Chereads / CINTA TIGA DIMENSI / Chapter 54 - 54. Love is in the Air

Chapter 54 - 54. Love is in the Air

Ivory yang menatap pria itu lekat pun menyunggingkan senyum lebar. Entah mengapa ia merasakan ada suatu perasaan bahagia yang mulai menjalar didalam hatinya. Perasaan yang belum pernah dirasakannya sebelumnya. Apakah dilema itu telah berubah menjadi cinta? Ia segera menepis perasaan itu karena tidak ingin terburu – buru memberikan penilaian terhadap perasaannya sendiri. Dalam hati ia menyetujui apa yang dikatakan oleh Robin. Biarlah ia mendalami pengalaman perasaannya sendiri agar ia sendiri pun bisa lebih benar – benar memahami perasaannya secara alami. Sepanjang perjalanan Ivory merasa sedikit canggung. Robin yang seakan memahaminya lalu melingkarkan kedua tangannya dibagian pinggangnya agar gadis itu bisa sedikit rileks, membuat Ivory mulai sedikit memahami situasi. Merasa bersalah dan malu atas perbuatannya di rumah sakit ketika hendak menghajar Robin yang kini telah menjadi kekasihnya itu, ia pun menyampaikan permintaan maafnya untuk sedikit mencairkan suasana.

"Anyway, aku mau minta maaf atas perbuatanku tadi di rumah sakit. Aku gak bermaksud untuk menghajarmu. Aku begitu terbawa emosi tadi," ujar Ivory lembut seraya melingkarkan kedua tangannya pada pinggang pria itu lebih erat dan menyandarkan dagunya pada bahu kiri Robin.

"Aku udah memperkirakan itu semua sayang, itu alasannya aku gak mau bawa kamu ke sana karna aku yakin kamu pasti gak akan bisa menahan emosimu. Kamu harus berusaha untuk menahannya, itu sebabnya aku harus selalu ada di sampingmu. Kita harus menggunakan logika ketimbang emosi untuk menghadapi orang – orang seperti Nathan, karna aku gak mau kalo sampai kamu kenapa – napa. Aku udah menghadapi berbagai jenis karakter manusia jadi aku cukup paham harus menggunakan cara apa saja untuk menghadapi orang – orang dengan karakter seperti itu. Setelah kamu bekerja lebih lama nanti, lama kelamaan kamu akan lebih terbiasa lagi dan bisa lebih memahami sifat dan karakter berbagai manusia," ujar Robin sembari menggenggam jemari gadis yang sedang bersandar di bahunya itu.

Kini mereka telah tiba di sebuah restoran khas Italia yang berada tidak jauh dari rumah. Ketika memasuki restoran tersebut, Ivory seakan dibawa kembali ke masa kecil dan remajanya ketika ia berkumpul bersama dengan keluarga lengkapnya dan sering mengunjungi restoran khas Italia milik kakeknya yang cukup terkenal di kota tersebut. Seketika ia teringat kembali berita yang mengabarkan mengenai kematian Hubert yang tewas mengenaskan akibat kebakaran yang disebabkan oleh ledakan gas. Robin melihat kekasihnya yang sedang melamun ketika pelayan restoran sedang menunggu pesanan, hingga akhirnya Robin memesankan menu yang sama dengannya karena sepertinya gadis itu terlihat begitu serius dengan lamunannya.

"Sayang…hei…" ujar Robin memegang punggung tangan gadis itu hingga membuatnya tersentak kaget.

"Ah, maaf, aku, belum pesan ya? Mana buku menunya?"

"Telat. Aku udah pesankan untukmu, soalnya kekasihku ini dari tadi melamun dan cuekin aku terus," ujar Robin mencubit gemas hidung mancung gadis itu.

"Ukh…sakit tau…" celetuk Ivory seraya meringis kesakitan karena ulah jahil kekasihnya itu.

"Lagian kamu ini…" belum sempat Robin menyelesaikan kata – katanya, tiba – tiba ekspresi bahagianya itu seketika berubah menjadi ekspresi datar dan serius ketika ia melihat seorang wanita seksi dengan gaun terusan yang membentuk lekukan tubuh dan pinggangnya memanggil namanya.

