Alexandra Werner sibuk menatap layar monitor laptopnya, sedari tadi memang dirinya sedang sibuk membuat laporan hasil pertemuan Jonathan Hubertus dengan salah seorang calon rekan bisnisnya. Ketika sedang fokus terhadap pekerjaannya, tiba-tiba Iris Hubertus sudah berdiri di hadapannya.
Alexandra Werner menengadah dan menatap adik dari bosnya itu dengan pandangan penuh tanda tanya. Iris Hubertus berdiri dengan congkaknya, matanya menatap Alexandra Werner dengan penuh kebencian.
"Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya Alexandra Werner berusaha tetap bersikap profesional.
"Huh! Tidak perlu kamu berlagak bodoh!" umpat Iris Hubertus.
"Maaf, saya benar-benar tidak mengerti apa yang anda maksud," kata Alexandra Werner lagi.
"Oh, jadi selain cantik, kamu juga cerdik macam ular ya. Hei wanita menjijikan! Kuperingatkan padamu sekali lagi ya, jauhi calon suamiku! Jika kamu berani mendekatinya, apalagi sampai berusaha menjerat Jonas menggunakan kecantikanmu itu, maka kamu akan menerima akibatnya, camkan itu!"
Setelah mencaci maki Alexandra Werner dengan kata-kata yang menyakitkan, Iris Hubertus pun segera berlalu. Alexandra Werner pun dibuat bingung dengan sikap adik bosnya itu. Alexandra Werner sama sekali tidak memiliki hubungan yang spesial dengan Jonas Clemens.
Memang, sudah ada tiga kali Jonas Clemens mampir ke flat Alexandra Werner. Kali pertama laki-laki itu datang adalah ketika Alexandra Werner pulang kantor kemalaman karena lembur. Kali ke dua, Jonas Clemens kembali datang ke flatnya untuk menjemput Alexandra Werner yang akan diajaknya makan siang. Saat itu hari Minggu, Alexandra Werner tidak bekerja. Dua hari lalu, itulah kali ke tiga Jonas Clemens mengunjungi tempat tinggalnya. Namun, pada kesempatan itu Alexandra Werner menolak ajakan Jonas Clemens dengan sopan. Jonas Clemens memang agak kesal dengan penolakan itu, tetapi pada akhirnya dirinya bisa menerima.
Jujur Alexandra Werner tidak mengerti dari mana Iris Hubertus mengetahui tentang Jonas Clemens yang beberapa kali mendatanginya. Namun, meski begitu, Alexandra Werner sama sekali tidak memiliki hubungan apa pun dengan Jonas Clemens.
Fokus Alexandra Weren telah menguap entah ke mana setelah kedatangan Iris Hubertus. Bukan karena merasa takut pada Iris Hubertus, tetapi lebih pada tergelitiknya pikiran Alexandra Weren. Ketika mengingat semua percakapan dirinya dengan Jonas Clemens selama ini, Alexandra Weren menjadi bertambah yakin bahwa laki-laki yang berstatus kekasih Iris Hubertus itu benar-benar menaruh hati padanya. Hal ini membuat Alexandra Werner semakin yakin juga untuk melangkah lebih jauh lagi.
Semula Alexandra Weren masih maju mundur untuk mengambil sikap. Namun, karena baru saja Iris Hubertus memakinya sedemikian rupa, maka itu sudah menjadi petunjuk bagi Alexandra Werner untuk melangkah maju. Semua yang selama ini sudah dia rencanakan, sudah saatnya untuk dijalankan. Keluarga Victor Hubertus harus merasakan sakit dan jatuh sampai mereka tak lagi mampu untuk bangkit.
***
Di rumahnya, Matheo Kion tidak bisa tenang. Pikirannya melayang ke sahabatnya, Phineas Fabio. Entah apa yang sebenarnya terjadi pada Phineas Fabio. Menurut polisi itu adalah akibat kecelakaan, tetapi Matheo Kion yakin bukan begitu kejadiannya.
Matheo Kion tahu betul seperti apa sahabatnya itu. Sebanyak apa pun Phineas Fabio minum, dia tidak akan sampai mabuk. Hal itu membuat Matheo Kion tidak percaya bahwa Phineas Fabio terjatuh dari balkon kamarnya karena terlalu mabuk.
