Chereads / Misteri Dendam Kembar Nama / Chapter 14 - Dendam Kesumat

Chapter 14 - Dendam Kesumat

"Pagi, Rey!" sapa salah seorang mahasiswi kampus.

Mahasiswi itu tampak sangat cantik dan modis, serta pakaiannya sangat seksi. Semua barang yang ia kenakan terlihat bermerk dan tentu saja limited edition.

Mahasiswi itu tiba-tiba datang entah dari arah mana dan langsung merangkul lengan Rey dengan senyum sumringah yang ia tampilkan di wajahnya. Ia menatap Rey dengan wajah bahagia dan mata yang berbinar, seakan-akan mereka adalah seorang pasangan yang jatuh cinta.

Namun, tidak dengan ekspresi yang tergambar di wajah Rey. Mendapati hal itu, Rey pun hanya mengerutkan kedua alis tajamnya dan meliriknya ke arah samping. Kemudian, Rey mulai melepaskan rangkulan gadis itu.

"Sudah tidak pagi, menjelang siang," ujar Rey dengan sikap diinginnya.

Setelah selesai berucap, Rey pun langsung pergi meninggalkan gadis itu. Gadis itu tidak menyerah dan terus mengikuti Rey dari arah belakang dengan sikap sok polosnya. Rey yang merasa tidak nyaman diikuti oleh gadis itu pun kembali terhenti dan langsung berbalik.

"Resti, sampai kapan kau mau mengikutiku?" tanya Rey dengan nada yang sengaja dilembutkan.

"Hingga seumur hidupmu!" cetus Resti dengan bersemangat.

"Why?" tanya Rey.

"Hmm... kau tahu sendiri alasannya. Aku menyukaimu dan kau tahu kalau aku menyukaimu. Jadi, kapan kau akan menerima cintaku? Aku sudah mengikutimu dan mengungkapkan perasaanku dari kita sekolah di SMP yang sama," cetus Resti dengan santainya.

"Resti... apa kau tidak lelah? Berapa ratus kali aku bilang, kalau aku tidak tertarik denganmu. Aku tidak tertarik dengan para wanita. Kau tahu sendiri alasannya, karena aku sudah mengatakannya. Apa kau mau kujadikan sebagai barang hanya untuk bersenang-senang? Tidak, bukan?" ujar Rey.

"Aku tahu, aku tahu jelas hal itu. Aku pikir, alasan tidak logis seperti itu hanya sengaja dibuat untuk menjauhkanku. Kau bilang kau tidak tertarik dengan wanita, karena kau menganggap para wanita sangat menyebalkan. Memangnya apa salahnya, jika aku tidak menyerah? Aku punya kebebasan untuk menyukai siapa pun di dunia ini," jelas Resti panjang kali lebar.

Rey yang mendengarkan hal itu pun hanya bisa mengusap rambutnya ke arah belakang, karena merasa sedikit setress. Ia merasa stress, karena Resti selalu membuntutinya, bahkan ketika Rey berulang kali menolaknya.

Resti berulang kali menembak Rey dengan berbagai macam cara. Secara langsung, dengan speaker sekolah, atau bahkan mempraktekkannya seperti ketika pria menembak seorang gadis. Hal itu yang membuat Rey merasa malu dan sangat risih dengan sikap Resti.

"Kenapa kau sangat menyukaiku? Tidak bisakah itu semua untuk orang lain? Kau bukan gadis minimalis. Kau pasti bisa mendapatkan yang lebih baik." Reyhan memberi saran kepada Resti, hingga membuat roman wajah Resti mulai berubah.

Reyhan sama sekali tidak memperdulikan perasaan Resti, atau apa pun itu. Reyhan membalikkan badan dan berjalan meninggalkan. Resti pun hanya bisa terpaku di tempat sembari menatap punggung Rey dengan tatapan tajam.

"Apa karena si Hana?" Tiba-tiba Resti melontarkan pertanyaan yang membuat Rey menghentikan langkahnya seketika.

Rey menghentikan langkahnya tiba-tiba, tanpa berbalik menanggapi ucapan dari Resti. Namun, Resti sepertinya mengerti tentang sesuatu.

Resti tidak membiarkan Rey menjawab terlebih dahulu. Ia langsung melanjutkan perkataannya begitu saja, seakan-akan ia telah mengerti apa yang ada di benak Rey.

"Ah, ternyata benar. Semua karena Reyhana," ucap Resti dengan nada pelan.

