Chereads / Misteri Dendam Kembar Nama / Chapter 10 - Memutus Hubungan

Chapter 10 - Memutus Hubungan

Reyhan akhirnya membuka pintu kamarnya. Rey berdiri di tengah pintu sembari menundukkan wajahnya. Hana yang kala itu berada tepat di hadapan Rey pun berencana ingin merangkul Rey. Namun, sebelum Hana sempat melakukannya, Rey sepontan mendorong tubuh Hana, hingga membuat Hana jatuh tersungkur di hadapannya.

"Kau ini apaan? Keras kepala sekali! Sudah kubilang untuk pergi dari sini. Enyah kau!" Rey mengusir Hana. Ucapannya lantang dan perlakuannya kasar.

Hana menatap wajah Rey yang tak balas menatap wajahnya. Hana tidak mengerti dengan sikap Rey dan perlakuan yang ia terima. Tidak biasanya Rey bersikap seperti ini kepadanya. Ia tidak mengerti mengapa Rey yang biasanya selalu lembut kepadanya berubah drastis dan menjadi kasar.

"Rey... kau kenap—" Ucapan Hana langsung dipotong oleh Rey.

"Apa kau tuli? Sudah kubilang pergi! Aku tidak ingin melihat wajahmu," cetus Rey.

Hana bangkit kembali. Dia kembali mendekat ke arah Rey. Namun, belum sempat Hana mendekat lebih dekat, Rey melangkah maju dan mendorong Hana kembali. Rey mendorong Hana, hingga kepala Hana membentur ke tembok.

Dari kejauhan, Izfan yang baru saja keluar dari kamarnya dan menyaksikan kejadian itu pun reflek berlari ke arah Hana. Izfan membantu Hana untuk berdiri.

"Hana, apa kau baik-baik saja?" tanya Izfan.

Hana hanya mengangguk-anggukan pelan kepalanya. Hana mengelus kepalanya yang terasa nyeri, sembari bangkit dan menegakkan tubuhnya.

"Rey, apa yang kau lakukan? Siapa yang mengajarimu bersikap buruk seperti itu? Hana adalah temanmu. Dia datang karena mengkhawatirkanmu, tapi kau malah ... ."

"Aku kenapa, Kak? Aku memang selalu seperti ini. Aku tidak pernah meminta curut ini untuk datang, karena aku tidak pernah membutuhkannya. Dia hanyalah curut pembawa sial!" cerca Rey.

Perkataan Rey menyakiti hati Hana saat itu juga. Meski hanyalah seorang anak-anak, tetapi siapa pun pasti akan terlukai, jika saja ia dihina oleh temannya, apalagi jika itu adalah Rey. Dihina oleh teman dekat dan orang terdekat, goresan kepedihan yang tergores di hati sangatlah pedih berkali lipat dibandingkan dengan orang asing.

Izfan semakin marah, ketika Rey tiba-tiba saja mengucapkan kata-kata kasar kepada Hana. "Rey!!!" sentak Izfan. "Sejak kapan kau belajar bersikap kasar seperti itu?!!" Izfan menajamkan kedua netranya. Namun, Rey sekan acuh tak acuh dengan segalanya.

"Dengar ya, Curut! Mulai saat ini juga, aku tidak akan menjadi temanmu. Kau bukan lagi temanku! Jadi, jangan sampai aku melihat wajahmu muncul di hadapanku!" Rey memberi peringatan kepada Hana. Setalah itu, ia masuk kembali ke dalam kamarnya. Rey membanting pintu kamarnya dengan kasar dan tidak lupa mengunci rapat-rapat kamarnya.

Hana reflek melangkah maju untuk menghentikan Rey. Namun, semuanya sudah terlambat. Pintu telah tertutup kembali. Hana hanya bisa menggedor-gedor pintu kamar Rey.

"Rey, Rey! Aku belum selesai bicara. Rey, aku tau kau sedang sedih, aku paham semuanya. Jadi, aku sama sekali tidak marah. Aku hanya tidak mengerti, apa salahku? Kenapa kau memutuskan hubungan pertemanan kita begitu saja?" ucap Hana.

"Banyak omong! Sudah kukatakan, aku tidak akan menjadi temanmu lagi. Kau memang sangat bodoh, sampai-sampai tidak mengerti dengan apa yang kukatakan. Hana... Tidak, curut! Aku ulangi untuk yang terakhir kalinya. Aku tidak akan menjadi temanmu lagi. Mulai sekarang, aku bukan temanmu lagi. Aku membencimu sampai mati!" Rey menegaskan sekali lagi.

