Chereads / Ketika Cinta Berlayar di Samudera / Chapter 6 - Pilihan yang sulit

Chapter 6 - Pilihan yang sulit

Darla menggigit ibu jarinya sambil memikirkan nasib dirinya nanti akan seperti apa. Ekspresi wajahnya perpaduan antara cemas dan kesal. Kejadian di kolam renang masih membayang. Ia tak habis pikir gara-gara dirinya Fabio bisa jatuh pingsan.

"Ini tidak mungkin terjadi, masa gara-gara aku dia pingsan, aku menyentuhnya saja tidak ada dan perkataanku juga tidak menyinggung bahkan masih dengan nada sopan," gumam Darla sambil bolak-balik mindari-mandir di kamarnya.

"Atau jangan-jangan si CEO itu hanya pura-pura biar aku bisa mereka usir dari sini dan akhirnya aku dipecat di hari pertamaku kerja, duh... ini tidak bisa dibiarkan!" Darla memukulkan kepalan tangannya ke telapak tangan. Bibirnya membulat dan keyakinan tumbuh di hatinya.

"Aku harus menghentikan dua orang pendiskriminasi gender itu, mereka pikir mereka tidak butuh perempuan di dunia ini," lanjut Darla yakin.

***

Anton berdiri di balkon kabin sambil tertunduk dalam di belakang bos-nya. "Maaf Pak, wanita itu keras kepala dan tidak mau pergi dari sini, dia bersikeras bahwa ia telah diterima bekerja di kapal ini. Saya sudah berusaha menghentikannya tapi tidak bisa," ungkap Anton dengan nada bersalah.

Anton tidak mendengar sahutan dari Fabio sama sekali, hal itu membuatnya merasa waspada berserah diri jika ia dimarahi lagi. Bola matanya melirik sekeliling dengan cemas.

Berselang lima detik, Anton dan Fabio dikejutkan oleh suara ketukan pintu dan teriakan seorang perempuan. Mereka berdua sudah yakin siapa perempuan yang berteriak itu, dan hanya ada satu perempuan di kapal mereka yakni Darla.

"Tuan, Fabio! Izinkan saya masuk sebentar, atau setidaknya biarkan saya berbicara denganmu untuk memperjelas semuanya. Aku yakin kau pasti sudah sadar dari pingsan!" teriak Darla di depan pintu.

Fabio memejamkan matanya dengan kekesalan yang teramat dalam mendengar suara perempuan itu. Suara itu terdengar sangat menyebalkan di telinganya dan seketika mengundang bayangan kelam di kepalanya.

"Anton!" panggilnya datar namun terdengar menakutkan bagi orang yang namanya disebut Fabio.

"Y-ya Pak!" jawab Anton tergagap.

"Aku ingin kau melempar wanita itu ke laut." Terdengar datar lagi dan sepertinya serius.

"M-maksud bapak? Bapak tidak menyuruhku untuk membunuh orang kan?" tanya Anton gugup.

"Aku tidak mau tahu, pokoknya kau harus menyingkirkan wanita itu dari hadapanku, jika tidak bisa mengusirnya dari kapal ini pastikan dia tidak bertemu denganku selama berada di dalam kapal ini," jelas Fabio sembari membalikkan tubuhnya, nada bicara terdengar pasrah kali ini. Sepertinya ia tahu bahwa sulit mengusir wanita itu.

"Baik, Pak saya akan mencoba berbicara dengan wanita itu," sahut Anton dan segera menemui Darla.

"Bapak Fabio ingin aku menyampaikan sesuatu padamu, ayo ikuti aku sekarang!" titah Anton pada Darla yang bersikap licik.

"Kenapa harus melalui kamu sih? Saya ingin dia langusng berbicara pada saya, karena dia yang melarang saya bekerja mentang-mentang dia orang kaya seenaknya mengatur orang lain yang sangat membutuhkan pekerjaan ini." Darla menyanggah.

"Dengar nona Darla, Pak Fabio tidak pernah melarangmu bekerja, hanya saja di sini bukan tempatnya, seperti yang ku bilang di awal bahwa kemungkinan besar kau salah menaiki kapal. Dan satu lagi kenapa Pak Fabio berbicara melalui saya ke kamu, karena saya adalah asistennya dan dia berhak menyuruh saya untuk itu, dan lagi pula dia sibuk mengurus bisnisnya daripada hanya berbica denganmu yang jelas akan membuang waktu berharganya, paham... nona Darla..." mata Anton menyorot name tag Darla, "Altania?"

Untuk sementara ucapan Anton berhasil membuat Darla tertegun. Senyum licik di wajahnya pun memudar. "Baik kalau kalian berdua bersikeras untuk mengusirku dari sini, aku akan berbicara langsung pada pemilik kapal ini dan akan kupastikaan bahwa bukan aku yang salah tapi kalian," ancam Darla.

"Dengar Nona Darla, aku harus mengatakan ini padamu, bahwa pemilik kapal ini adalah bos saya," kata Anton sambil memperhatikan raut Darla sengaja ia memilih kata "bos saya" dari pada menyebut langsung nama Fabio.

"Dan jika kau yakin tidak ada kesalahan dalam penerimaan pekerjaanmu, kau bisa cek pada berkas itu siapa nama pemilik kapal ini," lanjut Anton yang mulai sadar jika ada kesalahan pencetakan di berkas wanita itu. Jika tidak, mana mungkin gadis itu bisa berada di kapal ini, sebab berkas pasti akan di cek ketika memasuki kapal.

