Chereads / Wanita Berhati Dingin / Chapter 10 - BAB 10 Pertemuan di Bar

Chapter 10 - BAB 10 Pertemuan di Bar

Satu bulan sejak pertemuannya dengan Jonas Clemens, Alexandra Weren belum pernah berjumpa lagi dengan laki-laki itu. Tetapi, ketika malam itu Alexandra Weren tiba di flatnya, dia terkejut mendapati Jonas Clemens berdiri tepat di depan pintu flatnya.

"Halo Alexandra, tentunya aku boleh memanggilmu begitu 'kan?" tutur Jonas Clemens tersenyum culas.

"Oh, iya hai. Apa yang anda lakukan di sini?" tanya Alexandra Weren bingung.

"Ah, aku hanya kebetulan sedang menghabiskan waktu dengan teman-temanku di dekat sini. Jadi, begitu aku selesai dengan mereka kupikir tidak ada salahnya aku mampir ke tempatmu. Boleh aku masuk?" ujar Jonas Clemens.

"Ah, sebenarnya ingin sekali saya mempersilakan anda untuk masuk, namun sepertinya malam sudah makin larut, saya juga butuh istirahat setelah lembur di kantor. Jadi, jika anda tidak keberatan, saya ingin sendirian dan tidur cepat malam ini," kata Alexandra Weren sopan.

"Oh, sebenarnya aku tipe orang yang pantang ditolak loh. Tapi, karena aku tertarik denganmu, maka kali ini aku menerima penolakanmu, Alexandra. Tetapi, aku baru akan pergi dari sini jika kamu berjanji akan mengijinkanku untuk memanggil nama depanmu saja, selain itu aku juga minta kamu memanggilku Jonas saja, supaya kita semakin akrab. Oh ya, satu lagi. Aku ingin kunjunganku yang berikutnya tidak kamu tolak lagi, bagaimana? Apakah kamu setuju?" tanya Jonas Clemens menantang.

Alexandra Weren yang sudah teramat letih karena seharian berkutat dengan pekerjaannya, sudah malas untuk berdebat dengan laki-laki itu. Maka, tanpa pikir panjang akhirnya dia menganggukkan kepalanya tanda setuju.

"Nah, begitu dong! Itu baru namanya gadis yang pintar. Ok, aku pergi. Selamat beristirahat, Alexandra. Sampai jumpa!"

Jonas Clemens melangkah pergi menjauh dari flat Alexandra Weren. Wanita cantik itu bernapas dengan lega begitu melihat kekasih Iris Hubertus berlalu. Alexandra Weren membuka pintu flat dan menguncinya rapat-rapat setelah dirinya masuk. Alexandra Weren meletakkan kuncinya di atas meja kaca yang berada di dekat pintu. Setelah melepas mantelnya, dia pun melangkah masuk ke kamarnya.

Alexandra Weren melepas sepatu dan merebahkan tubuhnya yang penat ke kasur. Sambil memejamkan mata, Alexandra Weren pun mulai membayangkan sosok Jonathan Hubertus dan Jonas Clemens. Kedua laki-laki itu menaruh hati padanya, Alexandra Weren yakin akan hal itu. meskipun Jonas Clemens merupakan kekasih Iris Hubertus, bukan berarti laki-laki itu setia hanya pada satu wanita saja. Itu pula yang dikatakan oleh Jonathan Hubertus pada dirinya waktu itu.

Awalnya Alexandra Weren tidak mengindahkan perkataan bosnya itu, namun kejadian barusan membuat dirinya percaya kebenaran cerita Jonathan Hubertus. Alexandra Weren pun tersenyum penuh kemenangan.

"Sedikit demi sedikit apa yang aku rencanakan mulai menemukan jalannya," bisik Alexandra Weren lirih.

***

Phineas Fabio duduk di salah satu meja di bar kecil di sudut kota. Sebotol bir berada dalam genggaman tangannya. Phineas Fabio sudah setengah mabuk ketika tiba-tiba seorang wanita cantik dan sexy duduk di hadapannya.

"Hai, bolehkah aku duduk di sini dan menemanimu?" tanya wanita berbibir sensual itu sembari menyungingkan senyum nakalnya.

"Oh, tentu, tentu saja," jawab Phineas Fabio cepat.

