Anya yang menatap kesal Genta karena ide buruk yang diberikan oleh Genta namun Anya juga merasakan kebahagiaan karena dirinya telah mengalami perubahan.
"Kamu yakin aku harus menyamar jadi seorang pria?" ucap Anya dengan kesal sambil bercermin melihat dirinya yang begitu buruk.
"Tidak suka dengan penyamaran ini? Aku pikir menjadi seorang pria tidak dapat kamu dikenali oleh keluarga kamu."
"Jika menjadi pria tampan dan berkharisma tidak apa-apa Genta, tapi ini aku menjadi pria jelek bahkan aku mengatakannya buruk rupa," jawab Anya menatap jijik gigi kelinci palsu yang dia pasang.
"Bukankah menjadi pria itu adalah keinginan kamu dulu?"
Mendengar pertanyaan Genta membuat Anya tiba-tiba saja murung, dia memang dulu ingin sekali menjadi seorang pria dari pada seorang wanita sebab sang Ayah pernah mengucapkan kalau lebih menyukai anak laki-laki dari pada wanita. Jika wanita tidak bisa melakukan segalanya dan sangat manja, bahkan Anya saja tidak akan mewarisi perusahaan milik keluarganya karena dirinya dianggap tidak bisa menjalankan itu semua. Karena itu semua Anya merubah sikapnya menjadi dingin dan bertingkah selayaknya seorang pria. Dia tidak pernah menghuni rok atau pakaian wanita, bahkan ketika sekolah terlalu sering Anya dihukum karena menggunakan celana dari pada menggunakan rok.
"Anya kamu sedih? Maaf aku tidak bermaksud.... "
"Tidak apa-apa, aku ingin kembali ke kamar dulu untuk mengambil tas," jawab Anya karena dia akan mencari kerjaan bersama dengan Genta. Entah dirinya akan melakukan pekerjaan apapun.
Genta yang menyadari rasa sedih pada dirinya Anya membuat dirinya merasa bersalah.
"Kak Anya marah ya?" ucap seseorang anak perempuan yang berada duduk di samping Genta.
Genta tersenyum dan menggelengkan kepalanya sambil menggerakkan tangannya menjawab pertanyaan adiknya itu. "Kak Anya tidak marah."
Dia yang lebih berdominan menggerakkan kedua tangannya dari pada suaranya sebab sang adik itu tidak bisa mendengar hal itu terjadi karena ada bagian dalam telinganya yang rusak akibat kecelakaan waktu itu.
Mereka kini berada di rumah kontrakan Anya, walau pun belum memiliki perlengkapan rumah tangga hanya ada alas untuk tidur saja sebab memang Anya tidak membawa apapun dari rumahnya hanya bermodal ponsel dan itu pun sudah Anya jual untuk membayar rumah kecil yang dia sewa dan membiayai hidupnya selama tak tinggal bersama dengan orang tuanya.
Genta dan adiknya yang bernama Meli tengah sarapan, lalu tidak lama kemudian Anya datang dengan membawa tas yang tadi dia ambil dari kamarnya.
"Aku sudah siap, aku akan tunggu depan," jawab Anya yang hendak melangkah namun tangannya digenggam kuat oleh Genta.
Anya terkejut, tidak pernah ada seseorang yang menyentuh dirinya.
"Kamu harus makan dulu Anya!"
"Tidak, aku sudah tidak begitu lapar," jawab Anya yang mencoba melepaskan tangan Genta sebab entah mengapa dia merasa gugup padahal dulu saja terlihat biasa-biasa saja.
"Tapi makanan ini kamu yang beli semua," jawab Genta merasa tidak enak dengan makanan enak yang dibelikan oleh Anya dengan uang penjualan ponsel Anya.
"Memang aku belikan untuk kamu dan Meli sebagai ucapan terima kasih," jawab Anya dan langsung saja pergi keluar setelah berhasil melepaskan tangan Genta.
Genta pun takut jika Anya marah kepada dirinya karena ucapan tadi. "Meli, kamu makan ya nanti jangan mencuci piring," ucap Genta sambil menggerakkan kedua tangannya.