"Robin… Ini beneran kamu Rob? Astaga…kamu apa kabarnya?" ujar wanita tersebut seraya berjalan mendekati pria itu dan hendak memeluknya namun Robin lebih sigap dan sudah menahan wanita itu agar tidak mendekatinya.

"Stop! Jangan mendekat!" ujar Robin sembari melirik ke arah Ivory sekilas.

"Kenapa? Kamu gak suka? Apa kamu udah lupa samaku?"

"Tentu saja aku ingat sama kamu Cory, tapi tolong jangan mendekat. Aku gak mau terjadi kesalahpahaman diantara kita karna aku sedang berkencan. Tidakkah kamu lihat? Oh ya, kenalin, ini kekasihku, Ivory," ujar Robin mantap ketika memperkenalkan gadis cantik di hadapannya itu sebagai kekasihnya.

"Apa? Kekasih? Jadi ternyata kamu sekarang beneran udah punya kekasih?"

"Ya. Kenapa? Bahkan aku akan segera melamarnya. Sekarang bisa kan, kamu nggak mengganggu waktu makan siangku dengan kekasihku ini?"

"Oke, baiklah kalo begitu. Aku cukup kecewa mendengar kabar ini, tapi aku masih berharap suatu hari nanti kamu bisa berubah pikiran terhadapnya dan aku masih tetap menunggumu," ujar wanita itu seraya mengedipkan matanya sebelah kepada Robin lalu berjalan meninggalkan pasangan sejoli itu dengan gaya jalannya yang begitu anggun.

"Maaf sayang, dia memang begitu. Aku gak nyangka bakalan ketemu dia lagi di sini. Padahal aku udah lama menjauhinya, hiii…" ujar Robin merasa geli dan mengangkat bahunya karena merasa jijik terhadap gadis yang begitu agresif itu.

"Mantan kekasihmu yang keberapa lagi itu?" celetuk Ivory dengan ketus.

"Apa? Mantan? Kekasih? No way! Apa yang akan dunia katakan kalo seorang Robin bisa sampai memiliki kekasih seperti itu? Tentu saja bukan! Dia itu hanya teman kencan semalamku ketika di bar dulu. Bukankah udah pernah kuceritakan kalo aku dulu sering diperkenalkan kepada wanita – wanita seperti itu tapi aku hanya menganggap mereka sebatas teman minum atau teman kencan satu malamku saja. Setelah itu kami gak pernah punya hubungan apa – apa lagi, apalagi hubungan kekasih. Ngomong – ngomong berhubung orangnya juga gak di sini lagi, bisakah kita hanya fokus sama kencan pertama kita hari ini? Aku benar – benar gak mau siapapun atau hal apapun merusak momen penting kita saat ini, jadi bisakah kita hanya fokus hanya pada momen saat ini dan bukan momen dimasa lalu ataupun membahas masalah lain? Please beb… Kuharap kamu gak marah soal yang tadi ya…" ujar Robin memohon.

"Iya sayang, aku percaya sama kamu. Maaf karna agak ketus tadi. Aku hanya gak suka ngeliat wanita yang terlalu agresif itu," ujar Ivory lagi.

"Hmmm…nampaknya kekasihku ini udah mulai pintar cemburu ya…" ujar Robin meledek Ivory hingga membuat wajah gadis itu kembali memerah.

"Ih…apaan sih kamu, pede banget. Ngapain juga aku harus cemburu sama kamu. Udah ah, aku mau makan dulu udah laper. Makanan udah datang, habisin dan jangan banyak komentar lagi."

"Hahaha…Makasih ya sayang, asal kamu tau, aku hari ini benar – benar bahagia banget. Aku ingin kamu tau, bahwa tempat di hatiku ini hanya dipenuhi oleh dirimu seorang. Gak pernah ada lagi wanita lain, bahkan setelah Claire. Ini kedua kalinya dan untuk terakhir kalinya aku jatuh cinta pada seorang gadis yang sangat spesial bagiku. Dan kata – kataku tadi kepada wanita itu adalah serius. Aku akan segera melamarmu karna aku gak ingin kehilangan kamu lagi seperti aku kehilangan Claire dulu," ujar Robin menggenggam jemari Ivory dan menatap gadis itu serius hingga membuat Ivory seketika tersedak. Robin yang kaget dan begitu khawatir lalu bangkit untuk membantu gadis itu memberikannya minum seraya mengelus punggungnya agar ia merasa baikan dan rileks, membuat seluruh penghuni restoran khususnya para wanita menatap Ivory iri seakan mereka pun ingin berada diposisi gadis yang begitu diperhatikan oleh kekasihnya itu.

