Chereads / CINTA TIGA DIMENSI / Chapter 50 - 50. Penantian Dua Tahun

Chapter 50 - 50. Penantian Dua Tahun

Waktu yang bergulir begitu cepatnya telah mengiringi lika liku dua tahun perjalanan hidup gadis itu bagaikan jam pasir yang mengalir dan berlalu dalam sekejap saja. Dilihatnya foto kelulusannya dua tahun yang lalu ketika ia masih menjadi seorang anak SMA, dan sekarang ia telah menjadi seorang anak universitas. Kini ia telah menginjakkan kaki di universitas yang sama tempat di mana ayahnya dulu pernah mengecam pendidikan tinggi dan bertemu dengan ibunya. Ia memang sengaja memilih jurusan yang sama dengan mendiang sang ayah agar ia bisa meneruskan apa yang telah dimulai oleh beliau. Gadis mungil dan kecil itu kini bukanlah lagi gadis ABG seperti sebelumnya, dengan rambut blonde yang terlihat berkilau itu yang walaupun masih terlihat sama seperti terakhir kali namun sudah tidak terurai seperti sebelumnya untuk mengubah penampilannya agar tidak mudah dikenali oleh siapapun. Riasan wajah dengan garis mata hitam dan lapisan lipstik hitam tebal membuat dirinya kini terlihat lebih dewasa dari usianya serta menambah kesan eksotis dan wajah sangarnya. Penampilan anggun nan lembut yang pernah dimilikinya telah ditinggalkannya sejak ia meninggalkan rumah yang bagaikan neraka itu. Hidup sebatang kara bersama dengan pria yang kini menjadi partner kerja dan teman hidupnya itu, membuat ia harus berjuang untuk bekerja lebih keras untuk menghadapi hidup yang tidak pernah benar – benar memberikannya pilihan dan tidak bisa selalu sesuai yang diharapkan. Namun sejak hidup bersama pria itu membuatnya sadar dan belajar banyak hal bahwa meskipun hidup tidak selamanya selalu memberikan pilihan, disaat itu pulalah ia harus membuat pilihan itu sendiri untuk tetap bertahan hidup dan mengerti bahwa memang terkadang kerasnya hidup berawal dari hancurnya keadaan yang dipatahkan oleh harapan sehingga untuk menghadapinya benar – benar membutuhkan kesabaran level tertinggi, waktu yang tidak sebentar dan hati yang kuat. Jika sewaktu kecil ia selalu mengharapkan untuk bisa menjadi seorang putri yang bisa selalu hidup bahagia dalam masa kejayaan seorang ayah yang merupakan putra mahkota kerajaan yang mashyur dan hidup makmur dengan segala harta yang berlimpah lalu ia akan hidup bahagia ketika bertemu dan menikah dengan seorang pangeran tampan berkuda putih lalu hidup bahagia bersama selamanya seperti dalam dongeng, maka kini ia harus mengubur impian tersebut dalam – dalam karena kenyataan hidup yang ia hadapi sekarang ternyata tidaklah demikian adanya. Bahkan pekerjaan paruh waktu yang kini digelutinya pun telah membentuk karakter dan membuatnya menjadi seorang wanita yang jauh lebih tangguh dan kuat, bahkan pahitnya hidup membuatnya jauh lebih menghargai kehidupan saat ini meskipun ia hanya hidup sebatang kara ditemani oleh seorang sahabat yang kini telah menjadi partner kerjanya. Terkadang ia begitu merindukan sosok ibunya dan mengkhawatirkan kondisi beliau. Namun kadang kala ia pun sering teringat akan sosok kakak tirinya, Jade. Entah mengapa, meskipun ia belum bisa memaafkan pria itu namun ada suatu kerinduan akan sosoknya yang tersimpan jauh di dalam lubuk hatinya. Kenangan bersama pria itu sejak kecil terus berputar di dalam kepalanya bagaikan kaset yang memutar sebuah kisah indah yang terekam dengan begitu epik.

