Suara tangisan bayi laki-laki terdengar begitu keras dan belum lagi anak perempuan yang saat ini tengah berteriak-teriak mencari dasi.
"Mama dasi aku dimana?"
Sudah sangat lelah dan kepalanya ingin pecah mengerus rumah tangga ini, semua sulit dia lakukan. Dirinya yang tak bisa memasak, megurus anak bahkan membersihkan rumah karena selama bersama dengan orang tuanya dulu dia tak pernah melakukan pekerjaan rumah sedikit pun sebab terbiasa dengan para pelayan rumah.
"Anya tolong bantu pakaian aku, sudah telat nih."
Sedangkan suara teriakan sang Suami dari kamarnya membuat seorang wanita muda yang menyandang status seorang Istri itu terlihat sangat kesal.
Dengan menggendong bayinya sambil mencari dasi sang putri kecilnya.
"Mama cepetan!" ucapnya dengan kedua bola mata yang sudah berkaca-kaca.
"Sabar sayang, ini Mama sedang mencari dasi kamu," jawabnya dengan mencoba sabar.
Dia yang begitu kebingungan mencari dasi anaknya dan disisi lain bayi mungilnya tengah menangis kehausan.
Brak!
Pintu terbuka lebar dengan kasar, Anya dan kedua anaknya terkejut bahkan anaknya yang bayi sampai menangis dengan sangat kencang tidak seperti sebelumnya.
"Anya kamu tak mendengar perintah aku sejak tadi ya? Aku mencari pakaian kerja, tolong cepatlah kau terlihat buruk untuk menjadi seorang Istri. Aku ada rapat hari ini," ucapnya dengan suara yang keras.
Anya tampak ingin marah dengan perlakuan kasar Suaminya. Apa Suaminya itu tak bisa melihat kalau dirinya saat ini juga tengah sibuk mengurus kedua anaknya? Ditambah bayi besar satu ini, siapa lagi kalau bukan Suaminya Ando.
"Ayah, Mama jangan bertengkar! Aku harus berangkat sekarang kalau tidak telat.
"Dengarkan apa ucapan putri kita? Dia akan telat dan aku juga akan telat rapat, tidak bisa apa-apa kamu menjadi Istriku menyesal aku sudah dijodohkan."
Tampak kesal dan emosi, Anya mengangkat kedua tangannya dan melayangkan tangannya hingga mengenai pipi Hito.
Plak!
Sedangkan Suaminya bernama Hito mendapatkan perlakuan kasar dari Istrinya. Dirinya seolah-seolah tak dihargai, tidak terima karena diperlukan seperti itu sehingga dirinya membalasnya.
Bruk!
Anya terjatuh, namun yang membuat Anya terkejut bukan karena dirinya merasa sakit ketika diperlakukan seperti layaknya bukan seorang Istri namun karena bayinya juga terjatuh bahkan terbentur.
"Sayang bangun!" ucapnya karena tak mendengar suara tangis bayinya.
"Sayang.... "
Dia meneteskan air matanya ketika tak merasakan hembusan nafas sedikit pun.
"Tidak.... " Anya berteriak setelah membayangkan yang seharusnya tak dia bayangkan.
Sontak karena terkejut dengan suara teriakan Anya membuat Ando mendadak menginjakkan rem. "Kamu kenapa si Anya buat aku terkejut saja?" tanyanya dengan kesal.
Anya pun juga terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan oleh Ando. Entah menatap Anya harus membayangkan ketika dirinya menikah dengan Ando dan memiliki dua anak yang menurutnya sangat merepotkan.
"Anya aku bertanya kamu kenapa?" tanya Ando yang terlihat sangat marah.
Anya menatap tajam Ando, dia tidak ingin menikah dan hidup tak bebas dengan Ando apalagi saat dirinya telah mempunyai anak. Yang dia bayangkan baru dua anak, lantas bagaimana jika lebih dari dua anak apakah dirinya akan tersiksa?
"Aku tidak mau menikah dengan kamu dokter Ando," ucap Anya tiba-tiba.
Ando yang mendengar ucapan Anya itu mengerutkan keningnya bingung. Apa yang terjadi dengan Anya tiba-tiba saja tidak ingin menikah dengan dirinya, lalu itu berarti perjodohan itu akan batal?
Janji yang sudah Ando buat kepada Ayah Anya harus dia tepati.
"Kenapa kamu tak mau menikah denganku? Perjodohan kita harus tetap terjalin Anya dan itu artinya kamu harus menikah denganku!"
