Rasa penasaran dan perasaan tidak enak itu terus menjalari sekujur tubuh Ivory tatkala ia telah berdiri di depan sebuah bangunan megah yang berdesain warna warni dan terdiri dari beberapa tingkatan dengan logo 'nab' nya yang cukup menarik perhatian publik itu. Nasabah lainnya yang berlalu lalang dan menabraknya pun sudah tidak dipedulikannya lagi. Namun, Robin yang tidak suka melihatnya langsung memberikan ultimatum kepada beberapa orang yang telah menabrak kekasihnya itu. Suara hiruk pikuk dan keramaian disekitarnya pun terasa bagaikan suara dengungan yang dikedapkan dalam sebuah ruangan tertutup. Robin yang menyadari bahwa kekasihnya sedang mengalami guncangan hebat masih terus merangkulnya dan berusaha menguatkannya.
"Ivory, cukup dengarkan apa yang akan kamu dengarkan nanti, tapi tetap kuatkan hatimu. Ingat, kamu gak sendirian," ujar Robin menguatkan pertahanan hati kekasihnya agar nantinya ia tidak histeris kembali. Seorang staf pelayanan yang melihat kedatangan sepasang kekasih itu langsung datang dan menyambut kehadiran mereka dengan senyum yang begitu ramah bahkan melayani mereka dengan begitu lembut dan penuh dengan tata krama.
"Selamat pagi Bapak dan Ibu, senang bisa bertemu dengan anda di sini. Silahkan duduk dulu. Apa ada yang bisa saya bantu?"
"Ah begini, kami ingin menanyakan informasi mengenai rumah yang berlokasi di Pittwater yang saya lihat barusan, disitu saya melihat tulisan bahwa rumah tersebut sedang dijual. Apakah saya bisa menemui pengurus pemasaran properti di sini?"
"Baiklah Bapak dan Ibu, akan saya antarkan anda ke bagian penjualan properti rumah tersebut. Mari ikut saya."
Wanita yang merupakan staf bagian pelayanan tersebut segera membawa Robin dan Ivory menuju sebuah ruangan pengurus penjualan properti yang berada tidak jauh dari counter depan. Pintu kaca ruangan tersebut segera terbuka dan kini mereka telah berhadapan dengan seorang pria paruh baya yang berusia tidak jauh dari Mr. Franklyn yang mereka temui sehari – harinya. Terlihat sebuah papan nama meja yang bertuliskan Dr. Gerald Schummacher, Ph.D | Property Marketing Chief Director sedang terpampang begitu indahnya dihadapan kedua orang yang sedang berdiri dihadapannya. Setelah memberikan salam dan dipersilahkan duduk, Robin terlihat memperkenalkan dirinya bersama Ivory lalu tanpa berbasa basi lagi ia segera mulai membuka pembicaraan mengenai rumah Ivory yang kini telah diambil alih oleh pihak bank dan sedang dijual. Ia menanyakan informasi mengenai sejarah bagaimana awalnya rumah tersebut diambil alih oleh pihak bank. Ivory seakan dibawa kembali ke memori dua tahun yang lalu setelah ia meninggalkan rumah tersebut ketika Gerald mulai menceritakan secara singkat bahwa satu setengah tahun yang lalu, pemilik rumah yang bernama Nathanael Lodrick telah menggadaikan rumah tersebut kepada pihak bank beserta dengan perusahaan Lunatech yang telah dirintis oleh ayah gadis itu dari nol. Tidak berapa lama kemudian, pihak bank meminta seluruh penghuni rumah untuk mengosongkan rumah tersebut, namun mereka sudah tidak melihat Nathan dan mereka hanya menemukan dua orang penghuni rumah yakni istri sang pemilik dan putra sambungnya. Deg. Perasaan gadis itu kembali berguncang. Itu berarti hanya ada mama dan Jade batin Ivory.
"Lalu apakah keadaan mama saya baik – baik aja saat itu Pak?"
"Mohon maaf sekali Nona, akan tetapi yang mengurus pembersihan gedung saat itu adalah anggota saya, jadi saya juga tidak begitu mengetahui situasi pada saat itu. Hanya itu saja yang disampaikan oleh anggota kami. Apakah Tuan dan Nona ini berniat membeli rumah tersebut?"
"Ah tidak untuk saat ini Pak, kami hanya ingin menanyakan mengenai hal tersebut karena kekasih saya ini hanya ingin mengetahui pasti mengapa rumah tersebut dijual kepada dan oleh pihak bank. Kami akan menghubungi bapak jika kami memang ingin menebus rumah itu. Mohon maaf sebelumnya telah mengganggu waktunya Pak, kami sangat berterima kasih untuk waktu yang sudah bapak luangkan. Kami permisi dulu dan selamat pagi."
"Baiklah kalau begitu. Terima kasih kembali dan ini kartu nama saya, anda bisa menghubungi saya terkait rumah tersebut. Senang bisa membantu anda dan selamat pagi."