Selesai menyiapkan semua yang dirasa perlu baginya, ia pun mencari sosok gadis yang sedang duduk di depan halaman rumah yang menghadap ke jalanan sepi di area suburban. Meskipun hanya disoroti oleh lampu jalan yang tidak begitu terang namun tempat tersebut mampu memberikan kedamaian bagi para penghuninya. Tampaknya gadis itu sedang begitu menikmati kegiatan bersantainya dengan menatap panorama jalanan yang terhubung dengan perkotaan yang terlihat berkilau dengan lampu kerlap kerlip yang berwarna warni. Pemandangan yang hampir sama dengan yang terakhir kali dilihatnya dari balkon kamarnya dua tahun yang lalu namun kali ini dari arah dan posisi yang berbeda. Jika dua tahun yang lalu ia hanya melihatnya dari kejauhan dan dari atas rumahnya, maka kali ini ia bisa melihat keindahan kota tersebut dari jarak yang lebih dekat dan secara horizontal. Jarang ia melihat orang yang berlalu lalang di depan rumah tapak tersebut, sehingga ia merasa aman dan nyaman jika hanya untuk sekedar duduk bersantai ria seperti yang biasa dilakukannya di balkon kamar. Ketika sedang asiknya melamun, gadis itu merasakan tiba – tiba ada sepasang tangan pria yang telah menutupi kedua matanya dari belakang.

"Robin…"

"Lagi – lagi melamun. Masih kepikiran mama? Kangen? Mau jenguk beliau gak? Udah dua tahun kamu belum pernah mengunjunginya bukan?"

"Kangen, tapi kalo orang itu masih ada di dalam aku gak akan pernah sudi menginjakkan kaki lagi ke sana."

"Kalo pria itu gimana? Apa kamu masih merindukannya?"

"Jade maksudmu? Entahlah. Aku sendiri juga gak yakin sama perasaanku."

"Apa kamu mencintai dia?"

"Apa? Itu konyol Rob, mustahil aku mencintai kakakku sendiri. Aku cuma menganggapnya sebagai seorang kakak, gak lebih. Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu?"

"Gak ada yang salah kan kalo kamu ternyata mencintai dia? Kalian kan bukan saudara kandung. Pernikahan mama kamu dengan orang itu pun adalah sebuah tragedi yang dipaksakan, jadi gak ada jaminan kedepannya kalo kamu akhirnya menyadari bahwa kamu ternyata memiliki perasaan yang sama dengan dia."

"Gak mungkin Rob. Apalagi setelah apa yang dia lakukan terhadapku. Aku udah benci banget sama dia. Oh ya, gimana? Udah ada kabar belum mengenai keberadaan Paman James?"

"Kabar terakhir yang kudapatkan bahwa pamanmu itu menghilang ketika mengalami kecelakaan naas di Paris bersama dengan orang itu. Dan setelah itu, semua seakan berhenti dan gak ada lagi kabar kelanjutannya. Aku udah mencarinya ke seluruh sumber pemberitaan dan pusat informasi tapi gak ada lagi kabar setelah itu, bahkan orang itu juga munculnya tiba – tiba kan? Jadi kesimpulanku, apapun yang terjadi terhadap pamanmu itu, hanyalah dirinya sendiri dan orang itu yang mengetahuinya. Untuk itulah kita harus berhati – hati menghadapi orang itu, aku gak mau kamu gegabah karna yang kita hadapi ini adalah seorang psikopat, bukan orang sembarangan. Bahkan orang sejenius paman dan ayahmu berakhir ditangannya."

"Iya bawel. Tapi kalo ada kabar selanjutnya lagi tolong segera kabari aku. Aku benar – benar membutuhkan penjelasan dari pamanku itu andai benar beliau masih hidup."

"Pasti. Ya udah sekarang kita makan malam dulu. Aku udah mempersiapkan sesuatu untukmu."

"Hmmm…Apa?"

"Ada deh…Makanya liat dulu ke dalam."

