Chereads / Misteri Dendam Kembar Nama / Chapter 11 - Membenci Semua Tentangnya

Chapter 11 - Membenci Semua Tentangnya

Rey tidak bisa tidur semalaman, karena ia terus dihantui oleh bayangan Hana. Karena pagi telah tiba, Rey bangkit dari tempat tidurnya. Rasa kantuk yang dahsyat merajai tubuhnya. Untuk menghilangkan rasa kantuk tersebut, Rey berencana menghilangkannya dengan cara mandi di pagi hari.

Rey mulai mengambil handuknya. Namun, sebelum ia menunda niatnya ketika ia melirik sekilas bayangan dirinya di cermin. Wajah Rey kusut, tampak lingkaran hitam seperti mata pada, melingkari kedua matanya.

"What?!!" Rey histeris. "Kenapa wajahku seperti ini?" gumamnya. "Ini karena Hana sialan itu," sambung Rey.

Rey menyalahkan Hana, karena bayang-bayang Hana selalu mengganggu tidurnya. Hal itu yang membuat Rey tidak bisa tidur semalaman.

Rey menyentak telapak tangannya ke atas meja. Ia tampak sangat kesal. Kegeramannya itu harus segera ia redakan dengan cara mandi.

"Yo, lihat siapa ini? Rey, kenapa wajahmu seperti itu?" tanya salah satu teman Rey.

Rey berangkat ke kampus lebih awal dan langsung datang menghampiri teman kampusnya yang sedang nongkrong di tempat tongkrongan biasa mereka. Rey menghampiri mereka dengan wajah lesu, karena tidak bisa tidur semalaman.

"Jangan tanya! Kenapa lagi kalau bukan si curut Hana itu?" tukas Rey. Nada bicara yang terdengar tampak geram.

Salah satu teman Rey yang bernama Devon pun berkata kepada Rey, "Aku heran, kenapa sih kau sangat membenci Hana? Aku pikir, Hana gadis yang oke deh. Dia cantik, pintar, dan juga idola di kampus. Kenapa kau tidak tertarik kepadanya dan malah membencinya?" Devon bertanya karena penasaran.

"Tidak ada alasan lain. Aku hanya sangat membencinya. Aku membenci dia lebih dari membenci apa pun di dunia ini," jawab Rey dengan nada bicara yang sangat geram.

"Kau yakin sangat membencinya sampai seperti itu? Aku baru lihat ada seorang manusia yang membenci manusia, lebih-lebih dari setan membenci manusia," pungkas Erlang, salah satu teman Rey yang juga berada di tempat itu.

"Hei! Jangan samakan aku dengan setan. Aku bukan setan," cetus Rey. Dia tampak semakin kesal.

"Sudahlah, Rey hari ini sangat sensi. Mungkin dia sedang PMS." Devon dengan sengaja melontar candaannya kepada Rey.

Namun, Rey yang tidak ingin diajak bercana pun tak menganggap candaan dari Devon itu lucu baginya. Rey malah semakin menekuk wajahnya, dan melirik Devon dengan tatapan mata Elang.

"Apa kau yakin tidak akan tertarik kepadanya?"

Tiba-tiba terdengar suara bariton dari arah belakang Rey. Pemilik suara bariton itu adalah Johandra. Ia tengah datang menghampiri sekelompok mereka yang sedang nongkrong dengan Rey.

Johan datang secara tiba-tiba, dan langsung mengulangi pertanyaannya kepada Rey, "Apa kau yakin, kau tidak akan pernah tertarik kepadanya?" tanya Johandra sekali lagi.

Rey menolehkan setengah kepalanya dan menatap Johandra dengan tatapan mata yang sengaja diperkecil.

"Apa maksudmu?" tanya Rey, karena ia benar-benar tidak mengerti dengan maksud pertanyaan yang dilontarkan oleh Johandra kepadanya.

"Aku tanya kau. Apa kau benar-benar tidak akan tertarik kepada Hana, Reyhana. Reyhana, seorang gadis yang namanya sangat mirip denganmu, Reyhan." Ia menegaskan berulang-ulang, agar Rey mengerti dengan maksud dari pertanyaannya.

"Kenapa kau tiba-tiba menanyakannya kepadaku?" Rey bertanya karena rasa penasarannya.

"Bukan apa-apa, aku hanya penasaran. Jadi, apa kau tertarik kepada Hana?" tanyanya sekali lagi kepada Rey.

Rey hanya terhening, tanpa menjawab pertanyaan dari Johandra. Rey tetap menegakkan tubuhnya, tetapi tatapan mata Rey tertuju ke arah bawah. Kemudian, Rey mengangkat bola matanya kembali dengan tatapan nanarnya.

"Sudah kubilang, aku tidak akan pernah tertarik kepadanya. Dia adalah Hana. Mengetahui fakta bahwa namaku sama dengannya saja sudah membuatku bergidik. Jijik!" cetus Rey dengan nada bucara lantang.

"Apa kau tidak keterlaluan, Rey? Hana juga manusia yang sama seperti kita. Kenapa kau terlalu membedakannya, seakan dia adalah manusia yang paling hina? Hana juga manusia, terutama dia adalah seorang wanita," ucap Devon.

Devon merasa tidak terima dengan pandangan Rey terhadap Hana yang terkesan sangat merendahkan.

