Iris Hubertus menatap penuh rasa curiga pada Jonas Clemens, sang kekasih. Sebagai seorang wanita, Iris Hubertus merasa ada sesuatu yang janggal pada diri kekasihnya itu. Tetapi, Iris Hubertus sendiri merasa tidak mengerti apa yang mengusik hatinya itu. Dilihatnya sang kekasih sibuk makan. Akhirnya Iris Hubertus pun menunduk berusaha fokus pada makanannya juga.
Makan malam mereka terkesan dingin. Iris Hubertus sudah biasa bermalam di flat pribadi Jonas Clemens. Memang sejak kembali dari London, Jonas Clemens memilih tinggal sendiri di flatnya yang kecil tapi nyaman. Padahal di rumah orang tuanya, sama sekali tidak kekurangan tempat. Sejak Jonas Clemens tinggal sendiri dalam flatnya, Iris Hubertus sering menginap di tempat kekasihnya itu. Awal-awal setelah mereka kembali dari London, hubungan Jonas Clemens dan Iris Hubertus masih romantis dan hangat. Namun, entah mengapa semakin ke sini, Iris Hubertus merasakan ada yang aneh dalam hubungan mereka.
Mungkin itu hanya perasaan Iris Hubertus saja. Namun, sekarang semakin jelas bahwa Jonas Clemens semakin bersikap dingin pada Iris Hubertus. Padahal Iris Hubertus sangat mencintai kekasihnya itu. Iris Hubertus memang bukan jenis wanita yang setia hanya pada satu laki-laki saja. Selama ini dirinya sering sekali berganti kekasih. Namun, sejak bertemu dengan Jonas Clemens, entah mengapa Iris Hubertus benar-benar merasa Jonas Clemens lah orang yang paling tepat untuk dirinya.
Iris Hubertus yang sudah memasuki usia dua puluh satu tahun. Memang masih terbilang muda untuk ukuran gadis seusia dirinya. Tetapi, Iris Hubertus merasa bersama Jonas Clemens lah dirinya ingin menghabiskan hari-harinya. Iris Hubertus ingin menikah dengan Jonas Clemens, kekasih yang diidamkannya itu. Tetapi, melihat sang kekasih sekarang mulai agak berubah, membuat hati Iris Hubertus mau tidak mau menjadi agak was-was.
"Kenapa, Sayang? Kok, melamun?" tegur Jonas Clemens melihat Iris Hubertus hanya mengaduk-aduk makanannya saja.
Iris Hubertus mengangkat wajahnya dan menatap Jonas Clemens.
"Tidak apa-apa," jawab Iris Hubertus singkat.
"Well, kalau kamu merasa sakit, katakan saja, Sayang. Jangan dipaksakan begitu," ujar Jonas Clemens khawatir.
"Ah, aku baik-baik saja kok," sahut Iris Hubertus lagi.
"Hem, baik-baik saja kok makananmu hanya diacak-acak begitu? Tidak kamu makan, pasti ada sesuatu," desak Jonas Clemens curiga.
Iris Hubertus meletakkan pisau dan garpunya di atas piring dengan perasaan kesal, sehingga bunyi garpu yang beradu dengan piring membuat suaranya nyaring terdengar di telinga mereka berdua.
"Hei, apa-apaan kamu, Iris?" tegur Jonas Clemens terkejut.
"Sayang! Seharusnya kamu bisa merasakan kondisi hatiku saat ini! Tetapi yang ada, aku bisa merasakannya bahwa hubungan kita semakin lama bukannya semakin erat tapi justru semakin jauh, seolah ada jurang pemisah yang tak terlihat." Iris Hubertus mengambil minumannya dan meneguknya.
Iris Hubertus berhasil mengeluarkan isi hatinya, meskipun setelahnya dia merasa tidak nyaman sendiri. Jonas Clemens sendiri tidak terlalu terkejut dengan perkataan Iris Hubertus itu. Bagi dirinya, sudah biasa jika kekasihnya itu sering ngambek karena kesal maupun cemburu. Dalam hatinya, Jonas Clemens justru berharap dirinya bisa segera lepas dari Iris Hubertus dan memproklamirkan hubungannya dengan Alexandra Weren. Namun sayangnya, Alexandra Weren mengatakan bahwa itu belum saatnya bagi mereka untuk menunjukkan hubungan mereka.
"Ok, kalau memang menurutmu tidak ada masalah apa-apa." Ucap Jonas Clemens santai sembari melanjutkan makannya.