Tiba – tiba saja dari belakang Robin telah mengambil sepotong kain untuk menutup kedua mata gadis itu hingga membuatnya begitu kaget dan panik, lalu Robin segera membawanya menuju ke ruang yang telah dipenuhi oleh dekorasi dan pernak pernik seadanya dan ketika ia kembali melepaskan ikatan kain dari mata gadis itu, tiba – tiba sebuah suara confetti popper yang bagaikan suara ledakan pistol segera memenuhi ruangan hingga membuat Jantung Ivory serasa hampir terlepas dari tempat persembunyiannya ketika ia mendengar suara confetti tersebut. Ia begitu kaget karena mengira bahwa pria tersebut memiliki niat jahat untuk membunuhnya. Seluruh ruangan seketika telah dipenuhi oleh berbagai pernak pernik kertas kecil yang berwarna warni dan mengotori seisi ruangan dalam hitungan detik.

"Robin…! Kamu apa – apaan sih? Jantungku hampir copot rasanya tau gak? Kamu mau membunuhku ya?"

"Hahahaha… Ngambek dia. Iya, iya, aku minta maaf, ini surprise buat kamu."

"Surprise apa lagi ini?"

"Perayaan untuk memperingati hari kamu menetas, dan untuk merayakan karir barumu serta kamu yang sekarang udah memulai kehidupan perkuliahan. Aku sebenarnya udah ingin merayakan ini dari dua tahun yang lalu, tapi sepertinya waktu itu kurang pas untuk aku merayakan hal seperti ini. Gak mungkin kan aku malah ngajak kamu bersenang – senang dikala kamu sedih dan galau. Kamu gak marah kan?"

Pernyataan seorang playboy kelas kakap tampan dan terlihat seperti preman yang usianya lebih dewasa darinya 8 tahun itu membuatnya begitu tercengang namun penuh keharuan. Sudah beberapa tahun sejak kematian ayahnya, hampir tidak pernah lagi ada yang merayakan ulang tahunnya hingga ia sendiri bahkan sudah hampir lupa akan tanggal ulang tahunnya itu dan baru teringat bahwa hari itu memang adalah hari kelahirannya.

"Robin… Kamu melakukan ini semua untukku? Aku sendiri bahkan udah lupa… Aku…"

Ingatan gadis itu akan kenangan terindah saat acara ulang tahun yang terakhir kali diselenggarakan oleh ayahnya yang dilewatinya bersama sebelum kematian beliau kembali terngiang dalam benaknya hingga membuatnya hatinya kembali pilu dan menangis terisak – isak, baginya sampai kapanpun ia tidak akan pernah bisa melupakan, mengikhlaskan ataupun menerima kematian ayahnya yang tidak wajar. Rasa sakit dihatinya setiap kali mengingat kenangan indah tersebut bahkan masih sering menghantui dalam tidurnya.

"Ya Tuhan, kamu kenapa lagi? Apa aku udah buat kamu kaget sampe segitunya ya? Aku beneran minta maaf. Aku pikir kamu bakal suka dengan kejutan seperti ini."

"Gak apa – apa Rob, aku…aku hanya teringat sama kenangan terakhirku bersama papa saat ulang tahunku yang ke-15. Setelah itu, gak ada lagi yang pernah merayakannya untukku. Mama yang depresi sejak papa meninggal dan ditambah lagi pernikahannya dengan orang itu setelah semua kekayaan kami dikuasai olehnya, mama pun udah gak pernah lagi merayakannya untukku. Maaf, karna setiap kali mengingat soal papa, aku pasti akan mewek gini lagi. Aku masih belum ikhlas Rob… Rasa sakit itu selalu muncul bersamaan setiap kali aku mengingat kenangan itu. Aku belum bisa melupakan kejadian kecelakaan yang menewaskan papa dan membuat tubuhnya hancur berantakan dihadapan kami itu. Aku benar – benar gila rasanya setiap kali mengingat kejadian itu. Aku belum bisa mengikhlaskan kepergian papa."

