Chereads / Misteri Dendam Kembar Nama / Chapter 22 - Apa Kau Gila?!

Chapter 22 - Apa Kau Gila?!

Hana menghentakkan kakinya dengan keras. Kemudian, ia duduk di seberang Johandra dengan kasar. Hana terus memalingkan wajahnya ke arah lain, tanpa menatap wajah Johandra sedikit pun.

Johandra memilih tempat yang berdekatan langsung dengan jendela. Hana terus memalingkan wajahnya dan terus menatap ke luar jendela.

"Sepertinya, suasana hatimu hari ini sedang tidak baik," tebak Johandra.

"Not yet," jawab Hana dengan singkat.

"Kau mau pesan apa? Aku akan pesankan." Johandra menawarkan kepada Hana.

"Apa pun itu yang bisa membuatku tetap hidup, tapi serasa sudah mati," cetus Hana dengan cuek.

Johandra pun hanya tertawa kecil ketika mendengar jawaban dari Hana. Namun, Hana sama sekali tidak memperdulikannya dan tetap mengalihkan pandangannya ke arah luar.

Kemudian, Johandra mengangkat tangannya dan memanggil salah seorang pelayan. Salah seorang pelayan yang mendapat isyarat dari Johandra pun segera menghampiri mereka.

"Mau pesan apa, Kak? Kami ada menu andalan . . . bla, bla, bla." Pelayan itu menjelaskan kepada Johandra. Sedangkan Johandra sedari tadi hanya terus menatap Hana yang terkesan cuek dan tidak perduli sambil tersenyum.

"Kau semakin mempesona, jika bersikap seperti ini. Imut sekali," ujar Johandra.

Ketika mendengar kata-kata Johandra yang terdengar seolah-olah menggodanya, Hana pun akhirnya melirikkan matanya. Hana melirik Johandra dengan tatapan nanar dan kedua alis yang dikerutkan.

Hana tidak lagi memikirkannya, lalu ia pun kembali memalingkan wajahnya menatap ke arah luar.

Johandra kemudian menyuruh pelayan tersebut menurunkan tubuhnya untuk mendekat ke arah Johandra. Pelayan itu pun menurut dan menurunkan tubuhnya tepat di hadapan Johandra.

Johandra pun mulai membisikkan sesuatu ke telinga pelayan itu. Pelayan itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Hingga beberapa saat kemudian, ia mengerutkan kedua alisnya dan menatap wajah Johandra.

Johandra yang mendapatkan ekspresi seperti itu dari pelayan pun langsung memberikan isyarat yang membuat pelayan mengerti. Pelayan itu mengangguk-anggukkan kepalanya kembali, kemudian ia berlalu pergi.

Bahkan pada saat itu pun, Hana tetap memasang sikap cueknya. Ia tetap menatap ke arah luar jendela, tanpa ekspresi sedikit pun.

Beberapa menit kemudian, pelayan tadi pun membawa pesanan yang dipesan oleh Johandra. Ia meletakkan dua gelas minuman di atas meja, di depan Johandra, dan yang satunya lagi di dekat Hana.

Tanpa aba-aba, Hana langsung menyaut minuman miliknya dan menelannya sampai ke titik penghabisan. Johandra yang melihat hal itu pun dibuat heran oleh Hana.

Johandra hanya melongo, memperhatikan Hana yang dengan cepatnya menghabiskan minumannya dalam sekali teguk. Sedangkan Johandra sendiri baru mengaduk-aduk minumannya.

Setelah berhasil menghabiskan minuman miliknya dalam sekali teguk, Hana pun menunjukkan ekspresi anehnya.

"Pfftt! Minuman apa ini? Kenapa rasanya masam sekali," cetus Hana.

"Sepertinya, kau sebentar lagi dehidrasi, jika saja aku tidak cepat memesankan minuman," sindir Johandra.

"Baiklah, aku sudah duduk dan juga aku sudah menghabiskan minumanku. Kalau begitu, sudah tidak ada lagi alasanku untuk tinggal. Berikan barangku!" tegas Hana, sembari mengadahkan telapak tangannya di hadapan Johandra.

"Minuman yang kau minum tadi adalah Rainbow Fruity. Itu baik bagi kesehatan." Ucapan Johandra tidak nyambung dengan perkataan yang dimaksud Hana.

Hana sepertinya sudah mulai kehabisan kesabaran. Ia pun mulai bangkit dan membenarkan tas miliknya.

"Apa buku itu sepenting itu?" tanya Johandra yang membuat Hana meghentikan tindakannya.