Ketika mendengar Resti asal menebak, Rey pun langsung berbalik untuk mengelak perkataan Resti. "Jangan menebak yang tidak-tidak. Aku tidak tertarik denganmu, tapi bukan berarti aku tertarik dengan Hana. Singkirkan pikiran konyolmu, karena aku tidak nyaman dengan hal itu. Kutegaskan sekali lagi, aku tidak tertarik denganmu. Aku harap ini yang terakhir kalinya untukmu mengerti," cetus Rey dengan lantang, lalu ia berlalu pergi meninggalkan Resti di sana.

Resti tidak membiarkan Rey pergi begitu saja. Ia pun langsung menghadang jalan Rey dengan tubuhnya. Hana pada saat itu melihat Rey dan Resti yang tengah bercakap-cakap mencurigakan. Hana merasa cemburu dan segera datang menghampiri mereka.

Hana berpura-pura untuk menengahi keduanya dan mengatakan bahwa ada urusan yang harus ia urus dengan Rey. Sedangkan Rey yang melihat sikap Hana saat itu pun hanya mengerutkan keningnya tanpa berkutik sama sekali.

"Ah! maaf, Resti. Sepertinya, aku harus menggaggu perbincangan kalian. Ada tugas dari dosen yang harus kubahas dengan Rey," ujar Hana mencari alasan.

Kemudian Hana langsung menyeret Rey untuk menjauh. Rey hanya mengernyitkan kedua alisnya, karena merasa bahwa posisi dia kali ini benar-benar di posisi tidak tahu apa-apa, ketika Hana tiba-tiba menyeretnya begitu saja.

Sama dengan Johandra, Resti hanya menatap punggung Rey dan Hana yang berlalu pergi meninggalkannya. Lalu Resti pun tersenyum dan menyeringai, "Hekh! Lucu sekali. Dasar munafik! Terus saja membohongi dirimu sendiri. Rey, kau menyukai Hana, dan Hana juga menyukaimu. Aku tahu dengan jelas bahwa kalian saling menyukai," batin Resti dengan geram. Ia mengenggam tali tas miliknya dengan kuat.

Resti yang tengah berdiri di tempat itu reflek terkejut, karena tiba-tiba saja seseorang yang menyentuh pundaknya. Resti berbalik dan menatap orang yang saat ini berada di sampingnya.

"Johandra?" ucap Resti. Resti tertegun dan sedikit rasa heran, ketika melihat sosok Johandra yang tiba-tiba muncul tepat di sampingnya.

"Kenapa? Kaget, karena disentuh pria setampan aku?" tutur Johandra dengan percaya diri.

"Cuci dengan sabun dulu kenarsisanmu itu. Berapa lama tidak dicuci? Sudah bau busuk!" cetus Resti dengan kasar dan geram, tanpa ada sedikit nada canda.

"Sepertinya ada yang kesal nih. Siapa yang berani membuat sahabatku kesal? Aku pasti akan memberi mereka pelajaran." Johandra berusaha menghibur Resti.

"Omong kosong! Jika tidak bisa membantu, lebih baik diam saja. Aku bisa mengurus semua ini sendiri," cetus Resti dengan geram.

Resti langsung menghempas telapak tangan Johandra yang ditempatkan di pundaknya dengan kasar. Namun, ketika Resti berjalan untuk meninggalkan Johandra, Johandra langsung menghentikan Resti dengan mencengkeram salah satu lengannya.

Resti yang dihentikan oleh Johandra secara tiba-tiba pun langsung terhenti. Dengan malas, Resti mendongakkan kepalanya ke atas dan menghela nafasnya. Ia kemudian menoleh dan menatap lengannya yang dicengkram oleh Johandra saat itu.

"Hei, apa lagi? Jangan menggangguku hari ini. Aku sedang tidak dalam mood untuk berbicara denganmu," ucap Resti dengan kesal.

Kemudian Resti langsung menghempas lengan Joahandra yang mencengkram tangannya dengan kasar. Setelah itu, ia pun kembali melanjutkan langkahnya. Akan tetapi, langkahnya kali ini terhenti oleh ucapan Johandra.

"Kau ingin aku membantumu?" Pertanyaan Johandra membuat Resti menghentikan langkahnya seketika.

Resti pun hanya menarik setengah bibirnya. Kemudian ia berbalik dan menatap Johandra yang berjarak sekitar 2,5 meter dari tempat ia berpijak.

"Apa yang bisa kau bantu? Kau ingin mengacaukan segalanya? Hei dengar, Johandra! Aku tahu dari dulu kau tidak menyukai Rey. Apalagi ketika aku berusaha mengejarnya. Kau terus mengatakan ingin membalas dendam kepada Rey, karena menolakku berkali-kali. Omong kosong! Berhenti mengacau, jika tidak bisa membantu," tutur Resti dengan lantai.