Chereads / I LOVE YOU MAS DOKTER / Chapter 20 - Tak Mau Berbagi Kamar Bersama

Chapter 20 - Tak Mau Berbagi Kamar Bersama

Langkahnya tak bisa dia hentikan, dirinya mondar-mandir bingung harus keluar untuk makan malam atau mungkin diam saja di kamar ini dengan perut yang keroncongan ingin makan. Tapi jika dia berada di ruang makan tentu saja dirinya bertemu dengan Ando sang Suami. "Jika aku bertemu dengannya maka aku malu," jawabnya dengan kedua pipi yang merah seperti kepiting rebus.

Tetapi dia tak ingin jika harus kelaparan dan dengan terpaksa Anya keluar dengan perasaan yang sangatlah gugup apalagi dirinya tak henti-henti mengingat kejadian tadi.

Melangkahkan kakinya melewati anak tangga dan dari atas sana dia dapat melihat seluruh keluarganya yang telah kumpul di ruangan makan, namun tiba-tiba saja matanya menyipit ketika melihat sosok yang amat dia sayangi dan rindukan berada di salah satu dari mereka.

Air matanya sudah mulai menetes, wajahnya kian pucat. Hatinya pun terus-menerus mengucapkan tanda tanya. Benarkah itu Ayahnya? Atau ini semua hanya bayangannya saja?

Semakin mendekat semakin terlihat jelas, terlebih lagi melihat senyumannya. "Ayah...  Ibu aku melihat Ayah," ucap Anya berhenti mematung dengan tubuh yang begitu lemas saat melihat sang Ayah yang telah tiada. Dia benar-benar melihatnya dan mungkin setelah memberitahukan Ibunya maka tentu saja sang Ibu tak percayalah begitu juga dengan yang lainnya.

Melihat Anya yang tampak bahagia dengan tangisan air mata membuat semua orang yang berada di sana merasa bersalah.

"Anya ini Ayah," ucapnya sehingga membuat Anya menganggukkan kepalanya.

Walau ini hanyalah sebuah halusinasi atau bayangan saja namun Anya tetap bahagia. "Aku tak peduli jika saat ini aku berhalusinasi atau sejenisnya, tapi aku sangat bahagia bisa melihatmu. Aku merindukanmu Ayah," jawab Anya dan langsung saja memeluk tubuh sang Ayah.

Pelukan itu terasa begitu nyaman dan nyata, Anya bahkan menginginkan jika ini semua bukanlah halusinasinya melainkan sebuah kenyataan untuknya.

"Ayah, maafkan aku karena tak mendengar ucapan dan seluruh nasihat kamu. Aku sudah menerima perjodohan ini sesuai dengan ucapan Ayah, lihat aku sudah menikah dengan pria tua itu," jawab Anya menunjukkan cincin pernikahannya dengan Ando kepada sang Ayah.

Bukan hanya Anya dan Ayahnya saja yang menangis, seluruh keluarganya yang berada di ruangan tersebut juga merasakan apa yang dirasakan oleh Anya.

"Iya Anya, Ayah tahu dan Ayah minta maaf kepadamu," jawab Ayah Anya dengan menangis.

"Tidak, Ayah jangan meminta Maaf aku lah yang harus meminta maaf. Jangan pergi," celetuk Anya dengan memeluk kembali.

"Ayahmu tak akan pergi Anya, dia akan berada kembali disisimu," cetus Bunda Anya sehingga membuat Anya sontak langsung saja menatap sang Bunda.

Terdiam dengan air mata yang bergelinang karena ucapan Bundanya barusan. Dia bingung apa maksud semuanya? Dan bahkan semuanya menangis, apa mereka juga bisa melihat Ayah Anya? Lalu itu berarti ini semua bukanlah sebuah halusinasi Anya saja, tetapi sungguhan.

"Ayah kamu masih hidup Anya," ucap Bundanya sehingga membuat Anya bingung.

"Maksud Bunda apa? Ayah maksudnya apa?" tanya Anya kepada kedua orang tuanya. Wajah terkejut dengan kenyataan ini walau Anya memang menginginkan itu semua.

"Lebih baik kamu duduk terlebih dahulu Anya, dengarkan Bunda yang akan menjelaskan semuanya!" Ajak Ando dengan menuntun Anya untuk duduk di sampingnya.

Anya mengikuti ucapan Suaminya, dia bahkan sampai melupakan apa yang terjadi tadi antara keduanya.

"Jelaskan!" cetus Anya dengan kedua mata yang sembab.