"Udah Rob, udah baikan juga. Aku malu dilihatin semua orang seperti itu."

"Biarin aja sayang. Mereka itu cuma iri sama kita. Tapi ini kamu beneran udah baikan?"

"Iya, gak ada yang perlu kamu khawatirkan. Terima kasih, dan soal tadi itu aku cuma kaget aja karna kita baru memulai hubungan ini, aku ingin semuanya berjalan apa adanya Rob, makanya aku kaget aja ketika kamu menyebutkan soal lamaran. Bukankah kamu sendiri yang bilang padaku untuk kita mulai semua ini dari nol dan step by step? Apalagi aku juga belum siap untuk itu dan aku belum lulus kuliah juga. Maafin aku ya," ujar Ivory merasa bersalah.

"Aku bisa memakluminya sayang, rileks aja. Kita masih punya banyak waktu bukan? Lagian setelah lamaran kita gak harus langsung menikah, lamaran itu bisa sekedar tunangan dulu, dan tunangan itu hanya untuk mengikat hubungan kita ke arah yang lebih serius jika kita memang udah yakin dan mantap untuk memperkuat pondasi hubungan kita. Kamu ngerti kan maksudku? Maaf ya kalo aku malah kedengarannya jadi memaksa kamu," ujar Robin khawatir.

"Aku ngerti kok, jangan khawatir lagi ya. Selama kita saling mencintai, kamu gak akan pernah kehilangan aku. Lagian kamu ini preman tapi kok jadi mewek gini sih," celetuk Ivory seraya melebarkan senyumnya dan tertawa kecil melihat tingkah Robin.

"Aku hanya terbawa perasaan karna trauma yang pernah kualami dulu. Kehilangan seseorang yang begitu kita cintai itu amat menyakitkan Iv. Tapi ya sudahlah, kita jangan bahas itu lagi ya, kita fokus aja sama kencan kita hari ini," ujar Robin kembali tersenyum bahagia dan bercanda ria dengan gadis itu tanpa ingin memikirkan hal lainnya.

"Ngomong – ngomong tadi kenapa melamun? Ada hal yang mengganjal pikiranmu lagi ya?"

"Oh…itu, aku hanya teringat akan kenanganku bersama kedua orang tuaku dulu ketika mengunjungi restoran khas Italia milik kakekku, Hubert."

"Hm…restoran khas Italia yang terbakar habis bersamaan dengan rumah di sebelahnya yang menewaskan kakekmu itu ya?" tanya Robin mengernyitkan dahinya.

"Ya, dan aku yakin, kakekku meninggalnya gak wajar dan pasti ada hubungannya juga dengan orang itu."

"Kita gak bisa gegabah dan harus mencari bukti – bukti yang kuat dulu baru kita bisa yakin akan langkah yang harus kita ambil selanjutnya," ujar Robin yang disambut dengan anggukan gadis itu.

"Oh iya Rob, ngomong – ngomong kenapa aku gak pernah liat lagi mobil yang kamu pakai ketika pertama kali kita ke bar itu?"

"Ah…itu, aku menjual dan menukarnya dengan motor itu karna aku lebih nyaman begitu. Mobil itu adalah hadiah dari bos karna aku berhasil mencapai target penagihan terbanyak beberapa tahun yang lalu. Kenapa kamu tiba – tiba bertanya? Kamu gak keberatan bukan?"

"Tentu saja tidak. Aku hanya penasaran. Karna setelah pertemuan kita itu aku gak pernah liat lagi kamu memakainya. Aku kira kamu itu selain playboy, juga suka cari perhatian publik dengan memamerkan kekayaan dan tebar pesona, makanya gak heran kalo cewek – cewek di luar sana begitu tergila – gila padamu," celetuk Ivory.

