Sambil melepaskan pegangannya dari gagang koper, Darla berdiri diam sesaat untuk menyaksikan keindahan kapal-kapal mewah yang berbaris memenuhi pelabuhan. 'Wow'.
Sebagai lulusan dari jurusan perhotelan, tentu profesi yang akan ia lakoni di dalam kapal tersebut masih sangat berhubungan di departemen house keeping. Ya, Darla diterima bekerja di posisi stateroom steward, yang mana tugasnya tak jauh berbeda dari pengalaman magangnya ketika di perhotelan.
Pekerjaan yang dilakukan untuk seorang stateroom steward meliputi seputar kebersihan, kerapihan, kelengkapan serta kesehatan semua kamar, ataupun juga area-area umum lainnya agar kenyamanan tamu tetap terjaga.
Setelah memasuki area kapal, alis Darla berkerut, ia tidak menemukan satupun pegawai yang sejenis dengannya, maksudnya pegawai perempuan. Sepanjang jalan sampai ia masuk ke bagian stateroom kapal, ia hanya menemukan pegawai laki-laki.
Dan anehnya lagi, di sana ia tidak menemukan satupun penumpang atau tamu-tamu berkeliaran di dalamnya. Semua terlihat seperti pegawai di dalam kapal itu. Ruangan terlihat sepi. "Di mana yang lainnya?" gumam Darla sambil masih menjelajah seluruh area kamar di stateroom.
"Hei, Pak!" panggil Darla pada salah seorang pria berseragam formal dengan dasi kupu-kupu di lehernya. Pakaian formal itu berwarna netral.
Pria yang terlihat seumuran dengan Darla itu menoleh, "Iya?" jawabnya.
"Perkenalkan nama saya Darla Altania, saya pegawai baru di kapal ini, ini merupakan hari pertama saya bekerja sebagai stateroom steward. Eh... saya baru saja tiba di sini." Darla tersenyum canggung, pria itu juga sama.
"Boleh saya bertanya sesuatu?" ucap Darla pelan.
"Ya, silakan!" orang itu sangat datar.
"Sejak memasuki kapal, saya belum menemukan satupun penumpang di kapal ini, apa memang tidak ada penumpang?" Darla tampak beripir, jika tidak ada penumpang kenapa kapal ini berlayar? "Dan satu lagi, di mana ruangan istirahat untuk pekerja seperti saya?"
"Untuk sekarang, kapal ini memang sengaja dikosongkan dari para penumpang, sebab kapal ini digunakan seorang CEO sebuah perusahaan Mega Banana FF untuk berlibur ke eropa. Dan untuk kamar Mbak, Mbak boleh ikuti saya, biar saya tunjukkan," jelasnya santai dan akhirnya senyumnya terlihat natural.
Bola mata Darla liar, jawaban pria itu berhasil menghilangkan satu kebingunannya, "Oke, terima kasih," sahut Darla sembari menarik kopernya kembali mengikuti pria itu.
Dari seragamnya, Darla dapat menebak bahwa pria itu merupakan seorang yang bekerja di kapal dan tak jauh beda dari pekerjaannya yang akan ia lakukan yakni masih seputar departemen housekeeping.
"Lewat sini," ucap pria itu di sela-sela memasuki belokan lorong sebelah kiri.
Darla mengembangkan senyumnya.
"Kamarmu di sini," kata pria itu lagi setelah membukakan pintu kamar untuk Darla. "Dan ini kuncinya, oh ya jika kau butuh bantuan dan masih kebingungan, jangan segan-segan untuk bertanya padaku," tawar pria itu dengan ramah.
"Oh, terima kasih..." jawab Darla sambil meraih kunci kamarnya.
"Sama-sama." Pria itu langsung meninggalkan Darla sendirian.
Darla menaruh kopernya di atas kasur. Ia mulai mengeluarkan seluruh barangnya dan menatanya satu persatu ke dalam lemari. Ia pun segera mengganti pakaiannya dengan seragam khusus stateroom steward.
Atasan bermodel kemeja lengan pendek dan warnanya perpaduan antara warna cokelat dan krim. Pada bagian sisi lengannya berwarna coklat blaster sekitar dua sentimeter, lalu roknya sebatas lutut dengan warna seluruhnya coklat.
Darla menata rambutnya kembali, bagian yang paling ia benci ketika berias. Untuk mempersingkat waktu, ia memilih menyanggul rambutnya. Dengan begitu lebih terlihat rapi dan ringkas dari pada menguncir kuda tanpa dianyam. Bukan kuncir kuda lagi namanya tapi pom-pom cheerleaders.
"Selesai," gumam Darla puas dengan hasil rambutnya. Semua alat make up dan pernak-pernik lainnya ia rapikan kembali.
Irama yang ditimbulkan dari tumit heels Darla memecah keheningan di sepanjang lorong kamar tamu yang ada di stateroom. "Wah, benar-benar kosong kamar-kamar di sini!" gumam Darla terkesima setelah membuka beberapa pintu kabin.
Darla melanjutkan langkahnya untuk menjelajahi kabin yang ada di lantai selanjutnya. "Sepi sekali di sini," gumam Darla ketika di dalam lift menuju dek sembilan. Di hari pertamanya bekerja, ia mulai mendapat keraguan, apa ia akan betah bekerja di tempat yang jarang ia temui manusia.
"Ah, kata pria tadi, kapal ini hanya dikosongkan sementara karena seorang bos sedang liburan, mungkin dia menyewa kapal ini, sekaya apa CEO itu?" lanjut Darla bergumam dan memiliki pertanyaan.