Seakan bisa merasakan kepedihan hati gadis itu, Robin pun berusaha kembali menenangkannya dengan sebuah pelukan hangat. Biar bagaimanapun, ia pernah merasakan kehilangan seseorang yang amat berarti dalam hidupnya.

"Sekali lagi aku minta maaf kalo ternyata surprise ini malah membuatmu teringat kembali akan masa lalumu. Beri aku waktu, aku akan berusaha lagi untuk menemukan keadilan atas kematian ayahmu yang gak wajar karena psikopat itu," ujar Robin yang direspon dengan anggukan kepala gadis itu seakan ia telah memaafkan dan menyetujuinya.

"Kalo kamu gak suka aku akan membuang ini semua segera," Robin bangkit seraya hendak membersihkan seluruh kekacauan yang telah ditimbulkannya namun gadis itu segera menariknya kembali dan menggelengkan kepalanya tanda ia tidak menyetujui.

"It's okay. Potongan kue ini kembali kupersembahkan untukmu yang telah menjadi pahlawan dalam hidupku. Berkat pertolonganmu selama dua tahun ini aku bisa bertahan hidup dan memiliki semua yang kupunya selama ini, bahkan kamu udah berusaha untuk melindungiku dari mereka. Aku benar – benar berterima kasih banget sama kamu Rob," ujar Ivory kembali memeluk tubuh kekar pria tersebut dan merasakan anggukan kepala pria yang menerima ucapan terima kasih darinya.

Jauh di dalam lubuk hati Robin, ia merasa senang dan damai karena gadis itu akhirnya bisa sedikit merespon positif atas usaha yang telah dilakukannya untuk membuat gadis itu bahagia. Ia kemudian mengajak gadis itu untuk berdansa sebagai sebuah perayaan kecil yang kembali direspon positif oleh Ivory. Ia merasa sudah lama sekali ia tidak berdansa diacara ulang tahunnya, sebagaimana dulunya ia akan selalu berdansa dengan kedua orang tuanya ataupun Jade. Lagi – lagi pikiran akan pria tersebut memenuhi pikirannya, bahkan membuatnya tersenyum sendiri ketika membayangkan bahwa ia sedang berdansa dengan sosok Jade sehingga yang dilihatnya kini bukanlah sosok Robin melainkan sosok Jade seperti terakhir kali ia berdansa dengannya. Ketika Robin memanggil namanya berulang kali, barulah ia tersentak dari lamunannya.

"Kamu melamun lagi? Apakah kamu sedang memikirkan pria itu?"

"Ah… Nggak, untuk apa aku memikirkan orang itu."

"Malam ini aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan untukmu. Apakah kamu bersedia untuk menjadi kekasih sungguhanku? Maaf, selama ini aku udah berusaha, tapi sekuat apapun aku mencoba, aku tetap gak bisa bohongi perasaanku sendiri kalo aku udah jatuh cinta padamu Iv, sejak pertama kita bertemu dan sejak kejadian di bar, aku…aku selalu merasakan suatu perasaan yang berbeda setiap kali berada di dekatmu. Dua tahun ini aku telah menunggu hingga saat ini, dan kurasa ini adalah waktu yang tepat untuk aku mengatakan ini padamu. Aku ingin selalu ada disampingmu, menjagamu dan mencintaimu apa adanya. Aku udah gak bisa mundur ataupun menyingkirkan perasaan itu. Aku udah terlanjur mencintaimu, aku sayang banget sama kamu Iv dan aku berharap kamu bisa memberikanku kesempatan untuk terus berada di sampingmu, menjagamu dan mencintaimu seumur hidupku. Aku mengajukan ini bukan atas dasar apapun, bukan karna permintaan temanku atau siapapun. Ini adalah ungkapan hatiku yang sesungguhnya dan sejujur - jujurnya. Maaf kalo ini terlalu tiba - tiba untukmu," ujar Robin seraya memberikan sebuah cincin dengan menekukkan lutut kirinya seakan ia sedang melamar gadis itu. Setelah sekian lama akhirnya ia kembali merasakan cinta yang telah lama hilang dari dalam hatinya sejak kematian mantan pertamanya.