"Dulunya iya, tapi sejak aku bertemu denganmu aku gak ingin seperti itu lagi. Aku hanya ingin hidup bahagia apa adanya. Bukan berarti aku gak mampu membelinya tapi aku hanya ingin lebih menghargai hidup, karena kebahagiaan sejati gak terpaku hanya pada materi yang berlimpah, tapi kebahagiaan sejati itu adalah ketika kita mampu menerima hidup ini apa adanya dan mampu memberikan kebahagiaan bagi orang – orang di sekitar kita, itu udah cukup bagiku. Bagiku di dunia ini gak ada yang lebih penting selain hidup damai dan bahagia bersama dengan orang yang paling kucintai dan kusayangi saat ini. Makanya aku gak mau seperti dulu lagi, karna yang kuinginkan saat ini adalah bisa mendampingimu, melindungimu dan mengembalikan kebahagiaanmu. Jika suatu hari kamu membutuhkannya, aku akan membelikan yang baru untukmu," ujar Robin kembali menyelipkan jemarinya ke tangan Ivory.

"Kamu berkata begitu seolah – olah aku ini cewek matre ya? Aku gak butuh itu semua Rob. Sejak aku bersamamu, aku banyak belajar darimu bahwa ternyata realita hidup gak seindah cerita dalam negeri khayalan ataupun seindah di novel – novel. Kamu tau, aku itu dulu adalah gadis yang begitu manja. Saat bersama papa dan mama, aku selalu merengek ini dan itu dan semua kebutuhanku selalu dipenuhi papa. Tapi setelah aku meninggalkan rumah, aku baru memahami hukum alam, yaitu 'ketika hidup tidak selamanya memberikan kita pilihan, maka kitalah yang harus membuat pilihan itu sendiri jika kita ingin tetap bertahan hidup'. Terima kasih karna selama ini kamu udah menyadarkanku akan hal itu," ujar Ivory seraya menyunggingkan senyum manisnya.

"Aku senang karna akhirnya kamu bisa memetik pelajaran berharga dari semua pengalaman hidupmu sendiri. Kalo udah selesai, sekarang aku mau bawa kamu ke suatu tempat seperti yang kujanjikan tadi."

Tanpa menunggu aba – aba lagi Robin segera ke kasir untuk membayar bill dan membawa gadis itu ke tempat tujuan yang telah dijanjikannya, membuat gadis itu begitu penasaran. Kini mereka telah tiba di sebuah taman yang luas dan berbatasan dengan sebuah lautan luas. Tempat yang penuh dengan aneka ragam permainan dan tempat wisata buatan lainnya, dengan sebuah bianglala berukuran raksasa besar berdesain bunga dan bintang di tengahnya dan konon katanya bianglala tersebut akan terlihat jauh lebih indah ketika hari sudah mulai petang karena lampu warna warni yang mengelilingi bianglala tersebut akan dinyalakan agar menambah kesan mewah dan keindahan bianglala tersebut. Sebelum memasuki taman, Robin meminta gadis itu untuk menutup matanya lalu ia perlahan – lahan membawanya ke dalam.

"Buka matamu sayang," ujar Robin berbisik di telinga Ivory.

Ketika membuka matanya, gadis itu sedikit terperanjat karena sudah berdiri di tengah – tengah sebuah taman hiburan yang begitu luas dengan begitu banyak permainan, namun ia tidak melihat satupun penghuni di tempat seluas itu.

"Rob, kenapa tempat hiburan seluas ini bisa sepi pengunjung? Kalo memang sedang libur, kita pergi aja yuk. Kamu salah jadwal mungkin."

"Sayang, bukan aku salah jadwal, tapi aku memang menyewa tempat ini khusus untuk kencan kita hari ini. Aku gak ingin kebahagiaan kita dirusak oleh siapapun, jadi aku meminta kepada pengurusnya untuk menutup taman ini dari umum dan membukanya spesial untuk kita berdua saja. Aku ingin kamu bisa benar – benar tenang dan melupakan semua masalahmu untuk sejenak di sini. Kamu belum pernah ke tempat seperti ini kan?" ujar Robin seraya memeluk mesra Ivory dari belakang lalu mencium pipinya membuat gadis itu kembali merasakan debaran hebat didalam hatinya, akan tetapi ia juga merasakan sebuah kenyamanan dan kedamaian ketika bersama dengan pria tersebut.

"Orang berkencan itu harus selalu seperti ini ya?" Tanya Ivory polos.