Untuk yang kedua kalinya Darla tertegun, "Ini tidak mungkin!" Darla kecewa dan ia pun langsung pergi ke kamarnyaa untuk segera mengecek berkas itu, membuktikan apakah yang dikatakan Anton itu benar.

Setiabanya di kamar, ia pun membongkar berkas ini dan kaget menemukan nama seorang direktur yang tertulis di surat panggilan pekerjaannya. Darla menggenggam kedua sisi kertas itu dengan erat dan memampangnya di hadapan wajah agar lebih jelas melihat susunan huruf-huruf itu.

"Fabio Febriano?" ucapnya lantang namun penuh dengan kecemasan.

Darla pun mulai panik, ia merasa nasibnya akan terancam karena sudah berbuat kurang ajar terhadap Fabio yang merupakan pemilik kapal pesiar yang ia tumpangi.

"Tunggu, sepertinya ada yang salah pada biodataku," gumam Darla memperhatikan lebih detail lagi biodatanya yang tertulis di surat panggilan penerima kerja itu. Ia memindai matanya berharap ada yang salah dengan matanya tersebut, tapi setelah ia cek berulang, tidak sama sekali.

"Darlo Altan?" ucapnya tak yakin, "kenapa namaku jadi versi pria begini?" tanyanya pada diri sendiri.

Darla pergi membawa selembar berkas itu untuk menemui Anton. Dengan langkah tergesa ia menyusuri lorong kabin.

"Anda mencariku Nona? Jika kau maish bersikeras untuk menemui Pak Fabio, maka akan aku tegaskan sekali lagi, itu tidak akan bisa."

Darla kaget mendengar suara Anton yang tiba-tiba muncul di balik lorong yang ia lewati. Ia menoleh ke belakang mencari sumber suara, dan benar di sana Anton berdiri dengan tenang.

Langkah Darla perlahan menjadi pelan ketika hendak menuju Anton, hingga langkah itu terhenti pada jarak sekitar dua meter.

"Aku sudah tahu penyebab kenapa aku salah memasuki kapal ini," ucap Darla datar.

Alis Anton melengkung bagian sebelah kiri. "Lalu? Apa kau sudah siap untuk meninggalkan kapal ini?" tanya Anton dengan melupakan basa-basi.

Keadaan antara Darla dan Anton seperti terbalik sekarang, kini Anton yang lebih percaya diri dan memiliki wewenang.

"DI surat ini ada yang salah dengan namaku dan jenis kelaminku yang tertera," Darla melangkah ke depan sebanyak tiga langkah agar lebih dekat dengan Anton dan menunjukkan isi surat itu ke hadapan Anton.

"Namaku tertulis Darlo Altan dan jenis kelamin laki-laki," sambung Darla.

Anton hanya melirik sekilas dokumen itu dan beralih menatap Darla sinis. "Baik, karena kau sendiri sudah tahu kesalahannya, dan yang jelas itu bukan kesalahan dari saya ataupun Pak Fabio, tapi dari dirimu sendiri yang tidak teliti dengan berkasmu sendiri, jadi saya akan beri pilihan untuk pergi dari kapal ini, sekarang atau secepatnya?" Anton tersenyum smirk.

Tunggu, jika aku pergi dari sini, lalu aku akan kerja di mana? Sementara ada kesalahan dalam berkasku pasti pihak agensi akan mengurusnya terlebih dahulu dan itu akan memutuhkan waktu yang tidak sebentar, batin Darla cemas.

Dalam situasi genting, Darla harus berpikir keras, bola matanya melirik-lirik getir, sesaat kemudian ia mengubah ekspresi wajahnya menjadi sedih pilu, "Aku mohon, jangan usir aku dari kapal ini, aku sudah bilang dengan kedua orang tuaku bahwa aku diterima bekerja di kapal pesiar, kalau mereka tahu aku gagal, mereka pasti akan kecewa dan aku bingung bagaimana membiayai kehidupan mereka, orang tuaku sudah tua dan renta, aku juga memiliki dua orang adik, satu harus kuliah dan satu lagi masih SMA, hanya aku satu-satunya harapan mereka saat ini, please biarkan aku tetap bekerja di kapal ini dan aku siap jika harus menerima syarat apapun dari bos-mu itu." Darla memohon dengan wajah memelas dan ia buat wajah itu menjadi semenyedihkan mungkin di hadapan Anton agar pria itu mau mengasihaninya.

Anton memejamkan matanya jenuh dan pasrah, ia tak tahu harus berbuat apa saat melihat seorang wanita memohon padanya. Hembusan napasnya terdengar berat dan kasar, seolah ia sedang ingin melepas sesak yang telah lama bersemayam di jantungnya.

Saat Anton menundukkan wajahnya, di situ Darla menyunggingkan senyum licik tipis di bibirnya, dan setelah Anton meliriknya kembali kedua alisnya langsung mengerut, sorot matanya redup dan pilu serta garis di bibirnya melengkung ke bawah.

Anton menatap Darla dengan penuh pertimbangan. Ia sedang dihadapkan dengan sebuah keputusan yang berat. Tak pelak, akting yang diciptakan Darla sukses mempermainkan perasaannya yang mudah iba terhadap seseorang.

'Anton kau harus bertindak tegas, dan jangan sampai membuat keputusan yang salah', batinnya.