Seraya mengambil kartu nama pria tersebut, Robin segera membawa Ivory keluar dari bank dan kerumunan nasabah yang sedang hiruk pikuk. Sesampainya di parkiran, Robin terlihat sedang mencoba menenangkan gadis itu sejenak karena sepertinya keadaan Ivory yang sedang pucat basi itu tidak sedang dalam keadaan baik – baik saja.
"Sayang, kamu terlihat begitu pucat. Aku jadi khawatir untuk melanjutkan penyelidikan ini. Apa kamu baik – baik saja dan yakin untuk tetap melanjutkannya?" Tanya Robin khawatir ketika ia sedang mengusap wajah kekasihnya itu.
"It's okay Rob, lanjutkan saja. Aku yakin bisa bertahan karna aku ingin segera ketemu mama."
Seraya mengangguk setuju, Robin pun segera mengambil ponselnya untuk menghubungi nomor ponsel pria yang tercatat dalam dokumen pengajuan kredit pinjaman yang sudah dibawanya sedari tadi. Sepertinya ia sudah tidak mempunyai pilihan selain menemui pria itu. Tanpa berpikir terlalu lama lagi, ia pun mulai menghubungi nomor ponsel yang terdaftar. Terdengar nada sambung yang sudah berdering di seberang dan tidak berapa lama kemudian dari seberang telah terdengar suara seorang pria yang lebih muda menjawab panggilan tersebut. Robin segera menekan loudspeaker ponselnya agar gadis itu bisa mendengarnya juga. Dengan suara bass yang diperhalus dan dengan tetap menjaga profesionalitasnya, ia pun memulai pembicaraan seolah ia tidak mengenal calon debitur tersebut.
"Halo, selamat pagi. Apakah saya sedang berbicara dengan Tuan Jade Lodrick?"
"Ya, saya sendiri. Dengan siapa saya sedang berbicara?"
"Begini Tuan, saya adalah staf yang ditugaskan oleh Perusahaan Finansial The Scotts yang akan mensurvey calon debitur kami, yaitu Tuan Jade sendiri. Berdasarkan dokumen ditangan saya saat ini apakah benar bapak sedang mengajukan proses pinjaman kredit uang sebesar 10 juta dolar kepada kami?"
"Ah ya, benar. Saya sangat memerlukannya sekarang untuk biaya operasi dan pengobatan ibu saya yang saat ini sedang koma dan kritis. Apakah Tuan bisa membantu saya agar saya bisa segera mendapatkan uang itu?"
"Baiklah kalau begitu, bisakah saat ini juga kita bertemu? Saya akan mengirimkan alamat di mana kita bisa bertemu dan saya akan menunggu Tuan di sana. Bagaimana, apakah anda bisa?"
"Baik. Saya akan segera menuju ke sana sekarang juga."
Setelah menutup sambungan, Robin segera mengirimkan alamat tempat mereka akan bertemu untuk mendiskusikan mengenai masalah yang tengah dihadapi oleh Jade.
"Mama akan operasi Rob, apa yang sebenarnya terjadi sama mama? Aku begitu khawatir…" ujar Ivory mulai terisak setelah mendengar pernyataan Jade.
"Hei…hei…Ivory, kamu jangan panik dulu, sekarang juga kita temui pria itu dan kita tanyakan lebih jelas kepadanya sebelum kamu berpikir jauh ke mana – mana. Ayo, kita jalan sekarang."
Sepanjang perjalanan, Ivory merasa tidak tenang, serasa ingin saat itu juga bisa menggunakan telepati untuk segera bertemu dengan Jade dan menanyakan lebih jelas mengenai masalah yang tengah terjadi didalam keluarga mereka. Robin yang tiba – tiba merasakan pinggangnya sedang dipeluk erat dan baju yang sedang dipakainya diremas oleh gadis itu, membuatnya sendiri pun merasakan ketegangan dan kekhawatiran yang sama, namun ia tetap berusaha menggenggam jemari gadis itu untuk membuatnya sedikit rileks. Segera ia melajukan motor besarnya itu untuk mencapai lokasi taman yang terletak tidak begitu jauh dari bank tersebut.
Setelah mengikuti petunjuk alamat yang diberikan oleh Robin, akhirnya Jade kini telah sampai di taman. Seketika ia melihat sekeliling, lalu dari kejauhan ia melihat dua orang berpakaian serba hitam yang sedang duduk. Seorang pria yang berpaut usia beberapa tahun darinya sedang merangkul seorang gadis berambut blonde, membuat Jade berpikir bahwa ia telah salah alamat dan mengira bahwa mungkin taman yang dimaksud bukanlah taman untuk orang yang sedang memadu kasih. Kemudian ia segera mengambil ponselnya untuk menghubungi kembali pria yang sebelumnya mengajaknya bertemu. Ia merasa bingung setelah mendengar nada dering ponsel yang berbunyi tidak jauh darinya. Ketika pria tersebut menjawab panggilan tersebut, Jade melihat bahwa pria yang sedang duduk di taman dan membelakanginya tersebut sedang berbicara melalui ponselnya juga.
