Chereads / Goresan Luka Setelah Pernikahan / Chapter 8 - Siapa Wanita Itu?

Chapter 8 - Siapa Wanita Itu?

"Pertama, sejak kemarin kamu nggak ngasih aku uang belanja. Dan kedua, kamu nggak lupa sama surat perjanjian kita, kan? Udah aku tandatangani juga, kok." Lanjut Melani menunjuk selembar kertas di atas lemari pendingin.

Setelah menjawab segala pertanyaan yang terus diulang-ulang oleh Radit, ia melangkah pergi. Menuju kamar tamu yang akan segera beralih fungsi sebagai kamar milik Gavin.

Melani sudah sabar selama dua hari ini. Menandatangani kontrak perjanjian walaupun sakit hati. Menerima kedatangan Gavin dengan penuh rasa kecewa.

Jika ditanya siapa yang paling tersakiti? Maka jawabannya adalah Melani. Bukan Radit yang sejak tadi bertingkah seolah tidak mendapat keadilan di rumah ini.

"Saya kasih kamu uang belanja ya buat makan bersama. Bukan cuma buat kamu sama Gavin. Pemerasan itu namanya," oceh Radit lupa dengan tujuan awal dibuatnya peraturan tersebut.

Melani berhenti tepat di depan pintu kamar Gavin. Ia menoleh. Menatap Radit yang juga ikut menatapnya tajam.

Di saat yang seperti ini, harusnya ia merasa marah dan langsung menampar pipi pria itu. Tetapi anehnya, justru kupu-kupu di dalam perut Melani yang berterbangan keluar.

"Uang belanja udah jadi hak aku di surat perjanjian. Kalau kamu nggak terima, kita bisa sobek surat itu. Gimana?" tawarnya sekali lagi, walau yakin jawaban Radit masih sama seperti pagi tadi.

"Nggak mau."

Melani menghela nafas. Berbicara dengan suaminya sendiri ternyata lebih sulit dibanding dengan Gavin yang penurut.

Ia mengalihkan pandangan ke arah jam dinding di dekat ruang tamu, "Sudah jam satu lebih, Mas. Kamu nggak mau balik kantor? Sekalian cari makan siang di restoran," ujar Melani berniat mengusir Radit secara halus.

Tak ingin menunggu balasan atau hatinya akan semakin terluka, Melani langsung masuk ke dalam kamar Gavin dan menutup pintu begitu saja.

Radit masih berdiri. Tangannya mengepal erat pertanda menahan amarah.

"Oke kalau itu mau kamu. Mulai sekarang, jangan pernah ikut campur urusan saya. Kontrak perjanjian kita akan dimulai hari ini."

Melani mengelus dada mendengar teriakan Radit. Seperti kata Mama Nita selaku mertuanya, ia harus ekstra sabar jika ingin mendapatkan hati laki-laki tersebut.

"Mama bertengkar sama Om Radit, ya?" tanya Gavin yang berdiri di ujung kamar.

Ia telah memakai setelan baru berupa baju berwarna hitam dengan gambar Iron man pada bagian tengahnya.

Melani mendekati anak itu. Mengambil sisir yang berada di dekat meja rias, lalu mulai menyisir rambut legam Gavin sesuai gaya sebelumnya.

"Enggak, kok. Oh iya, kenapa Gavin nggak manggil Om Radit dengan sebutan Papa?" Melani balik bertanya.

"Emangnya boleh, Ma?"

Raut wajah Gavin berubah menjadi penuh harap. Melani yakin, anak ini juga menginginkan sebuah keluarga yang lengkap. Sama seperti dirinya dulu.

"Boleh, dong. Kan Gavin sekarang sudah jadi anak Mama Melani sama Papa Radit. Gavin pengen banget ya punya orang tua?"

Sembari menatap pantulan dirinya dan Sang mama di depan kaca, Gavin mengangguk mengiyakan.

"Teman-teman kalau pulang sekolah selalu dijemput sama orang tuanya. Gavin jadi iri karena cuma dijemput sama mobil panti," ucapnya lirih.

Hati Melani ikut sakit mendengar penjelasan dari Gavin. Semua yang dirasakan olehnya sejak kecil, ternyata juga dirasakan oleh Gavin.

"Mama tau nggak dimana orang tua asli Gavin? Katanya, panti asuhan itu tempat pembuangan anak ya, Ma? Tapi Gavin salah apa sampai dibuang?"