Mata Phineas Fabio menatap sosok wanita di hadapannya itu dengan pandangan lapar penuh gairah. Betapa tidak? Phineas Fabio yang dalam kondisi setengah mabuk itu disuguhi dengan pemandangan yang luar biasa menakjubkan. Wanita cantik di hadapan Phineas Fabio memakai dress hitam polos sebatas paha dengan belahan dada yang rendah sehingga bagian dada wanita itu terekspos dengan nyata. Selain itu, wajahnya yang sangat cantik dengan bulu mata lentik dan bibir sensual berlapis lipstik warna merah merona membuat laki-laki mana pun akan tegila-gila padanya. Rambutnya yang pendek ikal menambah kecantikannya.

Wanita itu tahu kemana tatapan Phineas Fabio mengarah. Maka dengan gerakan yang luwes, wanita sexy itu pun menyilangkan kaki kirinya ke atas kaki kanannya sehingga paha mulus wanita itu semakin terpampang nyata. Phineas Fabio mencoba menahan gejolak yang sudah merambat ke sekujur tubuhnya. Hal itu sangat dipahami oleh wanita sexy bergaun hitam itu.

Wanita itu mencondongkan tubuhnya mendekat ke arah Phineas Fabio dan berbisik pelan di telinga laki-laki itu.

"Apakah kau menginginkanku?"

Kedua mata Phineas Fabio melotot tak percaya, secepat kilat dirinya mengangguk kuat-kuat.

"Baiklah, malam ini aku milikmu sepenuhnya. Apakah kau tahu ke mana kita harus pergi?" tanya wanita itu lagi.

"Tentu saja. Mari kita ke penginapan kecil di ujung jalan ini!" Phineas Fabio berdiri dan menggandeng tangan wanita cantik itu.

Mereka berdua ke luar meninggalkan bar dan berjalan tergesa-gesa menuju ujung jalan. Kebetulan di situ ada penginapan kecil yang lumayan bersih dengan harga terjangkau. Phineas Fabio sangat gembira merasa mendapat durian runtuh. Maklumlah, di usianya yang ke lima puluh tujuh tahun itu, dirinya telah ditinggal oleh istrinya karena sakit. Anak-anaknya pun telah berumah tangga dan menetap di luar kota. Praktis kini hidupnya hanya sebatang kara saja. Phineas Fabio lebih sering menghabiskan waktunya di bar untuk minum-minum. Kadang dia juga menghabiskan waktu dengan Matheo Kion.

Phineas Fabio dan wanita itu telah sampai di penginapan tersebut.

"Kami butuh kamar, secepatnya ya!" ujar Phineas Fabio.

"Baik, Tuan. Silakan isi nama anda di buku ini!"

Phineas Fabio pun dengan cepat menulis namanya di buku tamu. Kemudian sang receptionist memberikan kunci kamar padanya.

"Silakan, Tuan!"

"Ok, terima kasih."

Phineas Fabio dan wanita itu pun naik ke lantai atas dan menuju kamar mereka. Kamar yang diberikan oleh petugas di depan rupanya kamar yag paling ujung dari lorong.

"Kebetulan yang menggembirakan ya, kita dapat kamar paling ujung jadi tidak akan menganggu jika kita berisik, hahaha," ujar Phineas Fabio tertawa senang.

Mereka sampai di depan kamar, Phineas Fabio pun membuka pintu kamar dan segera menguncinya kembali. Begitu mereka di dalam kamar, Phineas Fabio yang memang sudah sangat tidak tahan, segera mendorong tubuh wanita itu ke atas kasur.

"Ah, apakah kau tahu? Kepalaku dan seluruh tubuhku berdenyut tak karuan, aku benar-benar sudah tidak tahan lagi. Sebentar lagi rasanya tubuhku akan meledak!" pekik Phineas Fabio dengan napas memburu.

"Oh, bersabarlah, Sayang. Lepaskan dulu seluruh pakaianmu itu!" pinta sang wanita dengan senyum nakalnya.

"Ah, baiklah." Phineas Fabio pun melepas seluruh pakaian yang menempel di tubuhnya sampai tidak ada selembar benang pun yang menempel.

Wanita cantik itu berdiri di hadapan Phineas Fabio. Perlahan-lahan dia melepas dress hitamnya dan membiarkan dress itu meluncur turun ke lantai. Phineas Fabio semakin melotot menatap tubuh sexy yang terpampang di hadapannya itu.

"Ayolah lepaskan semuanya!" ujar Phineas Fabio tidak sabar.

Wanita itu melangkah mendekati Phineas Fabio. Jari jemari wanita cantik itu menyusuri setiap jengkal tubuh laki-laki itu. Phineas Fabio memejamkan matanya menikmati setiap sentuhan wanita di hadapannya itu.