Chereads / CINTA TIGA DIMENSI / Chapter 51 - 51. Kegundahan Hati

Chapter 51 - 51. Kegundahan Hati

Malam itu Ivory benar – benar merasa gundah atas pernyataan yang diungkapkan oleh pria yang selama ini telah dianggapnya sahabat itu. Ia benar – benar bingung dengan perasaannya sendiri apakah memang ia memiliki perasaan yang sama dengan pria itu atau ia hanya menyayanginya sebagai seorang sahabat. Pria itu seakan membuat gadis itu membeku dan tidak mampu mengatakan apapun. Perasaannya seakan sedang diaduk dan berkecamuk antara iba, sedih, bahagia, kagum atau haru. Suasana seketika berubah menjadi sunyi dan waktu seakan terhenti saat itu juga. Lagi – lagi ia harus terjebak dalam dilema yang membuatnya tidak mampu berpikir jernih. Jawaban apa yang harus ia berikan kepada pria itu pikirnya. Setelah menunggu sejenak dan tidak ada jawaban apapun dari gadis itu, Robin seakan mengerti dan kembali menutup kotak cincin tersebut lalu memberikannya kedalam genggaman tangan Ivory.

"Gak apa – apa kalo kamu belum bisa jawab sekarang. Maaf karna ini terlalu mendadak, jadi aku akan menunggu jawabanmu. Kamu simpan dulu aja ini. Kalo kamu udah dapat jawabannya, katakan padaku dan bawalah cincin ini," ujar Robin seraya tersenyum dan menatap kedalam mata gadis itu sambil menggenggam tangannya.

"Beri aku waktu sebagaimana aku memberikanmu waktu. Aku akan memastikan perasaanku terlebih dulu. Kamu gak apa – apa kan kalo masih harus menunggu?"

"Berapa lama pun waktu yang kamu butuhkan aku siap menunggu beb. Terima kasih karna kamu udah mau mempertimbangkannya," ujar Robin seraya mencium pipi gadis itu dan masih menggenggam tangannya.

"Apa kamu memang udah terbiasa melakukan ini terhadap semua gadis yang kamu temui Rob?" ujar Ivory sembari memegang pipi kanannya. Ia masih merasa sedikit risih dengan perlakuan pria tersebut dan merasa marah membayangi Robin, seorang playboy kelas kakap yang pasti akan selalu melakukan hal tersebut terhadap setiap wanita yang ditemuinya.

"Hmmm...melakukan apa? Yang barusan? Sekarang tataplah kedalam mataku," ujar Robin memeluk pinggang gadis itu untuk mendekatkan tubuhnya agar wajah mereka kini bertemu dari jarak yang lebih dekat.

"Aku mau kamu melihat kedalamnya lekat – lekat, bisakah kamu lihat apakah aku terlihat sebagai seorang pria yang begitu dimatamu? Aku tau, aku memang seorang playboy, tapi aku adalah seorang playboy yang berkelas, bukan pria sembarangan yang akan melakukan hal senonoh itu dengan wanita manapun bahkan sebelum aku bertemu denganmu. Wanita – wanita yang mengejarku itu, hanyalah menginginkan semua uangku. Demi uang mereka bahkan begitu senang memamerkan semua yang mereka miliki termasuk menjual tubuhnya kepadaku tapi sayangnya aku bukan tipe pria yang menyukai wanita seperti itu. Aku bahkan merasa jijik dengan wanita dengan tipe seperti itu. Memacari mereka pun hanya sekedar hanya ketika mereka datang ke bar lalu menghabiskan waktu bersamaku dan dengan teman – teman lainnya dan kita hanya minum – minum serta bercanda ria saja di sana. Menggoda mereka pun hanya sebatas dimulut dan aku bisa menjamin kalo aku gak pernah sampai bermain fisik. Itu saja. Tidak lebih. Meskipun sering kali mereka menawarkan dirinya untukku, tapi sayangnya aku bukanlah tipe orang yang tertarik akan hal tersebut. Hingga setelah aku bertemu denganmu, aku merasa kamu itu benar – benar beda dari mereka, kamu benar – benar mengingatkanku akan seseorang dimasa lalu. Kamu telah membuat perasaan yang telah kukubur lama itu bangkit kembali, dan asal kamu tau, aku hanya akan melakukan hal seperti tadi ketika aku telah menemukan seorang wanita yang kucintai, yaitu seorang wanita yang luar biasa sepertimu. Kamu kira, aku gak pernah memiliki seseorang yang kucintai sebelumnya? Aku juga pernah patah hati dan hampir mengakhiri hidupku saat itu. Namun mereka datang menolongku dan sejak saat itulah aku berubah menjadi seperti sekarang ini. Sini deh, akan kuceritakan padamu kisahku sebelumnya bersama dengan wanita itu," ujar Robin seraya membawa Ivory untuk menemaninya berbincang – bincang dan menghabiskan bir yang sudah dibelinya untuk merayakan hari spesial gadis itu.