Dalam kamarnya, Matheo Kion berbaring dengan gelisah. Sedari tadi dia hanya membolak-balikkan badannya karena tidak bisa tidur. Dalam pikiran Matheo Kion, dirinya masih sangat penasaran dengan sosok wanita yang menurut kesaksian pegawai penginapan malam itu masuk ke penginapan bersama Phineas Fabio. Matheo Kion merasa yakin bahwa wanita tersebut punya andil dalam tewasnya Phineas Fabio.
Matheo Kion duduk di tempat tidurnya, pandangan matanya menerawang ke langit-langit kamarnya. Jujur saja saat itu dirinya merasa takut jika tewasnya Phineas Fabio ada kaitannya dengan kejahatan yang telah mereka lakukan di masa lalu.
Mau tidak mau Matheo Kion kembali mengingat masa lalunya bersama Phineas Fabio. Mereka berdua merupakan komplotan kriminal. Mereka bisa melakukan segala bentuk kejahatan yang penting menghasilkan uang. Dari pencurian, perampokan, penculikan, bahkan sampai pembunuhan. Selama bertahun-tahun mereka melakukan kejahatan, ada satu yang paling berkesan bagi Matheo Kion. Peristiwa itu bahkan sampai detik ini masih saja menghantui setiap langkah hidupnya.
Ketika Matheo Kion ditinggalkan oleh sang istri karena sikap kasar dan tidak bisa mengontrol emosinya, dia pun terpuruk. Bagaimanapun juga istrinya itu adalah wanita yang paling memahami dirinya selama ini. Wanita itu dengan sabar mendampingi Matheo Kion selama puluhan tahun. Namun, akibat pemukulan yang dilakukan oleh dirinya pada sang istri, wanita itu pun sudah tak tahan lagi. Dia pun meninggalkan Matheo Kion untuk ikut tinggal bersama anak semata wayang mereka.
Matheo Kion dan sang istri memiliki satu anak perempuan. Anak mereka itu telah menikah dan tinggal di luar kota. Ketika sang istri memutuskan untuk pergi dari Matheo Kion, wanita itu memilih ikut tinggal bersama anaknya itu. Sang anak pun mendukung dan melindungi mamanya, bahkan sang anak sampai membenci dan melarang Matheo Kion untuk menemui dirinya dan mamanya.
Praktis kini hidup Matheo Kion lontang lantung sendiri. Di saat yang seperti inilah, mau tidak mau ingatan Matheo Kion kembali ke dua puluh tiga tahun yang lalu. Saat di mana dirinya beserta kedua rekannya melakukan kejahatan yang sangat keji. Matheo Kion, Phineas Fabio, dan Marvin Norbert telah diminta melakukan penculikan dan pembunuhan seorang wanita yang sedang hamil besar.
Saat Matheo Kion dan komplotannya melakukan hal keji itu, sama sekali tidak ada rasa belas kasihan pada wanita tersebut. Entah setan apa yang ketika itu merasuki Matheo Kion dan kedua rekannya hingga tega melakukan perbuatan tersebut.
Memang saat itu, Marvin Norbart sangat membutuhkan uang untuk pengobatan istrinya. Sedangkan dirinya dan Phineas Fabio butuh uang hanya untuk berfoya-foya. Kebetulan saat itu, Nicole Meinrad, anak tunggal dari bos sebuah perusahaan besar menghubungi Matheo Kion untuk memberi pekerjaan. Pada saat menculik wanita bernama Elena Gunther, Matheo Kion dan kedua rekannya sama sekali tidak ada rasa kasihan. Pada saat itu kehamilan Elena Gunther sudah sangat besar, tetapi Matheo Kion sama sekali tidak peduli, dia bahkan menyiksa dan menendang perut Elena Gunther hingga wanita itu kontraksi dan melahirkan bayinya.
"Oh, tidak!!!" teriak Matheo Kion sambil memegang kepala dengan kedua tangannya.
"Mengapa aku begitu kejamnya. Sudah membunuh ibunya, aku juga yang membunuh bayi yang baru dilahirkannya. Oh, aku benar-benar bukan manusia. Maka, wajarlah jika sekarang aku menuai akibatnya. Istriku meninggalkanku, dan anakku juga membenciku. Oh, ya Tuhan," Matheo Kion merasa suaranya tersangkut di tenggorokan.
Di dalam kamarnya yang sepi itu, hanya dengan ditemani oleh bunyi detik jarum jam di dinding, Matheo Kion mulai menyesali kekejamannya itu. Namun, nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terlambat.