Chapter 7 - Negoisasi

Anton mengelus rahang dan dagunya yang ditumbuhi jambang tipis, sangat tipis sekali, karena baru seminggu yang lalu ia cukur bersih dan sekarang sudah mulai tumbuh lagi pastinya.

Ekspresinya ia pasang datar walau hatinya saat ini sedang gentar. Seolah ia tak tepengaruh terhadap kondisi keluarga yang diceritakan Darla secara singkat tapi ia sudah bisa menebak keseluruhan ceritanya, sebab bukan untuk pertama kalinya seorang Anton mendengar bahwa ada kondisi masalah keluarga seperti yang diceritakan Darla.

"Baik, karena saya prihatin dengan kondisimu," ia masih mencoba bersikap teguh. "Saya akan mengizinkan kau bekerja di kapal ini, tapi dengan syarat," katanya kemudian sambil mencerna ekspresi Darla.

Senyum Darla mengembang tapi ia tahan agar tidak terlalu lebar, sebab matanya sudah membesar, nanti jika ia lebar dan besarkan keduanya dikhawatirkan akan terlihat seperti joker. "Aku siap memenuhi apapun itu syaratnya yang penting saya masih bisa bekerja di kapal ini," sahut Darla tak sabar.

"Pertama, kau harus menghindari Fabio." Anton kembali memperhatikan ekpresi Darla yang mulai tampak bingung. Sebelum Darla bertanya ia langsung melanjutkan kalimatnya, "Jika tidak sengaja kau bertemu dengannya, usahakan untuk menghindarinya, kau putar arah atau ngumpet yang penting Fabio tidak melihat kau di sini."

Darla membuka mulutnya ingin bicara, tapi Anton langsung membungkamnya dengan kalimat-kalimat lanjutannya. "Kedua, kau tidak boleh berada di kawasan dek 11, karena di situ kabin bos saya berada. Dan kau hanya boleh memasuki kabin-kabin selain kabin yang ditempati Fabio, sampai di sini ada yang perlu kau tanyakan?" Anton terkesan seperti seorang dosen yang sudah berbicara panjang lebar pada mahasiswanya lalu memberikan pertanyaan andalah di akhir.

Darla tak sadar jika ia menganga karena masih bingung dengan persyaratan yang diberikan Anton. "Aku tidak ada masalah dengan syarat yang kedua, tapi untuk syarat yang pertama, bagaimana jika aku tak sengaja bertemu dengan tuan Fabio dan aku tidak sempat menghindarinya?" tanya Darla.

"Maka siap-siap kau angkat kaki dari kapal ini atau jika kau tak ingin repot-repot aku bisa melemparmu ke laut langsung." Anton tersenyum dalam hati karena bangga mengatakan ancaman tak serius itu pada Darla, hampir ia tak dapat menahan senyumnya karena melihat ekspresi Darla yang syok.

"Oke, aku bersedia akan menghindari Fabio selama berada di kapal ini," sahut Darla secepatnya.

"Bagus."

"Eh, tapi boleh ku tahu alasan kenapa aku tidak boleh bertemu dengan tuan Fabio?" tanya Darla penasaran.

"Itu merupakan syarat ketiga dan terakhir, kau dilarang bertanya hal itu dan dilarang mencari tahu sendiri jawabannya, mengerti?" Ekspresi Anton masih ia pasang datar.

Darla mengangguk tegas walau hatinya penuh keraguan, semakin dilarang semakin termotivasi dirinya untuk mengetahui hal itu, "Baik aku setuju semua persyaratan itu."

Kali ini Anton yang mengangguk, tapi anggukan itu terlihat jelas sebuah penyesalan yang didukung dengan ekspresi wajahnya yang berubah dari datar menjadi berekspresi sendu.

Seketika, setelah menyetujui Darla tetap berada di kapal dan memberikan syarat-syaratnya, ia tetap menyesal karena tindakannya ia putuskan seorang diri tanpa diketahui sang bos.

'Aku bisa mati kali ini', batin Anton pasrah karena kesalahan dirinya sendiri, ia benci dirinya yang tidak enakan terhadap orang lain. Sering sekali karena perasaan itu ia malah merugikan diri sendiri.

Anton sudah bisa menebak apa yang akan Fabio lakukan terhadap keputusannya barusan. Bahkan ia tak sanggup memabayangkannya terlalu lama.

Kebohongan dan sandiwara Darla berjalan mulus, Anton takluk di hadapannya. "Terima kasih, sudah kuduga kau orang yang baik..." wajah Darla miring ke samping, teringat bahwa ia belum mengetahui siapa nama orang di hadapannya tersebut. Berbeda dengan Anton yang mengetahui nama Dara melalui name tag-nya.