Anya yang tampak bingung bagaimana menjawab pertanyaan Ando, tidak mungkin dia menceritakan kalau dirinya tadi membayangkan saat dimana dia dengan dokter Ando menikah dan memiliki beberapa anak membuatnya terlihat kesulitan juga tak bisa bergerak bebas.
"Memangnya kamu mau menikah dengan wanita seperti aku? Bukankah kita tak saling cinta, jadi untuk apa menikah?" jawab Anya.
Ando terdiam sejenak, dia juga tak ingin menikah dengan wanita seperti Anya namun bukan itu alasannya, Ando sudah terikat janji. "Kamu bukan tipe aku Anya, tapi aku sudah terlanjur berjanji. Jadi maaf jika pernikahan ini harus segera dilakukan, ingat persiapannya akan dilakukan sebentar lagi," jawab Ando dan kembali melanjutkan perjalanannya untuk pulang ke rumah Anya.
Walau tangan Ando terluka karena pisau tadi namun dia berusaha untuk menahan rasa sakitnya.
***
Sampainya mereka di rumah Anya yang masih saja menekuk wajahnya karena dirinya tampak kesal dengan Ando yang tak mau mengikut ucapannya.
Berpikir sejenak untuk mencari cara bagaimana pernikahan mereka nanti harus kandas hingga akhirnya sebuah ide muncul.
"Dokter Ando yang terhormat jika kami ingin tetap menerima perjodohan ini dan kita terpaksa menikah maka aku akan menyetujuinya, namun kamu harus mengikuti rencana aku!"
Ando menatap bingung ucapan Anya uang yang berbelit-belit. "Maksudnya apa? Bicaralah langsung pada intinya Anya!"
"Kita berdua akan menikah, namun saat kita menikah nanti dalam beberapa bulan kita berdua harus berpisah dan tentunya orang tua kamu tidak akan setuju begitu juga dengan Bunda aku. Jadi aku ingin melakukan suatu cara agar mereka berdua kecewa dengan apa yang kita lakukan berdua."
"Langsung pada intinya Anya!" Ando kesal. Mereke berdua yang masih berada di dalam mobil karena pembicara ini harus dilakukan secara empat mata dan tak ada yang akan mendengarnya karena ini termasuk rahasia.
"Kita masing-masing akan berselingkuh maka dengan itu orang tua kamu akan benci dengan aku begitu pula sebaliknya."
Mendengar rencana Anya membuat Ando menganggukkan kepalanya, dia memang tidak ingin menikahi Anya jika bukan ini karena sebuah janji. Lagi pula dia berjanji akan menikah saja tidak untuk berselingkuh atau bercerai. Ando juga ingin hidup bahagia dengan wanita pilihannya.
"Oke, jika kamu juga setuju. Aku pamit," ucap Anya dan turun untuk masuk ke dalam rumahnya sedangkan Ando pergi karena ada urusan.
Selama perjalanan menuju kamarnya dengan hati-hati karena takut jika kedatangannya di denger oleh sang Bunda sebab jika itu terjadi pasti Bunda Anya akan bertanya hal-hal yang membuatnya kesal.
Saat hendak menginjakkan kakinya pada anak tangga pertama tiba-tiba saja ponsel berdering dan Anya pun mengambil ponselnya dari saku celananya.
Tak tertera nama ataupun nomor yang disimpan. Nomor yang tak dia kenal itu membuatnya bertanya-tanya.
"Halo," ucap Anya.
Tetapi keadaannya hening karena tak ada yang menjawab sapaan Anya.
"Halo, ini siapa ya?" tanya Anya sekali lagi.
Masih sama seperti tadi, tidak ada yang menjawab pertanyaannya sehingga Anya terpaksa mematikan sambungan teleponnya. "Ccckkk... dasar orang iseng," ucap Anya sambil melangkah.
Namun baru beberapa tangga dia menginjakkan kakinya tiba-tiba saja dirinya terkejut ketika melihat sang Ayah yang tengah menatapnya di balik tembok padahal baru kemarin Ayahnya tiada.
Karena terkejut membuat Anya tiba-tiba saja memundurkan langkahnya dan terjatuh hingga terguling.
Bugh!
Kepalanya terbentur hingga meninggalkan banyak darah. Bahkan pandangan yang buram membuat dirinya masih bisa melihat sosok Ayahnya yang saat ini tengah membantunya.
"Kamu baik-baik saja Anya?"