Tak bisa dipungkiri jika semua terjadi begitu cepat. Wajah pucat dengan kedua mata yang sembab terlihat begitu jelas, Anya sangat sedih dan menyesali apa yang telah dia lakukan. Tidak seharusnya dia pergi dari rumah bahkan ketika Ayahnya sakit dia tak berada di samping Ayahnya.
"Bunda sengaja melakukan pemakaman ini tanpa orang lain, hanya keluarga dekat saja yang datang. Karena Bunda tak mau ada rumor yang beredar atas kepergian Ayahmu."
Anya tampak dia tak merespon ucapan Bundanya. Dia yang terduduk lemas di samping makam sang Ayah hanya bisa menangis menyesali semua yang telah terjadi.
"Tante lebih baik jangan bicara tentang hal itu terlebih dahulu," ucap Ando karena merasa kasihan melihat Anya yang tampak terlihat sangat terpuruk.
"Kenapa? Dia yang menyebabkan Ayahnya tiada, coba saja kamu Anya menyetujui perjodohan itu dan tak pergi dari rumah pasti Ayah kamu saat ini berada di samping kita semua," jawab Bunda Anya yang juga merasa terpuruk karena telah kehilangan Suaminya.
"Maafkan Anya Bun, tapi jika Anya menerima perjodohan ini apa Ayah akan kembali? Tentu tidak, tapi kalian semua tenang saja Anya akan menerima perjodohan ini untuk Ayah." Tampak terlihat begitu menyedihkan apalagi saat ini cuaca tengah tidak baik-baik saja. Mereka semua diguyur oleh air hujan.
Seseorang pria yang sejak tadi berdiri dan mendengar itu semua terdiam sejenak lalu dia melanjutkan langkahnya untuk mendekati Anya.
"Anya, aku turut berdukacita atas kepergian Ayah kamu. Maaf seharusnya aku mengembalikan kamu dengan cepat," ucap Genta yang tiba-tiba saja datang.
Anya tak melirik Genta sedikit pun, dia hanya terfokus dengan makam Ayahnya. Bahkan tubuh Anya yang basah kuyup tak dipedulikan oleh dirinya sendiri, dan semua orang menggunakan payung hanya Anya saja yang tidak. Bukan tanpa sengaja mereka membiarkan Anya terkena air hujan namun sikap Anya yang keras kepala terus saja menolak.
Sedangkan Genta masih berdiri di sana, dia menunggu Anya menatapnya namun rasanya sangat percuma saja dia menunggu jika Anya sudah benci karena dirinya. Bahkan kehadirannya saja tak dipedulikan seperti baju lama yang sudah kusam dibuang begitu saja.
Genta pun melangkah pamit setelah berpamitan dengan Bunda Anya.
"Anya Bunda harus berbicara, tak usah kamu terlalu larut sedih seperti ini karena Ayah kamu juga akan sedih melihat kondisi kamu. Kita harus pulang Anya!" ucap sang Bunda yang hendak menggenggam tangan Anya dan menarik untuk berdiri namun tak ada gerakan sedikit pun sehingga membuatnya merasa khawatir. "Anya... Anya... kamu kenapa?" Teriakan panik terdengar oleh mereka semua yang ada di sana.
Genta yang belum melangkah jauh dapat mendengar suara Bunda Anya, dia pun berlari kembali. Namun langkahnya tiba-tiba saja terhenti ketika melihat Anya yang sudah berada di gendongan Ando.
"Keputusan aku benar kalau Ando itu pria yang baik bagi Anya dan dia tak sebanding dengan diriku," ucapnya ketika melihat Ando yang menggendong Anya melewatinya.
Hujan deras ini menjadi tanda air mata semua orang yang sedang sedih kehilangan seseorang yang mereka cinta.
***
Dia masih belum yakin kalau ini semua adalah kenyataan karena Anya menganggap kalau kejadian tadi hanyalah mimpi. Bahkan Anya berharap kalau dia bisa bangun dari mimpi buruknya secepatnya. Namun terlihat begitu sulit jika ini semua adalah sebuah kenyataan. Ayah Anya benar-benar pergi, tawanya dan amarahnya adalah sebuah kerinduan bagi Anya. Tak ada lagi sosok pria tua yang tegas terhadap dirinya.