Meli menganggukkan kepalanya, Genta memang tak pernah mengizinkan adiknya untuk melakukan aktivitas lain dan bahkan dia yang saat ini tengah mengumpulkan uang untuk sekolah adiknya. Bahkan biaya yang mahal karena adiknya akan dimasukkan ke sekolah yang berbeda mengingat kalau adiknya itu memiliki kekurangan.
Genta yang sedang berjalan dan melihat Anya sedang menunggu dirinya di samping motor milik Genta.
"Anya maaf sudah lama menungguku," ucap Genta.
"Hmmm.... " Anya yang memang terlihat kesal dengan ucapan Genta tadi walau ucapannya itu benar.
"Maaf ya soal tadi, aku tahu kamu marah denganku," ucap Genta. Namun Anya hanya diam saja tanpa merespon ucapan permintaan maaf Genta.
Melihat Genta yang dengan tulus meminta maaf terhadap Anya membuat Anya menganggukkan kepalanya, lagi pula Genta tidak salah karena dirinya yang salah sebab terbawa perasaan.
"Sudah ayo naik!" Perintah Genta dengan tersenyum manis meminta agar Anya naik ke atas motornya.
Anya terdiam sejenak, dia memang sahabatan dengan Genta namun dirinya sama sekali tak pernah naik motor seperti milik Genta. Dan jika dilihat motor Genta seharusnya tak layak dipakai.
Genta yang menyadari arti tatapan Anya terhadap motornya pun membuatnya menghela nafas sebab dia harus banyak-banyak sabar dengan wanita yang saat ini bersamanya.
"Aku tahu kamu belum terbiasa tapi tenang motor ini aman kok," celetuk Genta sehingga membuat Anya terkejut.
Anya pun naik dengan memeluk pinggang Genta dengan erat, ya dia sangat takut jika dirinya terjatuh nanti. Sedangkan Genta dari balik helmnya hanya mengulum senyum.
***
Menatap bingung dengan gedung yang menjulang tinggi dihadapannya itu.
"Kenapa kamu membawa aku ke rumah sakit Genta?" tanya Anya dengan tatapan penuh kebingungan.
Genta memutar tubuhnya sehingga membuat Anya menepuk jidatnya setelah menatap pakaian yang digunakan oleh Genta.
"Jadi kamu kerja di rumah sakit ini?" tanya Anya saat mengetahui maksud Genta membawanya ke rumah sakit ini setelah melihat tulisan, "Team Kerja Arkasa Hospital." celetuk Anya sambil membaca.
"Iya Anya kamu banyak sekali bicara ya," jawab Genta sambil membuka helmnya.
"Lalu aku?" tanya Anya dengan bingung apa untungnya dia berada di sini karena seharusnya Anya berkeliling mencari kerja.
"Ikut saja dulu nanti aku akan memberitahukan kamu untuk apa kamu berada disini!" Genta sontak langsung saja menarik tangan Anya dan Anya tidak bisa memberontak.
***
Wajah senang terlihat pada diri Anya, walau pun dirinya harus berpura-pura menjadi seorang pria karena memang di tempat ini hanya membutuhkan karyawan pria.
Dia tidak peduli jika harus menjadi Office Boy saat ini yang terpenting adalah uang yang akan digunakan untuk membiayai hidupnya selama tidak tinggal di rumah.
Tok!
Tok!
Anya yang sedang merapikan dapur tiba-tiba saja mendengar suara ketukan pintu. Sontak membuat dirinya mengatur nafasnya karena dia merasa sangat gugup menghadapi ini dan Anya juga takut jika nanti dirinya ketahuan kalau ternyata Anya adalah seorang wanita bukan pria.
"Permisi Pak."
Dia pun sontak langsung saja membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa yang mengetuk pintu dan bersuara itu.
Anya yang telah membalikkan tubuhnya terkejut dengan seseorang yang berada dihadapannya saat ini. Matanya yang seketika membulat karena terkejut dan tangannya terkepal takut.
"Kenapa dia ada disini? Bagaimana jika terbongkar penyamaran aku ini? Apa dia akan memberitahukan kedua orang tuaku?" ucapnya dalam hati dengan menatap wajah pria itu.
"Halo, kamu tuli?"