"Aku cukup merasa heran padamu, Iris. Kenapa kamu bisa kecelakaan tunggal begitu? Mobilmu tergelincir sampai terbalik begitu rupa, padahal kondisi jalanan saat itu sepi. Memang sih malam itu bersalju, sehingga jalanan licin, tetapi masa iya sih kamu yang jago menyetir sampai hilang kendali begitu. Aku curiga," ujar Jonathan Hubertus ketika sore itu menyempatkan diri menjenguk adiknya di rumah sakit.
"Lalu kakak pikir aku sengaja mencelakakan diriku sendiri begitu?" tanya Iris Hubertus kesal.
"Yeah, bukan begitu sih maksudku. Hanya saja aku penasaran, apakah ada yang mengganggu pikiranmu ketika itu?" tanya Jonathan Hubertus lagi.
Iris Hubertus sebenarnya ingin sekali bisa mencurahkan isi hatinya pada sang kakak, mengingat dia memutuskan tidak memberi tahu kedua orang tuanya tentang Jonas Clemens dan Alexandra Weren. Iris Hubertus tidak ingin lebih membebani orang tuanya. Iris Hubertus sangat memahami kondisi orang tuanya yang saat ini sedang bingung tentang keadaan perusahaan mereka. Iris Hubertus tidak sampai hati untuk menambahi beban pikiran mereka. Maka dari itu, ingin rasanya beban yang ada di hatinya saat ini bisa berbagi dengan sang kakak. Namun, tetap saja Iris Hubertus tidak ingin menambah beban pikiran kakaknya juga. Bagaimana pun kakaknya juga sedang memikirkan banyak hal tentang perusahaan keluarganya.
"Tidak ada apa-apa kok, Kak. Mungkin saat itu aku hanya sedang melamun saja," ujar Iris Hubertus.
"Melamun? Memangnya kamu memikirkan apa? Kamu tidak dalam kondisi mabuk 'kan?" tanya Jonathan Hubertus.
"Tidak Kak, aku tidak mabuk kok. Cuma memang sedang banyak hal yang dipikirkan sih," ujar Iris Hubertus lagi.
"Coba kamu ceritakan padaku, barang kali aku bisa membantumu!" kata Jonathan Hubertus meminta sang adik menceritakan masalahnya.
"Biasalah Kak, tentang Jonas," ucap Iris Hubertus.
"Kenapa dengan si Jonas?" tanya Jonathan Hubertus penasaran.
"Ah, biasa lah, Kak. Namanya juga sebuah hubungan, pasti ada turun naik. Hubunganku dengan Jonas saat ini sedang renggang, Kak," kata Iris Hubertus dengan nada getir.
"Well, bukankah aku sudah mengatakannya berkali-kali? Jonas Clemens bukanlah laki-laki yang pantas untukmu. Tinggalkan saja dia, Iris." Jonathan Hubertus menggenggam tangan kanan adiknya dengan lembut.
"Ya, Kak. Mungkin memang apa yang kakak katakan ada benarnya juga, Jonas bukanlah orang yang pantas untukku," ujar Iris Hubertus menyerah.
Jonathan Hubertus berdiri dari kursinya dan memeluk Iris Hubertus dengan erat. Iris Hubertus pun menangis di pelukan sang kakak.
"Maafkan aku, Kak," ucapnya lirih di sela-sela tangis.
"Hei, untuk apa kamu mengatakan maaf?" Jonathan Hubertus memegang kedua lengan Iris Hubertus dan menatap lekat-lekat kedua mata adiknya itu.
"Maafkan aku yang membuat kalian semua merasa malu dan terbebani dengan kondisiku ini," kata Iris Hubertus lagi.
"Mengapa kami harus malu dan merasa terbebani, Iris?" tanya Jonathan Hubertus pada sang adik.
"Diriku tak lagi seperti Iris Hubertus yang dulu. Aku yang sekarang hanya memiliki satu kaki saja, Kak," ujar Iris Hubertus pedih.
"Hei, memangnya kenapa dengan kakimu ini? Tenang saja, nanti aku carikan dokter yang bisa merekomendasikan alat bantu untuk kamu berjalan, Iris. Kamu tidak perlu rendah diri, ok?" Jonathan Hubertus memberikan semangat.
"Tidak, Kak. Tetap tidak akan sama lagi. Aku sudah tak lagi cantik seperti dulu lagi," Iris Hubertus tetap bertahan pada pendiriannya.