"Hiks... hiks... jika Ayah kembali aku akan menerima perjodohan ini, aku mohon," ucap Anya dalam kamar. Bisakah dia berharap terhadap sesuatu yang tak mungkin?
Tidak lama kemudian pintu kamar Anya terketuk oleh seseorang.
Tok!
Tok!
Terpaksa bangkit berdiri, tubuhnya yang sudah sangat lesu dan bahkan pakaiannya masih basah. Mungkin belum digantikan dan suara ketukan itu pasti pembantunya yang akan memberikan pakaian baru Anya.
"Dimana pakaianku?" tanya Anya dengan wajah datar. Saat dia membuka pintu rupanya bukan pembantu seperti yang dia duga, namun melainkan Ando calon Suaminya. "Mau apa kamu?" tanya Anya kepada Ando yang juga berwajah datar bahkan dingin.
"Pakaian untukmu," jawab Ando dengan mengulurkan sebuah pakaian yang akan digunakan untuk Anya sebagai ganti pakaian yang basah.
Anya menerima pakaian tersebut. Entah apa yang ada dipikirannya sekarang, jika Anya dan Ando menikah apakah rumah tangganya tidak hancur karena sikap dingin mereka berdua? Jika diibaratkan keduanya adalah adalah sebuah es batu yang sama-sama dingin lalu jika dimasukkan ke dalam wadah, bukankah wadah itu akan memiliki suhu yang lebih dingin? Sama seperti Anya dan Ando, mereka memiliki sikap yang sama.
"Tunggu!" Anya menghentikan langkah Ando.
Ando pun menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya, dia menatap juga sambil menunggu apa yang ingin diucapkan oleh Anya.
"Apakah kamu akan menyetujui perjodohan ini? Bahkan kita tak saling memiliki perasaan satu sama lain dan itu bisa diartikan kalau kita menikah dengan cara terpaksa."
Ando menatap Anya, sedangkan Anya terkejut melihat reaksi Ando yang menatapnya bahkan berjalan mendekati dirinya.
"Apa?" tanya Anya.
"Bagaimana bisa aku menolak ketika melihat seorang Ayah yang sedang menangis karena kepergian putrinya dan bahkan di saat kepergiannya dia hanya meminta saya untuk menjadi Suami kamu Anya."
"Kamu sudah menolaknya saat itu, tapi kenapa kamu menerimanya kembali? Kau merasa kasihan terhadap Ayahku dan mungkin juga aku?" cetus Anya dengan wajah yang terlihat buruk. Pakaian yang digunakan saat ini basah, rambutnya yang tak tertata rapi bahkan matanya terlihat sangat sembab.
"Kau akan tahu jawabannya jika kamu ingin mendengarkan, aku tunggu kamu di perpustakaan rumahmu!"
Ando pergi setelah mengucapkan itu semua, dia memang saat ini sedang berada di rumah Anya dan bukan hanya dirinya saja Ayah juga Ibunya ikut menginap.
Kepergian Ando membuat Anya kembali sedih mengingat Ayahnya.
Sudah pasti Ayahnya sangat khawatir dan sedih terhadap kepergian dirinya. Mungkin permintaan terakhir sang Ayah adalah perjodohan ini.
Anya masuk ke dalam kamarnya kembali untuk mengganti pakaiannya yang sudah basah kuyup.
***
Menatap banyaknya uang di hadapan matanya itu membuat Genta merasa sangat bersalah dan dia juga sangat menyesal.
Jika Anya bersamanya dan mengetahui perasaan yang telah lama disimpan oleh Genta apa mereka berdua akan tetap menjadi sahabat? Walau baru beberapa Minggu terjalin. Namun jika rasa yang disimpan ini sudah ada sejak lama.
"Uang ini memang sangat berguna untuk keperluan adikku, mungkin suatu hari nanti Anya akan mengerti kenapa aku menerima tawaran ini."
Berharap agar Anya dapat memaafkannya walau terlihat begitu sulit. Dia menatap foto Anya yang dirinya ambil secara diam-diam. "Aku akan membawa foto ini sebagai kenang-kenangan," ucapnya.
Namun dia tiba-tiba saja terkejut ketika mendengar suara benda yang terjatuh.
Brak!