"Gak semuanya begini sayang, tergantung masing – masing pasangan mereka senangnya bagaimana. Akan tetapi inilah caraku memanjakan kekasihku. Aku mungkin belum bisa memberikanmu kebahagiaan lebih dari ini, tapi biarkanlah aku berusaha dengan caraku sendiri. Yuk, kita ke sana dulu, dan ketika petang nanti kita akan naik bianglala itu. Pemandangannya akan terlihat lebih indah lagi nanti," ujar Robin seraya menyelipkan jemarinya diantara jemari gadis itu dan mulai mengajaknya berkeliling.

Hari itu juga Robin memenuhi janjinya membawa Ivory untuk menghabiskan waktu dan bersenang – senang, membuat gadis itu membuang kejenuhannya sejenak, berharap ia bisa membantu mengurangi beban berat gadis itu. Ia merasa bersyukur dan berbahagia melihat gadis itu begitu menikmati keseruan selama berada di sana terutama ketika menaiki bianglala di petang hari tersebut, ternyata benar, pemandangan bianglala raksasa itu benar – benar begitu indah dengan lampu yang berganti warna, tanpa adanya pengunjung lain, membuat Robin menjadi lebih dekat dengan gadis itu dan bisa lebih memahaminya. Gadis itu, meskipun ia cukup kuat dari luar, namun jauh didalam lubuk hatinya, ia masih merupakan gadis yang begitu rapuh dan lemah. Mungkin itu sebabnya terkadang emosinya sering meluap seakan mampu membinasakan seisi alam semesta. Robin segera mengabadikan foto momen kebersamaan mereka ketika sedang berada di atas bianglala. Ia sengaja meminta pengurus untuk menghentikan bianglala pada saat berada di atas agar ia bisa menikmati pemandangan indah negeri kangguru tersebut dari pusat jantung kota. Kini Ivory bukan lagi melihat indahnya negeri tersebut dari satu arah, tapi dari berbagai arah yang mengitari.

"Wah…indahnya…aku belum pernah melihat pemandangan seindah ini, meskipun aku pernah melihat yang mirip ini tapi ini jauh lebih indah dan menarik. Terima kasih banyak sayang, ini semua benar – benar menakjubkan," ujar Ivory dengan matanya yang berbinar – binar membuat Robin begitu terharu dan merasa begitu tersanjung. Ia sendiri pun merasakan debaran yang begitu hebat tatkala menatap gadis itu dari jarak yang begitu dekat. Kekuatan cinta yang begitu besar membuatnya tidak mampu menguasai gejolak dalam batinnya yang terus meronta – ronta hingga membuatnya tidak sadar dan sudah menyatukan bibirnya kembali dengan gadis itu, namun kali ini dengan begitu lembut dan berhati – hati agar gadis itu tidak merasa risih dan bisa merasa nyaman selama bersamanya, membuat Ivory kini pun lebih menerimanya dan meresponnya. Perlahan namun pasti, gadis itu kini mulai merasakan perasaan nyaman bersama dengan pria yang sepertinya sudah mulai dicintainya itu. Setelah menjauhkan dirinya sedikit, ia kemudian menatap wajah gadis itu lekat untuk sekedar memastikan bahwa gadis itu sudah mulai menerimanya.

"Kamu gak apa – apa kan sayang?"

"Aku gak apa – apa Rob, kamu gak perlu minta maaf. Terima kasih untuk hari ini," ujar Ivory menyunggingkan sebuah senyuman seraya memegang wajah pria itu.

Robin kemudian mengajak Ivory ke sebuah ruang photobooth untuk mengabadikan foto mereka lainnya. Untuk momen di luar ia pun sempat mengabadikannya dengan ponselnya. Ivory sendiri tidak pernah menyangka bahwa ia akhirnya bisa kembali tertawa selepas itu hingga ia merasakan perutnya kini seakan hampir meledak jika ia tidak segera menghentikan tawanya saat itu juga.

"Hahahaha…udah ah Rob, aku udah capek nih, balik sekarang yuk, udah malam juga," celetuk Ivory yang sudah merasa begitu letih setelah seharian menikmati serunya wahana permainan di taman hiburan tersebut bersama dengan pria yang perlahan – lahan telah mampu membuatnya mulai merasakan benih – benih cinta di dalam hatinya.