Anya menutup matanya berharap agar ada orang lain yang akan membantunya.
Bugh!
Dia membuka kedua matanya perlahan-lahan ketika tak merasakan tangan yang menyentuh dirinya, terlebih lagi dia mendengar suara orang yang sedang berkelahi.
Mata Anya membulat melihat seseorang pria bertubuh tinggi tengah bertengkar dengan beberapa pria yang tadi hampir melecehkan dirinya.
Menatap takjub dengan pria asing itu namun tiba-tiba saja pria itu terjatuh dan dipukuli dengan ramai-ramai.
"Aku harus menolongnya," ucap Anya dan berlari untuk membantu pria asing itu. Dia tidak mungkin membiarkan pria yang membantunya kehilangan nyawa karena dirinya.
"Dasar pengecut beraninya main keroyokan," celetuk Anya dengan tatapan yang datar.
Pukulan beberapa pria jahat itu berhenti, dia menatap Anya dengan tatapan kesal sebab tak suka dengan ucapan Anya tadi yang mengatakan mereka adalah para pengecut.
"Dasar wanita jalang, jika bukan karena perintah ayamu dan aku membutuhkan uang tidak akan aku melakukannya," ucapnya dengan kesal dan terlihat sangat marah.
Anya tertawa terbahak-bahak, memang terbukti uang adalah hal utama yang terpenting dalam hidup seseorang. "Manusia miskin dan aku yakin mencari sesuap nasi saja pasti menjual diri atau anakmu juga ikut dijual?" Ucapan pedas Anya membuat amarah para pria berbadan besar itu bertambah.
Mereka melangkah mendekat Anya.
Bugh!
Pukulan melayang. Namun dengan cepat Anya menghindar. "Kalau berani jangan bawa pasukan, satu lawan satu!"
Anya melawan salah satu pria itu dia yang nampak terlihat pandai berkelahi. Keringat menetes membasahi pelipis Anya sehingga membuat Anya terlihat lebih cantik dari sebelumnya. Riasan wajah naturalnya dan tubuhnya yang tinggi ditambah dengan berat badan yang terlihat ideal membuat Anya terlihat bagaikan seorang idol.
"Bagaimana mau bermain lagi dengan aku? Dan kalian aku tantang satu lawan satu!" Mendengar ucapan Anya bukannya melawan satu persatu namun justru mereka semua maju mengeroyok Anya.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Bayangkan bagaimana seorang wanita yang dipukuli oleh banyak pria, wajahnya yang cantik kini terdapat banyak luka lebam.
Tubuhnya yang lemas dan lelah, pandangannya terlihat kabur dan semakin lama menjadi gelap hingga akhirnya kedua matanya menutup.
***
Bau obat-obatan tercium dengan begitu menyengat, matanya yang masih tertutup dan kedua orang tuanya yang kini tengah menunggu putri semata wayangnya tersadar dari pingsannya, terlebih lagi dengan seorang pria yang berdiri di samping brankar milik Anya. Terlihat tampak dekat dengan keluarga Anya bahkan rela menunggu Anya sadar.
"Terima kasih ya udah bantu Anya, kamu sudah makan?"
"Sudah Om," jawab pria itu.
"Apa kedua orang tua kamu sudah memberitahukan sesuatu?"
"Sudah Pak, saya sudah mengetahuinya."
Jawaban pria itu dengan wajah datarnya seperti setiap saat dia lakukan.
Sedangkan Ayah Anya yang melihat raut wajahnya takut jika tidak menyetujui apa yang telah janji kedua keluarga yang mereka buat.
"Arghhh ... kepalaku sakit," ucap Anya sambil menyentuh kepalanya yang berdenyut.
Semua sontak terkejut dengan Anya yang telah sadar.
"Sayang kamu tidak apa-apa? Yang mana yang sakit?" ucap sang Ibu.
Anya menganggukkan kepalanya, "Kepala Anya sakit, Ayah maaf dengan sikap Anya tadi karena Anya tidak ingin diatur," celetuk Anya ketika melihat wajah sang ayah yang nampak datar. Anya yang sangat yakin kalau Ayahnya pasti marah dengan apa kejadian yang baru saja terjadi.
Masih menunggu jawaban ayahnya yang menerima permintaan maaf Anya, akan tetapi sang ayah terus saja terdiam. Dan pandangan Anya kini teralihkan kepada seseorang pria yang berdiri tepat berada di samping brankarnya, merasa tidak asing dengan wajah pria itu.
"Kamu siapa?"
"Dasar Anya bodoh, dia itu pria yang sudah membantu kamu!" celetuk Ibunya dengan kesal.
"Yang membantuku?"
