman para pria. Dengan cara... membuatnya kehilangan segalanya," jelas Johandra.

Ketika mendengar poin ketiga dari Johandra, wajah Resti mulai menggambarkan Roman segar. Netra cokelatnya melebar, lalu menatap mata Johandra dengan intens.

Resti pun langsung bertanya, "Cara seperti apa itu?" tanya Resti dengan geram.

"Merusaknya. Kau mungkin tidak akan bisa melakukannya, tetapi aku bisa. Aku bisa mengambil keperawanannya dan membuat suluruh kampus mengetahui wajah di balik Summer. langakah terakhir, Menyebarkannya," cetus Johandra dengan bersemangat.

"Good Job! Benar, Rey tidak suka dengan wanita murahan seperti Hana. Ide bagus, aku suka poin ketiga." Resti mulai menarik kedua ujung belah bibirnya. Dia tersenyum dengan puas.

Kemudian, Johandra mengacungkan telapak tangannya. Resti pun langsung menyambutnya.

Toss!

***

"Lepaskan! Jangan sentuh aku!" cetus Rey dengan lantang.

Hana pun segera menghentikan langkahnya. Kemudian, ia pun melepaskan rangkulannya begitu saja.

"Sudah, puas?!!" sentak Hana.

Kemudian, Hana pun berbalik dan berlalu pergi begitu saja, setelah ia melepaskan lengan Rey. Rey yang merasa heran dengan tingkah Hana pun hanya mengerutkan kedua alisnya dan menekuk wajahnya.

Rey langsung menyaut lengan Hana dan menariknya dengan kasar ke hadapannya.

Rey mencengkram lengan Hana dengan kasar. Hana mencoba memeberontak dan memukul-mukul telapak tangan Rey. Akan tetapi, Rey tidak juga mengendorkan cengkraman tangannya. Hana mendapat ide nakalnya, ia pun menggigit lengan Rey hingga Rey mengerang kesakitan.

"Aaw!!! Kau... apa kau anjing gila?" Rey langsung menarik lengannya dan memprotes tingkah laku Hana dengan wajah kesalnya.

"Aku memang gila, tapi aku bukan anjing. Rasakan, kau pantas mendapatkannya!" celetuk Hana.

"Kamu! Apa kau mau tanggung jawab, jika aku terkena rabies?!!" sentak Rey.

"Hah! Soal itu, aku malah lebih bersyukur. Semoga saja kau terkena rabies," cetus Hana dengan lantang.

Rey pun semakin kesal dengan sikap Hana. Ia pun mendorong tubuh Hana dengan kasar, hingga Hana jatuh tersungkur dan menjadi pusat perhatian semua yang berlalu lalang di sana.

Mereka diam-diam berbisik dan menggosipkan mereka. Akan tetapi, mereka tampak lebih menggunjing Hana. Hana melihat ke sekelilingnya, lalu ia pun mendongakkan kepala dan menatap Rey dengan tatapan setajam pisau.

"Rey, kau gila?!!" cerca Hana.

Lalu Hana bangkit dan berkata, "Apa kau tidak puas, terus mempermalukanku di depan umum?" Hana bertanya dengan sikal geramnya.

Rey malah menanggapinya dengan senyum setengah bibir dan seringaiannya. "Puas? Kapan aku bisa puas? Hana... sudah seperti ini, kau masih berlagak polos? Aku semakin puas jika kau menunjukkan ekspresi seperti itu. Mempermalukanmu... adalah kepuasan untukku," cetus Rey dengan nada mengejek.

"Kau iblis! Sudahlah, aku tidak ingin berdebat denganmu lagi." Hana mengalah dan memalingkan matanya ke arah lain. Hana sudah mulai kesal, kemudian berlalu melewati tubuh Rey.

"Kau mau ke mana?" tanya Rey.

"Perpus," jawab Hana dengan singkat.

Lagi-lagi Rey pun tertawa dan membuat Hana menghentikan langkahnya. Hana menoleh dan menatap punggung Rey dengan kesal.

"Kau sedang menertawakanku?" tanya Hana.

"Orangtua kolot, sudah pikun. Perpustakaan bukan di sana, tapi di arah sana," ujar Rey sembari menahan tawanya dan menunjuk arah berlawanan yang dituju oleh Hana.

Hana pun akhirnya tersadar dan ia pun merasa sedikit malu. Hana menelan salivanya, lalu berjalan mundur.

"Kau membawaku ke sini, apa karena cemburu melihatku dengan Resti? Alasan saja ada tugas dari dosen." Pertanyaan Rey membuat Hana terhenyak.

Namun, Hana tidak lagi memikirkannya. Ia terus berjalan mundur dan kembali ke hadapan Rey. Hana tersenyum lebar kepada Rey dan membuat Rey merasa bahwa ada sesuatu yang mencurigakan dari sikap Hana.

"Senyumanmu membuatku merinding dan jijik." Rey terhening sejenak, baru mulai melanjutkan perkataannya, "Berhenti tersenyum kepadaku dengan cara itu! Benar-benar mencurigakan!" cetus Rey.

Perkataan dari Rey tidak membuat Hana tersinggung sama sekali. Hana terus tersenyum, menatap wajah Rey, dan membuat Rey memundurkan kepalanya ke belakang.

Hana semakin melebarkan senyumnya, kemudian melunturkan senyumnya begitu saja. Hana mulai mengangkat kaki kanannya dan melancarkan asksinya. Dia menginjak kaki Rey dengan keras.

"Aaak!" pekik Rey. "Gadis gila!!!" umpat Rey, karena merasa kesakitan dibuat Hana.

Rey memegangi kakinya yang diinjak oleh Hana. Ia menatap Hana dengan tatapan dendam membara. Akan tetapi, Hana membalas tatapan Rey dengan tatapan ejekan.

"Bye!" ucap Hana, sebelum ia kabur begitu saja dari jangkauan Rey.

"Curut! Awas saja nanti, jika aku menangkapmu. Aku tidak akan melunak lagi." Rey mengibarkan bendera perang dan mencetuskan kepada dirinya sendiri.