Chereads / Wanita Berhati Dingin / Chapter 14 - Satu Celah Lagi

Chapter 14 - Satu Celah Lagi

"Hei, ada apa, Jo? Kamu bisa menceritakannya padaku jika ada sesuatu yang mengganjal hatimu!" ujar Alexandra Weren ketika mereka berdua sedang makan siang bersama di kantin kantor.

Memang bukan hal yang aneh lagi jika Jonathan Hubertus dan Alexandra Weren pergi bersama, makan bersama, itu hal wajar mengingat Alexandra Weren adalah sekretaris Jonathan Hubertus. Maka hal yang wajar pula ketika banyak mata menilai bahwa mereka pasti memiliki hubungan pribadi.

"Hem, aku malu menceritakannya padamu, Alexa," ucap Jonathan Hubertus.

"Apakah ini berkaitan dengan pertengkaranmu dengan kedua orang tuamu beberapa hari lalu?" tanya Alexandra Weren lagi.

Jonathan Hubertus mengangguk lemah. Baru kali ini Alexandra Weren melihat bosnya itu bermuram durja, wajahnya terlihat amat mendung begitu. Alexandra Weren yakin pasti ada masalah yang lumayan berat yang sedang dihadapi oleh Jonathan Hubertus.

"Kamu bisa cerita sama aku, Jo. Meskipun aku belum tentu bisa membantu, setidaknya kamu bisa sedikit lega jika sudah berbagi cerita," tutur Alexandra Weren memantapkan hati bosnya itu.

"Sebenarnya, perusahaan ini sedang menghadapi suatu masalah keuangan, Alexa." Jonathan Hubertus berhenti menyuapkan makanan ke dalam mulutnya dan menatap lawan bicaranya untuk melihat reaksi Alexandra Weren.

Namun, Alexandra Weren tidak memperlihatkan ekspresi apa-apa, Jonathan Hubertus jadi merasa lega. Awalnya dia takut jika hal itu membuat Alexandra Weren terkejut dan menganggap perusahaan akan jatuh pailit. Meskipun kenyataanya memang begitu, jika perusahaan keluarga Hubertus tidak segera mendapatkan bantuan dana segar, dapat dipastikan perusahaan itu tinggal menunggu waktu untuk gulung tikar.

"Perusahaan belakangan mengalami kerugian terus menerus, sehingga membuat kondisinya memprihatinkan. Jika tidak segera mendapat suntikan dana dari investor, dikhawatirkan tidak lama lagi kita akan bangkrut, Alexa," kata Jonathan Hubertus pelan supaya tidak didengar oleh orang-orang yang berada di sekitar mereka.

"Kamu serius?" Alexandra Weren terkejut meski tak memperlihatkan reaksi yang berlebihan.

Alexandra Weren tahu diri, tidak mungkin dirinya menarik perhatian orang lain dengan teriakannya.

"Iya ini serius, Alexa. Maka dari itulah, papa dan mama berusaha mencari cara untuk kembali membangkitkan roda perusahaan. Salah satu caranya dengan,_" Jonathan Hubertus tidak melanjutkan perkataannya.

"Apakah cara itu yang membuat kamu marah ketika itu?" tanya Alexandra Weren berusaha melanjutkan kalimat Jonathan Hubertus yang terputus.

"Ya, kamu benar, Alexa. Papa dan mama menjodohkan aku dengan anak salah seorang teman bisnis mereka yang akan menjadi investor bagi perusahaan ini." Jonathan Hubertus mengambil minumannya dan meneguk sedikit untuk membasahi tenggorokkannya.

"Lalu apa jawabmu?" tanya Alexandra Weren penasaran.

"Kamu lihat sendiri 'kan bagaimana aku marahnya saat itu?" ujar Jonathan Hubertus menatap mata Alexandra Weren.

"Iya, aku memang melihatmu marah waktu itu. Tetapi aku mana tahu apa yang kalian bicarakan di dalam setelah Iris berhasil membujukmu masuk kembali," kata Alexandra Weren sambil mengunyah makanannya.

"Aku tetap menolak lah, mana mungkin aku mau dikorbankan untuk kelangsungan perusahaan ini," ujar Jonathan Hubertus kesal.

"Lalu, apa solusi untuk masalah tersebut?" kembali Alexandra Weren bertanya.

"Aku mengusulkan bagaimana kalau Iris saja yang dicarikan jodoh dengan laki-laki yang kaya raya yang bisa jadi penyokong dana perusahaan," jawab Jonathan Hubertus menyeringai.

"Hah? Serius kamu mengusulkan hal itu?" ucap Alexandra Weren tidak percaya.

"Iya aku serius mengatakan hal itu pada mereka," jawab Jonathan Hubertus.

