"Kamu! Sudahlah, aku tidak ada mood untuk berdebat dengan orang asing." Hana kemudian bangkit dan berjalan melewati pria itu. Hana berhenti ketika berada tepat di hadapannya. Hana tidak menoleh dan hanya berkata, "Lain kali merokoklah dengan tenang dan jangan mengganggu ketenangan orang lain," ucap Hana sebelum beranjak dan mulai melangkah kembali.
"Apa kau menangis karena Reyhan?" Pertanyaan darinya membuat Hana terhenti.
Pria yang sedang merokok dan menggangu ketenangan Hana tak lain adalah Devon, teman dekat Reyhan.
Hana pun langsung berbalik dan menatap pria yang ia pikir sudah pasti salah satu mahasiswa di kampusnya. Hana menatapnya dengan alis berkerut dan netra yang ia bulatkan.
"Kamu . . . bagaimana kau tahu Reyhan dan aku . . . tidak, bagaimana kau . . . sudahlah! Bukan masalah penting juga." Tingkah Hana plin-plan, lalu meluruskan kembali posisinya dan berjalan pergi meninggalkan.
Ketika Hana telah pergi, ia hanya berkata kepada dirinya sendiri. "Tentu saja aku tahu, kau dan Reyhan adalah teman dekat. Hana, kau juga teman kelasku saat SMA. Keberadaanku tembus pandang, sampai kau sendiri tidak menyadari kalau aku adalah temanmu juga." Devon berbicara sendiri, ketika Hana berlalu pergi.
Devon tak terlalu memperdulikan hal lain, apalagi urusan antara Hana dengan Rey. Devon pun kembali menyesap rokoknya dan menghilangkan stress di dalam pikirannya.
Hana menghentikan langkahnya tiba-tiba, pada saat ia telah berjalan jauh dari tempat ia beranjak. Hana tengah memikirkan sesuatu dan berkata dalam hatinya, "Wajah dan suaranya sangat tidak asing. Di mana aku pernah bertemu dengannya? Ah, mungkin halusinasi saja. Kampus ini sangat besar, tentu saja aku sering bertemu dengan seseorang secara tidak sengaja," batin Hana.
Hana pun tidak terlalu mementingkan detail yang tidak perlu ia pikirkan. Hana kembali melangkahkan kakinya dan berjalan menuju toilet kampus.
Hana membuka pintu toilet dan melihat para mahasiswi lain yang tengah merapikan dandanan mereka. Hana awalnya terkejut melihat mereka dan mereka yang ada di sana pun mengalihkan pandangannya ke arah Hana.
Beberapa dari mereka ikut terkejut dan refleks, hingga lipstick yang mereka kenakan mencoret ujung bibirnya sampai ke pipi.
Mahasiswi itu pun langsung melihat pantulan dirinya di cermin dan mulai merasa kesal. "Apa ini? Dandananku jadi rusak," protesnya kepada diri sendiri. Lalu ia pun mengambil tisu di dalam tasnya.
Ketika ia mengeluarkan tisu di dalam tasnya, seketika semua yang ada di sana pun terkejut melihat tisu yang ia keluarkan. Bukan karena mahal atau kualitasnya, tetapi ....
"Apa tasmu tidak penuh, bawa tisu sebesar itu?" tanya teman yang ada di sampingnya.
"Apa yang salah dengan tisu ini? Tisu 10 ribuan tidak bersalah. Dia adalah kesayangan dan andalanku. Bisa dibuat menghapus makeup, mengelap keringat, mengelap ingus, mengelap kaki, pokoknya tisu serbaguna. Sayangku, maafkan temanku yang salah memandangmu," ucapnya dengan manja sembari mengelus-elus bungkus luar tisu miliknya.
Tidak tanggung-tanggung, ia membawa tisu isi 100 pcs dengan harga 10 ribuan di dalam tas brandednya.
Temannya yang ada di sampingnya pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu tidak memperdulikannya lagi. Ia kembali sibuk merapikan makeup nya.
Plak! Tiba-tiba datang mahasiswi lain mendekati si pembawa tisu 10 ribuan. Ia datang dengan lagak tangguh, seperti gaya para gadis perisak.
Ia menaruh tisu miliknya dengan keras di hadapan gadis pembawa tisu 10 ribuan. Lalu ia berkata dengan lantang, "Apa yang hebat dengan tisu ini? Ini biasa saja. Miliku lebih mempesona," ucapnya sembari menyuruh mereka melihat tisu yang ia bawa.
Seketika semua orang yang ada di sana pun berusaha menahan tawanya. Melihat banyak yang tertawa karenanya, ia pun terlihat semakin bangga diri.
