Dia memang tak memiliki teman dekat di sekolahnya. Namun dirinya memiliki teman dekat yang berada di luar sekolah. Anya sudah menganggapnya sebagai seorang sahabat, dia adalah seorang pria pekerja keras untuk menghidupi adiknya.
"Kamu gila Anya?" ucapnya terkejut.
Anya menganggukkan kepalanya menjawab ucapan Genta yang terkejut setelah mengetahui kalau Anya itu kabur dari rumah.
"Kamu benar-benar meninggalkan istana itu? Memangnya kamu bisa hidup berada di dunia ini?" cetus Genta yang masih tidak menyangka jika Anya pergi dari rumahnya yang besar bahkan tanpa membawa beberapa harta sedikit pun.
"Memangnya dunia ini begitu kejam? Aku juga bisa hidup bekerja sama seperti kamu Genta."
Jawaban Anya membuat Genta menggelengkan kepalanya, dia bukan ingin menolak Anya karena untuk biaya hidup dirinya dan sang adik saja sulit untuk dia cari, harus bekerja keras pagi hingga malam sedangkan kedatangan Anya yang merupakan putri seorang anak orang kaya akan tinggal bersama dengan Genta. Terlihat dari cara makannya saja berbeda.
"Bukan aku tidak mengizinkan kamu berada di rumah aku ini, namun kamu tahu kan aku hidup berdua dengan adikku, kami hanya memakan makanan biasa sedangkan kamu.... "
"Aku juga manusia, aku makan sama seperti kamu Genta dan lagi pula aku akan mulai bekerja."
Genta membulatkan matanya ketika mendengar ucapan Anya, dia hanya memikirkan satu hal yaitu bagaimana nasib pendidikan Anya?
"Lalu bagaimana sekolah kamu, aku tidak ingin kamu berhenti sekolah Anya. Aku saja ingin sekali bersekolah dan menyesal karena putus sekolah Anya."
Anya sontak tertawa melihat raut wajah Genta yang sedang menasehatinya. "Tenang saja Genta kamu tidak usah khawatir, aku sudah libur dan dalam beberapa Minggu lagi aku akan wisuda," jawab Anya dengan tersenyum.
Senyuman itu hanya ditunjukkan oleh Genta sedangkan dia berwajah datar ketika bertemu dengan orang lain atau pun ayahnya berbeda dengan ibunya yang menurut Anya memang sudah mulai mempedulikan dirinya.
"Bukan hanya itu masalah aku Anya, aku tinggal berdua dan kamu tiba-tiba saja datang tinggal di sini bagaimana dengan ucapan orang nanti?"
Anya terdiam, perkataan Genta memang benar. Dia tidak mungkin berada di sini untuk terus selamanya. Dia yang sedang menggenggam ponselnya, "Aku akan menjual ponsel ini untuk bayar sewa rumah dan membiayai hidup untuk kedepannya."
Ponsel Anya yang terbilang mahal terpaksa harus dia jual nanti.
Genta terdiam, dia pikir kepergian Anya tidak begitu serius seperti pergi hari ini dan besok akan kembali. Namun, rupanya dugaannya salah kalau Anya memang benar-benar tidak ingin berada di rumah besar orang tuanya, apalagi ketika mengetahui cerita Anya yang dimana Ayah Anya tak menganggap Anya lagi sebagai anak.
"Itu hak kami Anya, aku hanya bisa membantu mencarikan tempat tinggal yang nyaman untuk kamu," jawab Genta tersenyum.
Senyuman manis Genta tak pernah buat hati Anya bergerak sedikit pun.
Dia yang saat ini berada di rumah Genta sedangkan keluarga Anya justru berada di rumah sakit. Semua yang hanya terfokus kepada Ayah Anya yang tengah terbaring.
"Mas kamu harus sembuh jangan terlalu emosi dan memikirkan Anya!"
"Tapi Anya berada di luar sana, aku tidak yakin jika dia bisa hidup tanpa membawa uang sedikit pun."
Walau Ayah Anya terlihat pemarah dan tegas namun dalam hatinya dia sangat mencintai Anya. Dan marahnya dia itu memiliki alasan yaitu agar Anya bisa berubah sikapnya.
Tok!
Tok!
Suara ketukan pintu terdengar sehingga membuat Ibu Anya membalikkan tubuhnya. Pintu yang terbuka menampakkan tiga orang yang tengah tersenyum ke arahnya.