"Ah, dasar bodoh, yang pasti kekayaan orang itu melimpah jika sampai menyewa seluruh kapal ini dan isinya." Mata Darla terpejam sekilas saat menggeleng pelan. Tak lama kemudian pintu lift terbuka dan ia sampai di lantai sembilan.
Suasana masih sama seperti di lantai delapan tadi. Sepi dan tidak ada orang. Lantas Darla melanjutkan naik ke lantai atas sampai di lantai terakhir tempat kabin-kabin berada, yaitu di lantai 11.
Langkah Darla terhenti seketika saat melihat salah satu kabin dengan pintu yang setengah terbuka. Ia mengurungkan diri untuk membuka dan mengecek kerapian di kabin lainnya.
Darla menuju kamar tersebut dan perlahan membuka pintunya lebih lebar. Ia ternganga, entah mungkin karena refleks. Di dalam kamar itu terdapat beberapa barang seperti koper dan beberapa tas tambahan.
"Ah, ini pasti kamar yang disewa CEO itu. Oke Darla, akhirnya kamu bisa bekerja walau cuma untuk di satu kamar," ucap Darla sumringah. Perasaannya cukup senang setelah masuk ke dalam.
Ia pun langsung menata dan merapikan letak barang-barang yang sedikit berantakan menurutnya. "Sudah beres?" Darla tak percaya ia hanya melakukan satu pekerjaan yaitu memindahkan koper dan barang-barang.
"Pasti masih ada yang kurang?" Darla tampak berpikir keras, "Ah, ya itu dia!" akhirnya Darla menemukan kekurangan tersebut dan langsung mengerjakannya.
Ia mengambil dua buah kain handuk berwarna dan menyulapnya menjadi boneka kelinci, itu salah satu keahlian Darla yang sudah ia sadari sejak magang di hotel. "Apa tuan CEO ini berlibur bersama istrinya?" Darla bertanya-tanya saat melipat handuk satu lagi untuk membuat bentuk yang sama.
"Tapi kalau dia bersama istrinya kenapa kopernya hanya satu?" lipatan handuk berbentuk kelinci sudah selesai dilakukan oleh tangan terampil Darla.
"Ah, Darla...!" ia meringis meneriaki namanya sendiri, "Dasar pelupa, di kapal ini kan ada mall, orang sekaya mereka tidak perlu bawa barang banyak apalagi pakaian, mereka pasti akan memebelinya di sini." Darla menepuk jidatnya sendiri menyadari kebodohannya.
Setelah berhasil membuat dua boneka kelinci yang lucu, Darla merapikan sedikit springbed karena sedikit lecek setelah ia duduki.
Tok tok tok!
Darla sedikit tersentak mendengar suara pintu yang diketuk, ia langusng menoleh ke arah pintu dan mendapati seorang pria berdiri di sana. "Ada yang bisa saya bantu?" Darla mencoba sopan dan ramah, itu salah satu tuntutan pekerjaannya.
Tunggu, Darla memperhatikan penampilan pria itu dengan seksama, jas formal berwarna dongker, sepatu pantofel mengkilap, rambut rapi dan sedikit klimis, tapi cukup tampan. 'Jangan-jangan orang ini CEO yang menyewa kapal ini'. "Ada yang bisa saya bantu, Pak? Saya sudah merapikan kamar bapak dan selamat beristirahat," potong Darla cepat, sebelum pria yang ia duga CEO itu menjawab. Senyumnya mengembang lebih lebar.
"Maaf, saya bukan pemilik kamar ini, tapi kamar ini milik bos saya, dan saya tidak akan basa-basi kepada Mbak, Mbak pasti salah masuk kapal, kapal ini tidak menerima pegawai perempuan. Jadi Mbak silakan ikut saya sekarang sebelum bos saya menemui Mbak," ucap Anton tegas, ia tak beralih dari pintu sama sekali.
Pergerakan tubuh Darla menjadi kaku, pangkal alisnya mengerut dan ujungnya melengkung. "M-maaf, mungkin ada yang salah dengan pendengaran saya, Bapak tidak sedang mengusir saya kan? Dan satu hal yang perlu Bapak tahu, saya tidak mungkin salah masuk kapal, saya ditugaskan untuk bekerja di kapal ini di departemen housekeeping," sanggah Darla dengan tak memudarkan senyuman.
"Dan saya lebih tidak mungkin salah Mbak, karena kapal ini milik bos saya dan dia sendiri yang memerintahkan saya untuk tidak menerima pekerja wanita di sini, paham?" sahut Anton lebih tegas lagi dan terdengar judes.
Darla menengadahkan kedua tangannya sekilas, ia tak bisa percaya, "Apa aku sedang bertransmigrasi ke masa jahiliyah? Siapa bos-mu itu yang melarang seorang perempuan untuk bekerja?" Darla membalas dengan licik. "Bapak bisa lihat berkas saya di lantai bawah, saya membawa berkas penerimaan kerja saya di sini, bapak silakan ikut saya untuk melihat bukti itu bahwa saya telah diterima bekerja di kapal ini."
Wajah Anton terlihat muak dengan situasi, "Maaf Mbak, saya tidak perlu melihat berkas itu, pokokya Mbak harus pergi dari kapal ini sekarang?" ketegasan Anton mulai luntur, dalam hal nada bicaranya.
"Apa? Yang benar saja? Kapal ini ini sudah dalam pelayaran, kamu mau melempar saya ke laut hah? Di mana bos kamu itu? Saya mau bertemu dengannya sekarang!" Darla melangkahkan kakinya dengan semangat 45 keluar ruangan demi membela dirinya dihadapan bos itu dan menuntutnya.