Lalu ia mulai mengubah nada bicaranya yang tadinya gentar seperti gaya gadis perisak, menjadi gaya bicara gadis manja, bahkan melebihi gaya bicara gadis pembawa tisu 10 ribuan.
"Bagaimana? Apakah milikku lebih mempesona? Uwuu . . . kesayanganku adalah yang paling terimut. Milikmu serbaguna, milikku juga lebih dari itu. Tisu milikku bisa dipakai untuk menghilangkan kotoran, ketika kita kehabisan tisu di kamar mandi. Kalian tahu sendiri kan, kamar mandi kita sering kehabisan tisu," ungkapnya.
Ternyata tisu yang ia bangga-banggakan itu adalah tisu berbentuk gulungan, yang tak lain adalah tisu toilet. Pantas saja semua orang tertawa ketika melihat gulungan putih yang ia sebut serbaguna itu.
Gadis pembawa tisu 10 ribuan itu tak ingin kalah, ia mebenarkan posisinya dan melipatkan kedua lengannya di depan dadanya. Dagunya ia angkat, seakan-akan ia menantang.
"Lalu kenapa jika milikmu lebih serbaguna? Milikku juga bisa digunakan dengan cara yang sama. Milikku lembaran dan langsung putus. Tisu toilet milikmu gulungan dan harus diputus terlebih dahulu. Apa ketika kau selesai membersihkan kotoran, kau tidak membuang potongan setelahnya. Iihh . . . apa kau mengelap wajahmu dengam tisu itu setelahnya?" Gadis itu menjabarkan panjang lebar, karena tak ingin kalah.
"Kamu! Itu hanya berlaku jika kua memegang kotorannya secara langsung!" tangkasnya dengan lantang.
Sedangkan Hana yang masih terpaku di depan pintu dan menyaksikan peristiwa konyol itu pun hanya bisa berkata dalam hatinya, "Apa yang terjadi dengan hari ini? Apa ini hari bumi Jugkir balik?" Hana bertanya-tanya dalam batinnya.
Hana kemudian berjalan menghampiri mereka dan menangahinya dengan cara yang konyol pula.
"Boleh aku minta tisu milikmu?" tanya Hana kepada gadis pembawa tisu 10 ribuan.
"Baik, ambil saja." Ia mengizinkan dengan ramah.
Namun, Hana tiba-tiba dihentikan oleh gadis pembawa tisu toilet yang ada di sampingnya. Gadis itu menyaut tangan Hana untuk menghentikan Hana yang hampir mengambil selembar tisu milik gadis pembawa tisu yang lain.
"Kau Reyhana, kan? Jangan mau mendapatkan sesuatu dari Elma, meski hanya selembar tisu. Dia adalah orang yang sangat perhitungan. Dia pasti akan mencatatanya sebagai hutang balas budi," cetus gadis pembawa tisu toilet, sembari menatap dengan tajam mata Elma si pemilik tisu 10 ribuan.
Elma pun tidak ingin mengalah dari gadis pembawa tisu toilet itu. Ia membalas tatapannya dengan tatapan tajam pula.
"Sesat! Jangan dengarkan perkataannya. Aku tidak seburuk itu ya, Derry ... ." tangkas Elma.
Elma dan Derry pun kembali bertengkar hanya karena masalah tisu. Hana yang pusing pun semakin pusing.
"Stop!" Teriakan Hana menghentikan keduanya. Ketika mereka telah berhenti berdebat, Han pun melanjutkan perkataannya, "Aku ambil dua-duanya. Terimakasih semuanya," ucap Hana.
Hana menarik selembar tisu milik Elma dan juga memutus tisu gulungan milik Derry dan memotongnya. Setelah selesai, Hana pun bergegas keluar dari toilet.
"Kenapa dengan hari ini? Apa karma mulai berjalan menghampiriku?" protes Hana kepada dirinya sendiri.
"Aw!" Hana memekik kesakitan, ketika seseorang tiba-tiba menabraknya.
"Maaf, maaf," ucapnya dan langsung buru-buru pergi.
Hana tidak terlalu memperdulikannya dan berencana mengelap wajahnya yang rembes dengan selembar tisu milik Elma.
"...?"
Tisu dari Elma ternyata jatuh dan diinjak oleh orang yang menabrak Hana tadi. Tisu sudah rusak dan kotor, lalu Hana melirik tisu toilet yang ada di tangan kirinya.
"Pada akhirnya, aku harus menggunakan tisu toilet untuk mengelap wajahku," ucap Hana dalam hatinya dengan roman seakan tak bernyawa.