***

Kesal dan marah dengan semua orang yang berada di rumahnya ini karena telah berbuat seperti itu. Kematian tak bisa menjadi permainan? Hanya orang bodoh yang melakukannya. Bahkan Anya tak menyangka jika mereka semua membohongi dirinya hanya agar dia menerima perjodohan ini, ya rencana bodoh sang Ayah membuat Anya tentu saja marah.

Mereka tak mengetahui bagaimana sedihnya Anya dan dia bahkan hampir gila karena kehilangan sang Ayah, namun rupanya kematian itu hanyalah pura-pura.

"Hiks... hiks... hiks.... " Anya menangis tak henti-henti di dalam kamar. Setelah tadi mendengarkan penjelasan Bundanya tentang kematian palsu Ayahnya dan saat itulah Anya langsung masuk ke dalam kamar tanpa mengisi perutnya sedikit pun. Dia benar-benar sangat kecewa karena telah dibohongi.

Tok!

Tok!

"Aku Ando, apa aku boleh masuk ke dalam?" tanya Ando dengan mengetuk pintu karena saat ini dia lah yang tengah ditugaskan untuk memenangkan Anya sebab sekarang statusnya telah menjadi Suami Anya.

Terdiam di depan kamar dan tak ada jawaban dari dalam membuat Ando sedikit kesal.

"Aku harus masuk ke dalam," jawab Ando dengan menyentuh knop pintu namun tiba-tiba saja dia kembali menyingkirkan tangannya. "Bagaimana jika kejadian tadi terulang? Jika aku melihat untuk kedua kalinya, mungkin saja aku tak bisa mengontrol diriku," ucapnya ketika mengingat betapa indahnya tubuh Anya walau hanya sesaat. "Tapi tidak mungkin Anya mandi lagi, sudah jelas-jelas dia menangis," jawabnya kembali karena dia mendengar suara tangis Anya.

Ando pun membuka pintu kamar dan masuk ke dalam. Dia melihat Anya di atas ranjang dengan wajahnya yang ditutupi selimut.

"Sudahlah jangan menangis!"

Ucapan Ando barusan tak dipedulikan oleh Anya sehingga membuat Ando terpaksa memutar otaknya mencari cara agar Anya mau berbicara dengan dirinya dan dia mencoba menghilangkan rasa sedih Anya. Ya, dia melakukan hal ini karena terpaksa dan atas perintah orang tuanya juga dengan kedua mertuanya.

"Dasar wanita cengeng," ucapnya kembali sehingga membuat Anya menunjukkan wajahnya yang begitu menyedihkan.

Kedua mata yang sembab dan membengkak akibat menangis begitu juga dengan hidungnya memerah. "Jika kau berada di posisiku maka kamu juga akan seperti ini, sudahlah pergi dari sini! Aku tak ingin diganggu!" cetus Anya dengan menatap wajah Ando.

"Untuk apa aku pergi dari sini? Ini kamarku," jawab Ando dengan santai dan bahkan santainya juga dia langsung saja naik ke atas ranjang, lalu meletakkan tubuhnya disamping Anya. Hal itu sontak mengundang amarah Anya.

"Aku tak mau membagi ranjang dengan kamu ya Om Tua!" cetusnya sambil mendorong tubuh Ando yang sudah terlentang di atas ranjangnya.

"Aku ini Suami kamu dan jika tak mau satu ranjang, maka kamu saja yang pergi!" jawab Ando dengan kesal.

Anya mengepalkan tangannya dengan begitu kuat, dia menatap Ando dengan tajam menggunakan kedua matanya yang sembab.

"Kau itu banci ya? Aku ini seorang wanita, masa kamu seorang pria tak mau mengalah dengan aku," cetus Anya dengan berkata kasar.

"Kau tak ada sopan santun sedikit pun terhadap Suami kamu Anya!"

Kini mereka berdua saling tatap satu sama dengan tatapan kesal bercampur marah.

Dengan menahan emosi agar tak bertengkar karena Anya saat ini sangatlah malas, suasana hatinya tak begitu baik jika harus bertengkar. "Dokter Ando yang terhormat bisakah anda tak tidur di ranjang ini?" ucapnya dengan begitu lembut namun terlihat sangatlah terpaksa.

"Tentu saja tidak bisa," jawab Ando dan memejamkan kedua matanya sehingga membuat Anya terpaksa berdiri.

Dia berloncatan di atas ranjang sehingga membuat Ando merasa terganggu karena tubuhnya bergetar.

"Kau tidak bisa diam Anya? Cepat hentikan!" cetusnya dengan kesal.

Karena Anya menghiraukan ucapannya sehingga membuat Ando terpaksa mengambil sebuah keputusan. Dia menarik kaki Anya dengan tangannya sehingga Anya kehilangan keseimbangan.

Bugh!