"Bagaimana keadaan kamu?" tanya Ayah Ando kepada Ayah Anya.
Ketiga orang itu adalah Ando, Ayah Ando dan juga bundanya. Mereka datang ke rumah sakit ini setelah mendapatkan kabar apa yang telah terjadi.
"Aku sudah baik-baik saja, hanya saja putriku itu.... "
"Putrimu memang terlihat keras kepala sama seperti kamu," ucap Ayah Ando terkekeh.
"Aku meminta maaf dengan sikapnya yang buruk hari itu, aku mohon jangan batalkan perjodohan ini karena aku yakin hanya Ando lah yang akan bisa membuat Anya berubah." Ayah Anya berucap sambil melirik Ando.
Mereka menganggukkan kepalanya, lagi pula siapa yang akan membatalkan perjodohan ini. Orang tua Ando memang sudah mengetahui sikap Anya sebelumnya dari cerita yang dia dengar dari Ando, sikap buruknya awalnya memang membuat mereka harus berpikir dua kali jika menikahkan putranya dengan Anya. Namun saat itu dia melihat Anya yang menolong banyak orang di pasar, keberanian dan kepribadian Anya membuat orang tua Ando yakin kalau Anya sebenarnya adalah anak yang baik.
Ando yang dengan sengaja mencari tahu tentang Anya bahkan rela mengikuti kemana pun Anya pergi sudah dan tidak peduli jika dirinya disebut sebagai seorang penguntit.
"Lalu apa rencana kamu agar Anya kembali dan menerima perjodohan ini?" tanya Ayah Ando.
Kedua kepala keluarga itu tampak sedang berbincang dan menyusun sebuah rencana. Bukan hanya mereka berdua saja yang terlibat, para Ibu Anya dan Bunda Ando pun juga akan mengikuti permainan ini, sedangkan Ando tidak mengetahui apa yang telah mereka semua rencanakan.
***
Mata Anya membulat saat melihat rumah kecil yang akan menjadi tempat tinggalnya, dia bahkan sampai menghela nafas melihat rumah itu. Sama seperti rumah yang disinggahi oleh Genta karena bersebelahan dengan rumah Genta, namun jika dilihat-lihat rumah ini lebih kecil dari tempat tinggal Genta. Akan tetapi demi membuktikan kepada sang Ayah kalau Anya bisa hidup tanpa adanya uang, terlebih lagi dengan perjodohan yang akan terus terlaksana.
"Anya maaf ya hanya ini yang tersisa, aku tahu kamu pasti tidak suka dengan tempat ini tapi aku harap kamu bisa menyesuaikan dan semoga nyaman."
"Iya tidak apa-apa, aku paham Genta. Makasih sudah membantu aku dan mulai besok aku akan mencari kerja."
"Aku akan membantu kamu untuk mencari kerja, sepertinya tempat aku bekerja membuka lowongan sebagai seorang pelayan makanan," jawab Genta dengan bersemangat.
"Benarkah? Jika seperti itu.... "
"Sebentar!"
Ucapan Anya terpotong oleh Genta, Anya yang terdiam membeku ketika melihat Genta yang akan mendekatkan wajahnya.
Dia tidak tahu apa yang akan Genta lakukan, baru kali ini Anya dibuat terdiam oleh seorang pria seperti Genta.
"Maaf ini ada daun," ucap Genta sambil mengambil daun kering yang berada pada rambut Anya.
Anya yang masih saja terdiam dan belum merespon apapun terhadap ucapan Genta.
"Anya, helo.... "
"Ha? Apa?" jawab Anya dengan terkejut.
"Kamu yang kenapa?" tanya Genta yang terlihat aneh.
"Aku tidak apa-apa, mungkin aku harus istirahat sekarang. Aku masuk," jawab Anya dan masuk begitu saja ke dalam rumahnya.
Pintu telah dia tutup, Anya berjalan sambil memegangi dadanya. "Gak mungkin aku suka sama Genta," ucapnya yang merasakan sebuah hal aneh karena perlakuan Genta tadi.
Sedangkan Genta yang masih berada di depan rumah Anya tersenyum ketika membayangkan wajah Anya tadi.
Dia yang hendak melangkah tiba-tiba saja mendengar suara teriakan dari dalam rumah Anya.
"Aaaaahhh.... "