"Itu hanya berlaku jika dia adalah manusia, atau dia adalah seorang wanita. Aku tidak pernah menganggapnya seorang manusia, apalagi seorang wanita," cetus Rey dengan nada bicara geram.

"Baiklah, itu cukup untuk menjelaskan perasaanmu. Kalau begitu, bolehkah aku menggodanya?" tanya Johandra, sekaligus meminta izin secara langsung kepada Rey.

Kedua netra Rey sepontan terbelalak, ketika Johandra menanyakan hal itu kepadanya secara terang-terangan. Lalu, Rey pun menjawab, "Kenapa kau ingin menggodanya?" tanya Rey, karena penasaran.

"Tidak ada alasan lain. Karena kau tidak menginginkannya, tidak ada alasan lain untukku yang menginginkannya," ujar Johandra, sembari menampilkan senyuman licik yang terlukis di wajahnya.

"Tidak bisa!!!" Rey menolak dengan tegas.

Johandra yang mendengar penolakan secara langsung dari Rey pun reflek mengernyitkan kedua alisnya.

"Kenapa? Kau bilang tidak akan pernah tertarik kepadanya. Lalu, kenapa kau melarangku menggodanya. Apa kau menyukainya? Jangan-jangan... kau hanya berpura-pura membencinya dan tidak tertarik kepadanya, padahal kau sangat menyukainya. Apa aku benar?" Johandra berusaha menyelidiki perasaan Rey.

"Menyukainya? Hah! Apa aku segila itu? Berasa di dekatnya saja terasa mual. Jangan berpikiran yang tidak-tidak!" pungkas Rey dengan nada bicara kesal.

"Kalau benar begitu, mengapa kau melarangku mendekatinya?" Johandra tidak usainya menyelediki perasaan Rey yang sebenarnya terhadap Hana.

"Itu... aku ... ." Rey ragu-ragu dalam ucapannya. "Aku hanya mencemaskanmu. Aku tidak ingin kau mengalami kesialan yang sama sepertiku. Hana selalu membawa kesialan bagiku. Aku tidak ingin Hana membawa kesialan untukmu juga. Aku melarangmu, bukan karena aku tertarik kepada Hana, tetapi aku mencemaskan kehidupanmu. Kau adalah temanku. Aku tidak ingin temanku mengalami kesialan yang sama sepertiku, hanya karena curut seperti Hana."

Penjelasan Rey panjang kali lebar, tetapi terdengar sangat tidak logis bagi teman-temannya yang mendengarnya pada saat itu juga.

"Kau ini aneh sekali ya, Rey. Aku tidak ingin mendengarmu menjelek-jelekkan Hana lagi." Devon sangat ketus.

Devon mulai beranjak dari tempatnya dan berlalu pergi meninggalkan sekelompok temannya.

Ketika Devon telah berlalu beberapa langkah, ia terhenti sejenak, karena mendengar perkataan dari Rey. "Kenapa dari tadi hanya kau yang sewot, ketika aku menghina Hana? Apa kau menyukainya?" Pertanyaan yang dontarkan oleh Rey hanya untuk berbasa-basi.

Devon tidak menjawab pertanyaan Rey. Ia mengacuhkan Rey dan melanjutkan langkahnya kembali. Lalu, ia pun meninggalkan mereka yang ada di tempat itu juga.

Setelah beberapa detik kemudian, salah satu teman Rey yang ikut nongkrong di sana pun ikut beranjak dari tempatnya. Kali ini, Erlang mulai angkat bicara.

Sebelum ia pergi, ia pun berkata kepada Rey, "Kau pasti tahu alasannya, lebih dari siapa pun. Tanyakan pada hatimu sendiri. Apakah ucapanmu itu tidak keterlaluan? Apakah itu pantas diucapkan?" ucapnya sebelum beranjak pergi untuk menyusul Devon, temannya.

Rey hanya terhening, dengan lirikan mata ke arah mereka yang meninggalkannya, "Mereka bilang mereka adalah sahabatku, tapi mereka malah meninggalkanku dan membela orang lain. Mereka bahkan tidak tahu alasanku membencinya. Punya hak apa mereka menilai semuanya?" gerutu Rey dengan nada pelan.

"Aku pikir, aku juga sependapat dengan mereka. Jika aku tahu temanku tidak beres, aku pasti akan memihak pihak lain yang tidak bersalah," ujar Johandra, sembari menepuk bahu Rey.

Rey melihat tangan Johandra yang ditempatkan di pundaknya, lalu Rey menatap wajah Johandra dan berkata, "Apa kau juga sependapat dengan mereka? Apa di sini hanya aku yang salah? Memang benar kata orang lain, seorang pria selalu disalahkan, dan seorang wanita selalu benar," cetus Rey dengan nada kesal.

Johandra langsung menarik tangannya yang menepuk pundak Rey kembali dan menjawab, "Hmm... tergantung sudut pandangnya, tergantung konteksnya saja. Kalau menurutku, kau memang salah. Tidak seharusnya kau berkata kasar seperti itu, terutama tentang wanita. Meski di belakang mereka, apalagi jika di depan mereka. Seharusnya kau jangan berkata kasar kepada para wanita, karena hati mereka sangat rapuh." Johandra menasihati Rey.

"Sudah kubilang, itu hanya berlaku pada manusia, ataupun para wanita. Dalam pandangan mataku, Hana bukanlah manusia, apalagi wanita. Dia adalah curut, tikus licik pembawa sial dan selalu menjerumuskan," cetus Rey dengan geram.