Iris Hubertus menyipitkan matanya menatap Jonas Clemens. Dirinya benar-benar tidak percaya kekasihnya itu begitu cuek menyikapi keadaan saat itu. Dengan hati yang jengkel dan emosi yang berusaha ditahannya, Iris Hubertus melemparkan serbet makan ke meja dan beranjak dari kursinya.
Suara sentakan kursi yang terdorong karena Iris Hubertus berdiri, membuat Jonas Clemens urung menyuapkan makanannya ke dalam mulut. Jonas Clemens bengong menatap kekasihnya berjalan meninggalkannya.
"Iris, kamu mau ke mana?"
Iris Hubertus berhenti, hatinya harap-harap cemas, menunggu Jonas Clemens berjalan menghampirinya dan membujuknya untuk kembali duduk di meja makan. Tetapi, harapannya hancur berkeping-keping ketika dia menoleh ke belakang dan mendapati Jonas Clemens tetap duduk di kursinya dan melanjutkan makannya.
Iris Hubertus menahan tangisnya agar tidak pecah saat itu juga. Dia menyambar tas tangannya yang kebetulan dia letakkan di atas meja, kemudian dibukanya pintu flat lalu ke luar meninggalkan Jonas Clemens yang masih saja santai duduk di meja makan.
Iris Hubertus membanting pintu flat dengan keras, sampai dinding flat terasa bergetar.
***
Satu bulan berlalu sejak Iris Hubertus meninggalkan flat Jonas Clemens malam itu. Sejak saat itu pula, Jonas Clemens tak pernah berusaha menghubungi Iris Hubertus lagi. Sebaliknya, Iris Hubertus yang memiliki rasa gengsi tinggi pun tidak mau merendahkan hati untuk terlebih dulu menghubungi Jonas Clemens.
Tetapi, malam itu mau tidak mau Iris Hubertus harus ke flat Jonas Clemens. Ada beberapa barangnya yang tertinggal di flat kekasihnya itu yang harus segera diambilnya. Jikalau barang tersebut tidak penting, maka sudah pasti Iris Hubertus malas mengunjungi flat kekasihnya itu. Seorang Iris Hubertus yang biasa mudah mendapatkan segala yang diinginkannya, kini seolah harus mengemis cinta pada Jonas Clemens. Sebenarnya Jonathan Hubertus, sang kakak sudah berulang kali berusaha menyadarkan Iris Hubertus agar meninggalkan Jonas Clemens dan mencari laki-laki lain yang benar-benar serius. Namun, bagi Iris Hubertus, Jonas Clemens sudah tidak bisa digeser posisinya dari hatinya.
"Untuk apa kamu masih saja mengharapkannya, Iris?" celetuk Jonathan Hubertus malam itu di rumah saat melihat sang adik tengah bersiap-siap hendak pergi ke flat Jonas Clemens.
"Aku tidak mengharapkannya lagi kok!" sahut Iris Hubertus bohong.
"Kalau tidak mengharapkannya lagi, lalu mengapa kamu hendak pergi ke tempatnya?" tanya Jonathan Hubertus curiga.
"Ya mau bagaimana lagi, ada barangku yang perlu aku ambil dari sana," ujar Iris Hubertus santai.
"Hem, kalau hanya itu alasannya sih, kamu bisa beli lagi barang tersebut," kata Jonathan seolah menyindir adiknya.
"Ini bukan barang yang mudah didapat kembali tahu! Sudahlah, bukannya membantu, kamu malah seolah membully aku, Jonathan!" ujar Iris Hubertus kesal.
Terserah kamu sih, itu memang hak kamu untuk terus bertahan dengan Jonas Clemens," ujar Jonathan Hubertus lagi.
"Hei, daripada mengurusi masalahku, lebih baik kamu urus 'tuh sekretaris sexy mu itu!" semprot Iris Hubertus mencibir.
"Loh, memangnya ada apa dengan Alexandra?" Jonatahan Hubertus menatap heran pada adiknya.
"Kamu pikir aku tidak tahu? Bukankah kamu sangat mencintainya, Kak? Tetapi dia tidak menanggapi perasaanmu 'kan, Kak? Memangnya menurutmu kenapa dia sama sekali tidak mau membalas cintamu? Mengapa coba?!" cecar Iris Hubertus dengan mata nyalang.
"Mana aku tahu. Namanya juga urusan perasaan, ya tidak bisa dipaksakan dong!" jawab Jonathan Hubertus amat kesal pada sikap adiknya.
"Hahaha, Kakak pura-pura tidak tahu atau memang tidak tahu? Alexandra Weren itu mencurigakan, sepertinya dia menyimpan sesuatu rahasia. Namun, aku juga tak tahu apa rahasianya itu." Iris Hubertus tersenyum mengejek.