Hana pun hanya bergelut dari dalam hati. Sebenarnya, buku itu tidak sepnting itu baginya. Akan tetapi, bisa dibilang buku itu adalah barang yang berharga.

Buku yang dibawa adalah hadiah pertama yang ia terima dari Rey. Setelah itu, Rey tidak pernah memberikan hadiah lagi kepada Hana.

"Tadinya, aku pikir itu penting. Namun, sepertinya sudah tidak lagi. Jika kau suka, kau boleh memilikinya," cetus Hana.

Hana berbicara dan menatap Johandra dalam posisi berdiri tegak. Sedangkan Johandra tengah sibuk mengaduk minumannya, tanpa menatap Hana sekali pun.

"Dongeng putri tidur, judul yang sangat menarik perhatianku. Awalnya aku penasaran, kenapa seorang gadis sepertimu membawa-bawa barang kekanakan seperti itu. Sepertinya, buku itu terlihat berharga. Kau bisa memilikinya kembali, setelah aku menghabiskan minumanku," cetus Johandra.

Lalu Hana menjawab, "Buku itu dari awal memang milikku. Tapi jika kau tertarik, kau bisa memilikinya. Aku sudah membuangnya," cetus Hana sembari beranjak dari tempatnya.

Namun, ketika Hana telah berjalan dua langkah, tiba-tiba kepalanya terasa pusing. Hana pun memegangi kepalanya yang terasa berat dan berdenyut.

Sedangkan Johandra tetap sibuk menghabiskan minumannya, hingga di tetes terakhir. Setelah minumannya habis, Johandra pun baru beranjak dari tempatnya dan menghampiri Hana.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Joahndra.

"Aku tidak apa-apa, aku bisa ... ."

Lutut Hana tiba-tiba melemah dan . . .

Hana hampir ambruk. Akan tetapi, Johandra dengan cepatnya menyangga tubuh Hana dan merangkulnya.

Sikap Hana yang keras kepala pun tak bisa dilawan. Hana tetap bersikeras untuk bangkit dan berdiri tegak. Sedangkan Johandra pun hanya bisa mengangkat kedua tangannya dengan pasrah.

"Aku bisa berjalan sendiri," ucap Hana dengan gentar.

"Baiklah, aku tidak akan memkasamu," jawab Johandra.

Dengan tubuh sempoyongan, Hana pun berjalan keluar dari kafe. Johandra hanya mengikuti Hana dari arah belakang.

Hana telah keluar dari kafe, dengan tubuhnya yang terasa tidak enak dan tak bisa diajak kompromi. Hana menghentikan langkahnya, lalu memijati pinggir matanya.

Hana kemudian memejamkan matanya. Ketika Hana membuka matanya kembali, Hana melihat sekelilingnya yang terasa gelap gulita. Hana pun akhirnya ambruk kembali.

Namun dengan cepat, Joahndra menghampiri Hana dan menyangga tubuh Hana kembali. Hana membuka matanya dan melihat sosok Johandra.

"Kau . . . apa kau malaikat maut? Apa aku sudah mati? Ah benar, mereka semua banyak yang menginginkanku mati. Apa karma benar-benar telah menghampiriku? Aku tidak bisa memuaskan semua orang. Sepertinya . . . ketika aku telah mati, mereka pasti akan merasa puas."

Ucapan Hana mulai ngelantur entah ke mana. Sedangkan Johandra pun sedari tadi hanya menahan tubuh Hana dan menatap wajahnya, sembari mengernyitkan kedua alisnya.

"Kau belum mati, kau harus hidup dengan baik," ucap Johandra.

Kring . . . Kring . . . tiba-tiba phonsell milik Johandra berbunyi.

Johandra merangkul Hana dan menyandarkannya di bahu bidangnya. Kemudian, Johandra mulai merogoh saku kemeja Johandra dan mengeluarkan phonsellnya yang berdering sedari tadi.

Ketika Johandra telah mengangkat phonsellnya, seketika ekspresi Johandra mulai berubah. Johandra menoleh-nolekan kepalanya ke sekeliling, seperti tengah mencari keberadaan seseorang.

"Aku bukan pengecut." Hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut Johandra.

Tiba-tiba dari arah belakang, seseorang tengah menyahut lengan Hana dan mendorong tubuh Johandra. Kemudian, ia melancarkan aksi tinjunya ke pipi Johandra.

Johandra memalingkan wajahnya, lalu meluruskan wajahnya kembali. Johandra menatap orang yang meninju pipinya dengan tatapan kemarahan yang membara, sembari memegangi pipinya yang memar dan terasa nyeri.

"Apa kau gila?!!" sentak Johandra.