"Dia Ando calon Suami kamu."
Suara sang ayah akhirnya bisa dia dengar, namun ucapannya justru membuat Anya terkejut.
Anya menatap dengan intens pria yang bernama Ando itu dan dalam hitungan detik dia tertawa terbahak-bahak. "Hahahaha.... "
"Kepala Ayah terbentur ya? Tidak mungkin pria seperti ini adalah calon Suami Anya, lagi pula Anya masih sekolah dan Anya saja baru pertama kali mengenalnya. Kalau bercanda suka bikin orang jantungan," ucap Anya sambil menahan tawanya melihat wajah pria itu.
Tampan memang iya, namun jika Anya lihat lebih lekat lagi sepertinya pria itu memiliki umur lebih tua dari dirinya.
"Anya jaga sikap kamu sama Ayah!" cetus ibu ketika melihat sikap sang putri yang tak memiliki sopan santun.
Anya yang tadi sedang berbaring dia terduduk dan kepalanya yang berdenyut kini sudah membaik. "Maaf Ibu, tapi tadi Ibu dengar tidak ucapan Ayah? Kalau pria ini adalah calon suami Anya." Anya berucap dengan menatap pria itu dari atas hingga bawah.
Sedangkan Ando yang melihat dirinya ditatap seperti itu oleh Anya terlihat kesal, memangnya apa yang salah dari dirinya. Pakaian yang digunakan tidak salah, dia jua tidak memakai kostum badut.
"Ayah tidak bercanda, dia adalah Ando anak dari teman Ayah yang akan dijodohkan oleh kamu!"
"Yayaya ... terserah Ayah saja, bercandaan Ayah itu garing," celetuk Anya dengan menggelengkan kepalanya.
Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu.
Tok!
Tok!
Sontak semua memutarkan kepalanya dan melihat ke sumber suara. Dua orang pasangan berumur masuk ke dalam ruangan Anya.
Anya yang terlihat bingung kenapa bisa ada orang asing yang masuk ke dalam ruangannya dan yang paling membingungkan adalah ayahnya juga dengan sang ibu diam saja.
"Ayah ... Bunda.... "
Mendengar pria bernama Ando yang memanggil Ayah dan Bunda kepada pria dan wanita tua yang baru saja datang membuat Anya mengerutkan keningnya.
"Anya, ini Om Iyan dan Tante Astrid dia adalah orang tua Ando." Ayahnya memperkenalkan kedua orang itu para Anya.
"Anya tidak mengenalinya lagi pula apa mengenal nama mereka itu penting?" cetus Anya dengan jutek.
Ayah dan ibunya terkejut dengan ucapan sang putri mereka yang memang tidak memiliki sopan santun terhadap orang yang lebih tua.
"Anya jaga sikap kamu!" ucap Ayah Anya dengan tatapan tajam.
"Untuk apa jaga sikap? Jika mereka tidak ingin memiliki menantu yang sikapnya buruk seperti Anya biarkan saja."
Merasa lelah dan sepertinya harus mengalah dengan Anya yang sangat sulit diatur. Entah sejak kapan sikap Anya berubah seperti ini.
"Maafkan ucapan dan sikap anakku ya, aku harap kalian tidak membatalkan perjodohan ini," ucap ayah Anya kepada calon besannya.
"Tentu akan kami maafkan, mungkin Anya terkejut dengan perjodohan seperti ini. Tenang saja perjodohan ini akan terjalin," jawabnya.
Anya yang membulatkan matanya sudah susah payah dia membuat sikapnya lebih buruk dari sebelumnya agar keluarga pria yang akan dijodohkan dengan dirinya tidak menyukai Anya dan membatalkan perjodohan itu. Namun dugaan Anya salah.
Dan kini Anya menatap Ando yang hanya diam, "Apa pria itu menyetujui perjodohan ini?" ucapnya dalam hati.
Senyum gembira terlihat di wajah mereka semua hanya saja Ando pria yang akan dijodohkan oleh dirinya masih saja berwajah datar. Anya tidak bisa menikahi pria patung seperti itu apalagi tidak didasari oleh cinta.
Melihat senyuman mereka sedangkan Anya akan menderita.
"Arghhh ... aku tidak ingin dijodohkan oleh Om-om Ayah."
Semua tampak terkejut dengan suara teriakan Anya begitu juga Ando.
"Apa wajahku setua itu?" ucap Ando dalam hati.
"Maaf sebelumnya Tante dan Om, kenapa putra kalian harus dijodohkan oleh saya? Apa karena tidak ada wanita yang mau dengannya? Hmm ... memiliki kelainan ya?" Anya dengan berani berucap seperti itu.