Sekitar sepuluh tahun yang lalu saat Robin masih sekitar seusia Ivory sekarang, ia masih merupakan seorang mahasiswa tahun kedua di Universitas NSW yang cukup bergengsi. Robin yang merupakan seorang putra tunggal pewaris perusahaan tekstil milik ayahnya adalah pria muda yang cukup royal. Kehidupannya yang bergemilangan harta membuatnya lupa diri, angkuh dan sering menghambur – hamburkan kekayaannya, hingga suatu ketika ia bertemu dengan seorang gadis polos lugu yang bernama Claire, gadis yang juga berkuliah di tempat yang sama dengannya. Gadis itu memiliki prestasi yang begitu bagus sehingga membuatnya mendapatkan beasiswa dan berkuliah di universitas tersebut. Claire bukanlah seorang gadis yang terlalu menonjol dari segi fisik, akan tetapi kecantikan dari dalam dirinya dan kebaikan hatinya yang begitu luar biasa seakan memancarkan aura kecantikannya hingga lama kelamaan mampu membuat hati seorang Robin Shane, anak konglomerat yang tidak pernah menghargai orang – orang di sekitarnya menjadi luluh. Tidak pernah sekalipun Claire marah ataupun emosi meskipun Robin dan teman – temannya selalu berusaha untuk merundung gadis yang lemah itu. Malah setiap kali Robin sedang dalam kesulitan, gadis itu akan selalu siap menolongnya hingga membuat pria itu merasa bersalah setiap kali melihat teman – temannya yang selalu mengganggu dan membullynya. Tidak terima akan perlakuan teman – temannya yang begitu kasar membuat Robin menjadi marah dan gusar. Berkali – kali ia berusaha membela gadis itu hingga membuatnya dijauhi oleh teman – teman disekitarnya, hingga suatu ketika ia menyatakan perasaan kepada gadis itu setelah ia menyadari bahwa perasaan itu telah tumbuh dalam hatinya tanpa ia sadari. Berkat gadis itu pulalah ia bisa berubah menjadi seorang yang lebih baik, namun sayangnya kebiasaan buruk dan onar yang telah dilakukan olehnya sebelumnya membuat kedua orangtuanya bangkrut hingga harus menjual seluruh aset mereka dan membuat kedua orang tuanya sakit keras lantas meninggal dunia. Tidak ada yang tersisa untuknya selain rumah kecil yang ditempatinya saat itu hingga akhirnya demi untuk bertahan hidup ia terpaksa menjual rumah kedua orang tuanya tersebut dan memilih untuk menyewa sebuah kondominium kecil. Keadaannya yang serba pas – pasan tidak melunturkan perasaan gadis itu padanya. Pasangan yang meskipun terlihat mencolok hingga perbandingan mereka bagaikan langit dan bumi, membuat mereka sering dirundung oleh orang – orang yang tidak suka melihatnya, terutama para gadis yang tergila – gila dengan pria tersebut. Mereka tidak terima karena Robin seakan telah mencabik – cabik harga diri mereka dengan memilih gadis biasa yang tidak ada apa – apanya dibandingkan mereka. Demi mendapatkan Robin dan menjauhkannya dari gadis itu, mereka bekerjasama dengan teman – teman yang telah dijauhi oleh Robin yang juga merasa sakit hati atas perlakuan pria itu hingga malam itu mereka merencanakan pembalasan untuk menghabisi gadis itu dengan menjebaknya dan memberitahu bahwa Robin sedang mengalami kecelakaan di pinggir jalan yang sedikit jauh dari perkotaan dan mendekati hutan, hingga akhirnya setelah gadis itu tiba, teman – teman geng Robin berusaha untuk melecehkannya namun gadis itu sempat menghajar salah satu dari mereka hingga akhirnya lelaki itu mengamuk dan setelah terjadi perselisihan, akhirnya mereka langsung menyekapnya lalu membuang gadis itu ke dalam dasar jurang di hutan tersebut. Robin yang berhari – hari tidak dapat menghubungi gadis itu lalu segera menghubungi kepolisian setempat untuk mengusut kasus tersebut hingga akhirnya ia menemukan dalang dari peristiwa itu dan akhirnya ia meminta keadilan atas kematian Claire, gadis polos yang merupakan cinta pertamanya melalui jalur hukum. Kejadian itu membuat Robin trauma dan tidak mampu berpikir jernih selama bertahun – tahun dan membuatnya depresi berat hingga ia merencanakan untuk bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya ke dasar jurang yang sama tempat gadis tersebut dibuang, namun kala itu Mike dan Rick yang merupakan teman masa kecil Robin tanpa sengaja melewati jalan tersebut lalu melihat dirinya yang sendirian berjalan ke dalam hutan dan menemukan dirinya yang hampir melakukan terjun bebas ke dasar jurang lantas segera menolongnya. Pertemuan kembali dengan teman masa kecilnya sejak insiden itu membuat mereka kembali bersatu setelah ketiganya sekian lama terpisah tanpa kabar. Sejak saat itu pula Robin menjadi lebih sering menghabiskan waktu bersama dengan mereka untuk sekedar melepaskan segala kepenatan yang ia rasakan terutama rasa sakitnya atas kematian kekasihnya, hingga ia tidak menyadari bahwa hal tersebut perlahan - lahan merusak dirinya sendiri karena sejak saat itu pulalah ia menjadi seorang perokok dan peminum yang aktif. Namun pertemuan mereka kembali seakan membukakan pintu kesempatan bagi Robin untuk mendapatkan pekerjaan baru dengan gaji yang cukup tinggi karena Mike selaku pemilik bar yang memiliki relasi yang cukup banyak pada saat itu menawarkan kepada Robin pekerjaan yang digelutinya sekarang. Itu sebabnya Robin begitu menghargai mereka. Sejak insiden tersebut beberaps kali kedua temannya tersebut sering menjodohkannya kepada gadis – gadis di bar namun semuanya tidak ada yang pernah mampu memikat hatinya dan ia hanya sekedar memacari mereka tanpa benar – benar bersikap sebagaimana sejatinya sepasang kekasih yang saling mencintai, bahkan ia tidak pernah menganggap mereka sebagai kekasihnya. Setelah malam itu berakhir maka semuanya akan kembali seperti biasa saja. Tidak pernah ada dalam sejarah baginya untuk benar – benar ada yang spesial diantara dirinya dan gadis – gadis itu, dan jika ada yang lebih dari satu hari pun, hanya sebatas biasa saja dan ia tidak pernah mau melampaui batas kewajaran.