"Maaf sampai sekarang aku belum tahu nama mu?" ucap Darla masih dengan ekspresi bersedih, pangkal alisnya naik sehingga matanya terlihat sekali seperti orang yang baru ditimpa musibah besar.

Seharusnya Darla menjadi aktris saja karena bakat akting alaminya itu. Ia pandai sekali mengekspresikan wajahnya dan bisa mengubahnya dalam kedipan mata.

"Anton, Anton Arbolino," jawab Anton tak bersemangat.

"Terima kasih, Anton," ucap Darla sekali lagi. Kemudian ia berbalik arah dan kembali menuju kamarnya untuk merayakan kemenangan kecil yang sangat berarti untuknya.

***

Langkah Anton tak setegas biasanya ketika ingin menemui bos-nya, kecemasan tak dapat ia atasi dengan baik kali ini. Sungguh ia menyesali perbuatannya. Langkahnya terhenti sejenak ketika masih berada di pintu.

Fabio belum menyadari sama sekali kehadiran Anton di pintu dan tengah menatapnya saat ini. Fabio yang sibuk mengangkat burbel seberat 9 kilogram itu masih terlalu fokus untuk mempertahankan bentuk tubuhnya.

Dengan sopan Anton mengetuk pintu untuk menandakan kehadirannya. Fabio menoleh sekilas lalu kembali sibuk dengan besi-besi berat yang ia genggam.

Anton melepas sweater-nya yang meninggalkan tang top berwarna hitam di tubuhnya. Memperlihatkan otot bisepnya yang kekar walau tak sebesar sang bos yang mengenakan kaos lengan pendek yang masih menutupi bisep kokohnya walau hanya setengah.

Anton menyusul sang bos berolah raga, tapi alat yang ia gunakan tidak sama. Ia lebih memilih palang besi untuk menggantung tubuhnya dan melakukan naik turun yang hanya mengandalkan kekuatan otot tangan sepenuhnya.

Berolah raga sudah kerap mereka lakukan bersama-sama di gym, sehingga mereka akan terus melakukannya di area gym yang ada di kapal pesiar tentunya.

"Kau sudah berhasil membereskan wanita itu?" Fabio memulai interaksi mereka.

Cengkaraman Anton pada palang besi berdiameter sekitar lima sentimeter itu semakin erat, "Sudah, Pak." Refleks Anton memejamkan matanya. Berbohong bukanlah hal yang ia sukai, tapi kali ini ia tak punya pilihan lain.

Anton memang tidak enakan, tapi ia tidak bodoh. Ia pasti akan melakukan berbagai cara untuk mempertahankan pekerjaan sekarang.

"Bagus, kalau begitu, kau selalu dapat diandalkan."

Refleks Anton melepaskan cengkramannya dan mendaratkan kakinya di lantai setelah mendengar pujian dari Fabio yang tak pernah ia dengar selama ini.

Karena pujian yang ia terima dari hasil kebohongan, membuat tubuh Anton mematung untuk sesaat.

"Kau tak pernah mengecewakanku selama ini, aku senang memiliki orang yang bisa kupercayai seperti mu," lanjut Fabio walau ia belum menerima sahutan dari Anton.

Setelah itu ia menghentikan aktivitas olahraganya, mengambil handuk kecil dan mengelap keringat di wajahnya. Handuk kecil itu ia lingkarkan di lehernya sembari meraih botol air mineral dan meminumnya sampai habis.

Kemudia ia menepuk pundak Anton, "Aku pergi duluan, aku sudah berada sejam lebih di sini sebelum kau datang," ucapnya semakin membuat Anton merasa tak enak hati.

Hari ini ada dua orang sekaligus yang membuat hati Anton bergejolak atas perasaan tak enak tersebut. Ia benci tapi ia tak dapat mengusir perasaan itu dari dalam dirinya.

Ia hanya bisa berdoa supaya Fabio tidak akan bertemu dengan Darla selama berada di kapal ini dan semoga Darla amanah terhadap janjinya.

Anton melanjutkan olahraganya dengan mengangkat besi seberat 120 kg, melampiaskan kekesalannya hari ini. Setelah berhasil mengangkatnya sekuat tenaga dan sukses melempar besi itu ke lantai kembali, mendadak ia mendapat ide cemerlang.

Senyum smirk-pun terbit di wajahnya. "Aku yakin, itu pasti akan sangat membantu Bos," gumamnya.