"Halo Tuan, saya sudah sampai di taman."
"Ya halo, saya juga sudah di sini menunggu. Apakah anda sudah tiba?"
"Ya, saya sedang di belakang anda," ujar Jade yang sudah berdiri di belakang Robin dan Ivory. Betapa Jade terperanjat dan membelalakkan matanya ketika ia melihat kedua sosok yang kini membalikkan wajah untuk melihat ke arahnya.
"Ivory? Kamu? Jadi kamu yang meneleponku barusan? Dan kamu adalah…"
"Ya, aku adalah surveyor yang akan mensurvey calon debiturku. Perkenalkan, namaku Robin Shane, dan ini adalah asistenku yang merangkap sebagai kekasihku, Ivory Smith. Senang berkenalan dengan anda, Tuan Jade," ujar Robin bangga ketika ia memperkenalkan dirinya.
"Jadi…kamu sekarang bahkan kerja bersama dengannya Iv?"
Ivory masih menatap Jade dingin dengan mata yang masih berlinang air mata dan penuh kesedihan. Sepertinya gadis itu sedang menangis, pantas saja Robin terlihat merangkulnya tadi batin Jade.
"Iv, kamu ke mana aja selama ini? Aku terus…"
"Plak!"
Ivory yang sudah dikuasai oleh kesedihan dan amarah langsung memberikan stempel lima jari pada wajah pria itu.
"Kalian sembunyikan di mana mama? Apa yang kalian lakukan terhadap mama sampai mama harus dioperasi, lalu pergi ke mana mereka? Kenapa rumah itu dan perusahaan papa pun kalian gadaikan ke bank? Apa lagi rencana kalian hah? Belum puas kalian menghancurkan hidupku lalu sekarang kalian pun mau mengambil mama dariku? Iya? Brengsek kalian semua! Aku benci kalian! Aku benci…!" Ivory yang bagaikan kerasukan setan kembali menghajar Jade dan baku hantam pun telah terjadi diantara mereka namun Jade terlihat lebih banyak mengalah dan sengaja menerima serangan bertubi – tubi yang dilakukan oleh gadis itu.
"Ivory…! Cukup! Jangan main hakim sendiri lagi! Tahan emosi dan amarahmu! Kita berikan dia kesempatan untuk menjelaskan Iv…Please…" ujar Robin memeluk Ivory dari belakang untuk menahannya agar tidak melakukan serangan lagi kepada pria kurus di hadapan mereka.
"Ivy…kenapa kamu sekarang jadi seperti ini? Kalo aku memang bersalah aku minta maaf. Tapi apa yang kamu tuduhkan kepadaku tadi itu gak benar Iv. Aku gak apa – apa kalo kamu mau memukulku seribu kali pun, tapi aku merasa begitu sakit kalo kamu terus menuduh apa yang gak pernah kulakukan. Aku bahkan berani bersumpah, kalo semua hal yang terjadi selama ini, itu diluar sepengetahuanku. Aku di sini pun jadi korbannya, bersama mama. Mereka udah merebut semuanya dan pergi meninggalkan kami. Harusnya aku yang marah sama kamu, tapi aku gak pernah bisa karna aku terlalu mencintai kamu. Apa kamu tau selama dua tahun kamu meninggalkanku dan mama, bukan hanya aku yang merasa begitu sakit, tapi mama…mama setiap hari memimpikanmu, memanggil namamu terus, bahkan karena terlalu sering menyebut namamu, orang itu…dia terus menerus menyiksa mama, aku udah berusaha melindungi mama tapi psikopat itu memang lebih kuat dan menghajar kami habis – habisan, aku sendiri pun selalu berbaku hantam dengannya, aku masih bisa bertahan namun mama…mama gak bisa bertahan karena siksaan batin fisik yang diterimanya, hingga akhirnya membuatnya terkena serangan jantung dan sudah koma selama satu tahun lebih belakangan ini. Ditambah lagi, orang itu dengan seenaknya menggadaikan rumah dan perusahaan papa untuk dia bawa pergi semua uang hasil penggadaian tersebut dan pergi meninggalkan kami begitu saja. Aku udah menggunakan semua sisa tabunganku untuk membantu biaya pengobatan mama tapi keadaan mama belakangan ini semakin kritis karena selaput saraf pada otaknya sekarang tersumbat dan terancam akan pecah jika tidak segera dioperasi, dan biaya untuk itu nggak sedikit. Aku gak punya biaya sebanyak itu lagi makanya aku mencoba untuk mengajukan kredit pinjaman. Tapi aku gak tau kalo ternyata perusahaan finansial yang coba kuajukan itu adalah tempat kalian bekerja saat ini dan aku gak menyangka akan bertemu kalian lagi sekarang. Tapi aku percaya bahwa ini adalah takdir. Takdir yang akhirnya mempertemukan kita dan akan menyatukan kita kembali."