Ivory yang sudah mabuk dengan tegukan terakhirnya akhirnya terkapar dan tidak mampu bertahan lagi setelah cerita Robin berakhir.

"Oh no...harusnya kalo gak tahan jangan dipaksakan minum," ujar Robin seraya mengambil gelas yang masih dipegang oleh gadis itu dan segera menggendongnya ke dalam kamar. Melihat wajah gadis yang sedang tertidur itu dari jarak yang lebih dekat membuat hati Robin seakan kembali bergetar. Ketika ia mengelus pipi gadis itu dan menatap wajahnya, tiba – tiba gadis itu sudah mengigau dan kembali menyebut nama Jade dalam tidurnya.

"Kamu kenapa begitu kejam Jade? Kenapa kamu harus membohongi dan mengkhianatiku? Kamu gak ada bedanya dari ayahmu yang psikopat itu. Kalian harus mati ditanganku, sama seperti ayahku yang telah dibunuh oleh ayahmu. Aku akan balaskan dendamku…Kamu jahat Jade…Jahat sekali…Aku menyesal udah percaya padamu…" ujar Ivory yang sedang mengigau dengan wajah yang begitu menyedihkan seakan ia begitu tersakiti oleh sosok yang disebutnya.

"Sayang… Kamu gak bisa langsung jawab pertanyaanku tadi apa karna teringat akan pria itu? Apakah dua tahun ini kamu masih belum bisa melupakan orang yang telah menyakitimu itu? Aku sakit liat kamu yang terus menerus seperti ini. Pria itu, liat aja nanti kalo ketemu suatu hari nanti, aku gak akan pernah membiarkannya hidup tenang. Dia yang udah buat kamu jadi seperti ini. Aku akan membalaskan dendammu pada keluarga mereka," ujar Robin yang menggenggam tangan Ivory erat lalu menyelimutinya seakan ia ingin terus melindunginya.