"Tolong, jangan pernah katakan itu lagi, Iris! Kamu tetap cantik, tidak ada bedanya!"
***
Malam harinya, sebuah kunjungan yang sangat tidak diharapkan oleh Iris Hubertus pun terjadi. Awalnya Iris Hubertus begitu bahagian ketika Jonas Clemens muncul di ambang pintu ruang perawatannya.
"Oh, Sayang. Betapa aku sangat merindukanmu, mengapa baru sekarang kamu datang menjengukku? Padahal sudah satu minggu aku di sini," ujar Iris Hubertus separuh protes.
"Sorry, Iris. Aku memang sedang sibuk sekali beberapa hari ini," sahut Jonas Clemens.
"Baiklah, kau aku maafkan, Sayang. Kemarilah!" tangan Iris Hubertus menggapai Jonas Clemens agar mendekat padanya.
Namun, Jonas Clemens nampak enggan untuk mendekat. Jonas Clemens memang sengaja datang ke rumah sakit untuk menemui dan memberi tahu Iris Hubertus mengenai hubungan mereka. Entah mengapa hati Jonas Clemens bagaikan baja yang tidak kenal belas kasihan. Bukannya memberi semangat agar Iris Hubertus kembali pulih, malah dia ingin sesegera mungkin berpisah secara resmi dengan Iris Hubertus.
Lebih-lebih ketika Jonas Clemens mengetahui kondisi terkini Iris Hubertus akibat kecelakaan yang dialaminya itu. Jonas Clemens sama sekali tidak ingin menghabiskan sisa hidunya bersama wanita cacat macam Iris Hubertus. Jonas Clemens sungguh tidak mampu membayangkan akan seperti apa hidupnya kelak jika dia menikah dengan Iris Hubertus. Untung, dia segera menemukan tambatan hati yang lain, yang jelas lebih cantik dan sexy dari Iris Hubertus.
Jonas Clemens bukannya mendekat ke arah Iris Hubertus, dia malah berbalik dan ke luar dari ruangan tersebut.
"Sayang! Kamu mau ke mana?" seru Iris Hubertus panik.
Tidak sampai satu menit kemudian, Jonas Clemens pun kembali masuk ke ruangan. Iris Hubertus yang melihat hal itu tersenyum senang. Namun, senyumnya itu seketika lenyap tatkala dia melihat siapa yang berjalan di belakang Jonas Clemens. Alexandra Weren berdiri tepat di belakang Jonas Clemens. Mereka berdua berjalan mendekati ranjang Iris Hubertus.
"Untuk apa kau ke sini perempuan jalang?!" ucap Iris Hubertus jengkel.
"Iris! Jaga bicaramu itu! Aku kemari sengaja ingin menemuimu," kata Jonas Clemens menegur Iris Hubertus.
"Kalau kau ingin bicara padaku, bicaralah! Mengapa kau harus membawa dia?" tunjuk Iris Hubertus pada Alexandra Weren.
"Iris, inilah yang ingin aku katakan padamu. Aku yakin kamu telah merasakannya betapa hubungan kita ini semakin menjauh. Jujur saja, di dalam hatiku sudah tak ada lagi cinta untukmu. Maafkan aku Iris, aku terpaksa harus mengatakan ini padamu. Aku tidak ingin kamu terus menerus berharap, aku telah mencintai Alexandra. Kami ingin hidup bersama, menjalani hidup berdua. Kedatanganku ke sini adalah untuk menegaskan padamu bahwa hubungan kita cukup sampai di sini, Iris. Aku yakin kamu akan bisa menemukan laki-laki lain yang lebih baik dari aku. Maafkan aku, Iris. Selamat tinggal, semoga kamu cepat sembuh."
Jonas Clemens dan Alexandra Weren pun berbalik dan meninggalkan Iris Hubertus yang bengong tidak mampu berkata apa-apa. Iris Hubertus terdiam, tidak bereaksi apa-apa. Saat itu, pikirannya seperti kosong, tatapan matanya pun kosong, Iris Hubertus benar-benar syok berat dengan kejadian yang baru saja dia alami.
Begitu sadar dari syoknya, Iris Hubertus tak mampu lagi membendung rasa sedihnya yang begitu berat. Iris Hubertus menangis tanpa suara. Rupanya sakit hati yang amat sangat, membuat Iris Hubertus tak lagi mampu mengeluarkan tangisnya dengan bebas. Dia lebih memilih menangis dalam diam.