"Lalu bagaimana reaksi Iris?" dalam hati Alexandra Weren tertawa, menertawakan masalah yang menimpa keluarga Hubertus itu.

"Sudah jelas dong Iris menolak mentah-mentah, dia bahkan marah-marah melebihi aku, hehehe," tutur Jonathan Hubertus terkekeh.

"Kamu ini ya, masih bisa bercanda saja sih. Lalu, apa yang akan kalian lakukan untuk masalah tersebut?" cecar Alexandra Weren.

"Belum ada solusi sama sekali, entahlah kita lihat saja nanti. Padahal ada salah satu investor yang kekayaannya luar biasa yang siap mendanai perusahaan ini. Namun, sayang sekali penawarannya begitu berat," ujar Jonathan Hubertus lebih kepada dirinya sendiri.

"Siapa investor itu? Apa tawarannya? Apakah sebegitu sulitnya?" tanya Alexandra Weren semakin penasaran.

"Masalahnya investor tua itu meminta Iris jadi istrinya, padahal dia itu laki-laki yang sudah tua, sudah bau tanah, hehehe." Jonathan Hubertus meneguk minumannya lagi.

"Huss!! Jangan ngomong yang tidak-tidak begitu ah! Memangnya laki-laki tua itu tidak punya istri?" Alexandra Weren asyik mengorek informasi dari Jonathan Hubertus tanpa pemuda itu sadari.

"Iya lah, istrinya sudah meninggal. Kalau masih ada istrinya mana mungkin dia minta Iris jadi istrinya. Dia laki-laki tua yang hidup sendiri tanpa anak juga. Dipikir-pikir kasihan juga ya hidupnya, bergelimang harta kekayaan namun kesepian," tutur Jonathan Hubertus.

"Hemm, kenapa bukan kamu saja yang mencoba untuk menjadi temannya? Siapa tahu Tuan itu eh siapa namanya tadi?"

"Daniel Miller," sahut Jonathan Hubertus.

Alexandra Weren bersorak dalam hati karena berhasil mengorek keterangan dari Jonathan Hubertus tanpa disadarinya. Sekarang Alexandra Weren tahu siapa laki-laki yang dimaksud oleh Jonathan Hubertus. Setelah mengantongi nama investor itu, kini Alexandra bisa menyusun rencana baru lagi. Oh, betapa gembiranya Alexandra Weren yang perlahan tapi pasti dapat merealisasikan tujuannya.

"Memang seberapa pentingnya Tuan Daniel Miller ini untuk perusahaan kita ini?" tanya Alexandra Weren ingin tahu.

"Hem, bisa dikatakan, dengan uang dari dia, perusahaan ini bisa sehat kembali bahkan lebih dari itu. Kekayaan dia tiga kali lipat semua kekayaan dan aset keluargaku," ujar Jonathan Hubertus.

"Yah, semoga saja kalian bisa menemukan solusi lain yang lebih baik. Yang tidak mengorbankan salah satu dari kalian," kata Alexandra Weren berharap.

"Iya semoga saja, Alexa. Sudahlah, aku akan langsung pulang ke rumah setelah makan. Apakah kamu masih ingin tinggal di sini atau mau ke kantor bersamaku?" tanya Jonathan Hubertus sembari bangkit berdiri.

"Aku masih ingin di sini sebentar lagi deh," jawab Alexandra Weren.

"Baiklah kalau begitu. Aku duluan ya!"

"Ok, hati-hati!" Alexandra Weren melambaikan tangan pada Jonathan Hubertus yang menjauh pergi.

Alexandra Weren sengaja berlama-lama di kantin, dia masih ingin mencari tahu semua tentang sosok Daniel Miller. Alexandra Weren segera mengeluarkan ponselnya dan mulai asyik berselancar di google. Semua hal yang berkaitan dengan Daniel Miller tidak satu pun terlewatkan oleh gadis cantik itu.

Setiap informasi penting yang diperolehnya, segera Alexandra Weren tulis di buku catatan kecilnya yang dia bawa ke mana-mana. Alexandra Weren merasa perlu menggali lebih dalam tentang Daniel Miller jika dirinya ingin bisa mengambil hati pria tua itu.

Alexandra Weren sudah memiliki bayangan bagaimana langkah selanjutnya. Kebetulan Daniel Miller mempunyai hobi berkebun. Di rumahnya yang bagaikan sebuah istana itu, dibangun taman bunga khusus yang dirancang oleh seorang ahli taman terkenal. Kebetulan juga, Alexandra Weren memiliki hobi yang sama. Alexandra Weren bahkan sangat mengerti tentang tanaman. Maka dari itu, Alexandra Weren senang karena merasa sudah menemukan jalan yang bisa menjembataninya untuk masuk ke kehidupan Daniel Miller.