Hana akhirnya berhenti menggedor pintu kamar Rey. Ia memundurkan langkahnya, hingga ia tersandung oleh salah satu kakinya sendiri. Hana hampir saja terjatuh, jika saja Izfan tidak menahan tubuh kecil Hana.

"Apa Hana baik-baik saja?" Izfan bertanya sekali lagi.

Hana tidak menjawab pertanyaan dari Izfan. Tatapannya tidak fokus, dan akhirnya... Hana menangis.

"Kak Izfan, ada apa sebenarnya dengan Rey? Kenapa dia jadi seperti ini? Sebenarnya, apa salahku? Aku tidak tahu kesalahanku, tapi tiba-tiba Rey membenciku. Kenapa dia membenciku?" Hana terisak.

Hana terlarut dalam tangisnya, karena ia telah kehilangan satu-satunya teman terbaik dalam hidupnya. Rey telah membencinya, sedangkan Hana sama sekali tak mengerti alasan Rey membencinya.

"Hana, shutt... berhenti menangis. Rey memang sengat sensitif akhir-akhir ini. Hana tahu sendiri alasannya. Kepergian ibunya, pasti membuat Rey sangat terpukul. Rey seperti itu, mungkin karena ia terbawa suasana. Jangan anggap serius perkataan Rey. Dia hanya sepontan terbawa emosinya. Sudah ya, jangan menangis." Izfan berusaha menghibur Hana dengan kata-katanya.

Meski terdengar masuk akal, Hana meragukan ucapan Izfan. Ia merasa bahwa Perkataan Rey bukanlah main-main. Rey sepertinya serius dengan perkataannya. Hana tak kunjung berhenti menangis.

Izfan yang masih sangat muda dan tidak terlalu sering bergaul dengan anak kecil pun kebingungan untuk meredakan tangis Hana. Ia mencoba menghibur dengan kata-kata, tindakan, tetapi Hana mengacuhkan semuanya.

Hingga pada akhirnya...

"Kak Izfan, aku mau pulang," ucap Hana.

"Baiklah, Kakak antar ya." Izfan menawarkan.

Hana menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku bisa pulang sendiri. Rumah Hana sangat dekat," ucapnya.

"Tapi tetap saja, Kakak tidak bisa berhenti untuk khawatir," ujarnya.

Hana tak lagi membalas ucapan Izfan. Hana berlalu pergi meninggalkan Izfan. Ia keluar dari rumah Rey dan kembali ke rumahnya. Sedangkan Izfan hanya bisa mengikuti Hana dari belakang, karena dia sangat khawatir dengan kondisi Hana. Di mata Izfan, Hana hanyalah gadis kecil yang tidak tahu apa-apa.

Rey dan Hana saat itu masih berusia 10 tahun, kelas 4 SD. Sedangkan Izfan saat itu masih berusia 22 tahun. Ia saat itu adalah seorang mahasiswa tahun terakhir.

Hana kembali ke rumahnya dan mendapati suasana rumah yang sama seperti sebelum ia meninggalkannya. Tentu saja kedua orangtuanya belum pulang dari pekerajaannya. Hana menilik secarik kertas yang disimpan rapi di atas meja ruang tamu.

Hana mengambil kertas itu dan membaca apa yang tertulis di atasnya.

"Hana, Ayah dan Ibu akan melakukan perjalanan bisnis. Ayah akan ke Jepang, sedangkan Ibu telah berangkat ke Prancis tiga hari lalu. Hana baik-baik saja di rumah, ya. Jangan lupa makan dan belajar. Hana pasti tidak akan kesepian, karena Hana memiliki teman seperti Rey."

Surat itu adalah surat yang ditulis oleh ayahnya untuk Hana. Di awal-awal Hana membacanya, ia tampak baik-baik saja dan merasa semua itu sudah seperti biasanya. Namun, di kalimat akhir, Hana tak kuat untuk membendung airmtanya.

"Rey tidak akan menjadi temanku lagi. Ayah pasti tidak akan pernah tahu hal ini. Ayah, aku tidak lagi memiliki seorang teman," gumam Hana.

Hana meringkuh di tempatnya. Hana yang telah berhenti menangis, akhirnya menangis kembali. Salah seorang pelayan yang melihat Hana menangis pun khawatir dan langsung menanyakan keadaan Hana.

"Nona muda, ada apa? Kenapa Nona menangis?" tanyanya.

"Aku baik-baik saja. Aku tidak apa-apa." Hana terhening sejenak. "Tidak, aku tidak baik-baik saja," sambung Hana.

Hana menangis di pelukan pelayan tersebut. Sedangkan pelayan itu tak bisa berbuat apa-apa, selain memeluknya.