Mendapat rentetan pertanyaan dengan nada suara bergetar membuatnya semakin tak tega. Dengan cepat Melani mendekap erat tubuh kecil Gavin.

"Gavin nggak salah apa-apa, kok. Omongan buruk di luar sana jangan di ambil hati. Yang penting, sekarang kamu sudah punya Mama sama Papa baru," ujar Melani berusaha menenangkan.

Ia masih terlalu kecil untuk mendengar hal buruk dari para manusia tak berperasaan. Dunia benar-benar kejam bagi Gavin yang memiliki hati selembut kapas.

Walaupun ia adalah anak dari hubungan gelap suaminya dengan wanita lain. Namun Melani berjanji akan merawat dan melindungi Gavin dari kejamnya dunia luar.

***

Pukul 10 malam.

Melani keluar dari dalam kamar miliknya. Hari ini tak terasa begitu melelahkan walau ia harus mengurus satu anak itik yang tiba-tiba datang ke rumah.

Setelah saling membantu membersihkan halaman, mengerjakan tugas sekolah, serta menghabiskan sore hingga malam dengan menonton film kartun, Gavin akhirnya tertidur.

Berhubung kamar tamu belum benar-benar bersih dan tidak memiliki fasilitas yang lengkap, Gavin akan menumpang di kamar Melani selama beberapa hari ke depan.

Toh, keduanya juga sudah saling beradaptasi satu sama lain. Ini bahkan lebih cepat daripada Gavin dengan Radit yang membutuhkan waktu berminggu-minggu.

"Iya, Ma. Mas Radit baru aja pulang kantor. Sekarang lagi bersih-bersih dulu di kamar mandi," ucap Melani kepada ibu mertuanya dari balik telepon.

"Mama itu khawatir, Radit kalau lagi susah dihubungi biasanya ada di klub malam, Mel. Tapi, hubungan kamu sama dia juga baik-baik aja, kan?" tanya yang lebih tua berusaha memastikan.

Tidak pantas jika Melani mengumbar masalah keluarga kecilnya di depan orang lain. Apalagi jika orang itu adalah mertuanya sendiri.

Bagaimana perasaan ibu kandung Radit jika tau kelakuan buruk anak semata wayangnya nanti? Melani tidak akan setega itu.

"Kita berdua disini baik-baik aja kok, Ma. Jangan terlalu dipikirin, ya. Nanti Mas Radit kalau jahat aku cubit deh," jawab Sang menantu disertai tawa renyah pada akhir kalimat.

Setelah berpamitan dan mengucap selamat malam. Telepon dimatikan. Tawa Melani langsung menghilang. Ia cukup cemas jika apa yang dikatakan oleh mama Nita ternyata benar.

Karena faktanya, hingga saat ini Radit tak kunjung kembali ke rumah.

Sudah tidak terhitung berapa kali Melani mencoba menghubungi suaminya, namun panggilan itu selalu saja dialihkan.

Hingga beberapa saat kemudian, setelah memutuskan untuk membuat coklat hangat dan duduk santai di sofa ruang tamu, seseorang yang Melani tunggu akhirnya tiba.

Radit terdengar mendorong gerbang dengan kasar. Memasukkan mobilnya ke dalam pekarangan, lalu membuka pintu utama.

Namun, ia tidak pulang sendirian. Hal itulah yang membuat Melani sontak berdiri dengan wajah mengeras menahan amarah.

Radit, datang bersama seorang wanita yang wajahnya sama-sama memerah akibat terlalu banyak minum-minuman keras.

"Mas, kamu bawa siapa itu?" Melani melepas pelukan Radit pada bahu wanita tersebut. Menyeretnya sedikit menjauh, agar segala pertanyaan yang akan dilontarkan tidak dapat didengar.

"Pacar saya. Kenapa memangnya?" jawab Radit setengah melantur dengan mata menyipit.

Melani tau, Radit tidak akan semudah itu untuk bersama wanita lain. Selera pria tersebut sangat tinggi. Belum lagi fakta bahwa Radit masih belum bisa melupakan kekasihnya.

"Mas, jawab aku!!"

Mendapat bentakan demikian membuat sepasang netra Radit kembali terbuka sempurna. Ia sedikit mencondongkan tubuh untuk mengikis jarak antara dirinya dan Melani.

"Wanita dari klub malam. Kita mau have fun malam ini. Kamu mau ikut?"