Hari itu tepat empat bulan Alexandra Weren bekerja di perusahaan Victor Hubertus, dan sudah selama dua bulan dirinya menjadi sekretaris pribadi Jonathan Hubertus. Semakin hari, hubungan mereka berdua makin akrab, meskipun belum bisa disebut sebagai pasangan kekasih juga.
Hal itu bukan karena Jonathan Hubertus yang tidak pernah mengungkapkan perasaannya pada Alexandra Weren, namun lebih pada benteng tinggi yang bertengger dalam hati Alexandra Werner. Sudah tak terhitung berapa banyak Jonathan Hubertus mengungkapkan cintanya pada wanita cantik itu, namun berulang kali juga Alexandra Weren menolak dengan halus. Banyak alasan yang digunakan oleh Alexandra Weren untuk menolak perasaan Jonathan Hubertus. Tetapi, herannya Jonathan Hubertus sama sekali tidak sakit hati atas penolakan tersebut. Bahkan berpikir untuk mundur pun tidak. Pokoknya, prinsip Jonathan Hubertus adalah selagi masih ada kesempatan dirinya pantang mundur.
Yang membuat Alexandra Weren heran, banyak wanita yang berada di sekeliling Jonathan Hubertus, tetapi tidak ada yang mampu menaklukkan hati sang pemuda itu.
"Wah, wah! Begini ternyata kerjaan sang sekretaris pribadi bos ya?!"
Alexandra Weren terkesiap dan menengadah untuk melihat siapa gerangan yang berbicara. Alexandra Weren mengernyitkan dahi, dirinya merasa tidak mengenal wanita yang berdiri di hadapannya sambil berkacak pinggang itu.
"Eh, ma..maaf, anda siapa dan ada keperluan apa?" Tanya Alexandra Weren terbata-bata sembari bangkit dari duduknya.
"What? Kamu tidak tahu siapa aku?!" balas wanita itu dengan nada sengit.
Alexandra Weren hanya menggeleng pelan.
"Luar biasa! Bisa-bisanya Jonathan mempekerjakan orang semacam ini. Sudah tidak tahu apa-apa, eh masih juga kerjaannya melamun bengong bagaikan sapi ompong, hahaha!" ujar wanita itu menertawakan Alexandra Weren.
Tiba-tiba pintu ruang kantor Jonathan Hubertus terbuka.
"Loh, Iris?! Kapan kamu sampai? Kok tidak bilang dulu sih?" ujar Jonathan Hubertus bertubi-tubi.
Alexandra Weren terjengit demi mendengar nama Iris disebut oleh Jonathan Hubertus. Alexandra Weren tahu betul siapa Iris yang dimaksud oleh Jonathan Hubertus. Alexandra Weren memberanikan diri mencuri pandang wajah wanita yang masih berdiri di hadapannya itu. Cantik dan bertubuh mungil, dengan gaya rambut dipotong pendek justru menambah kecantikan wanita itu makin terpancar. Ya, dia adalah Iris Hubertus, adik perempuan Jonathan Hubertus yang selama ini kuliah di London. Alexandra Weren memang sering mendengar nama Iris Hubertus disebut-sebut, tetapi dirinya sama sekali tidak pernah melihat seperti apa Iris itu.
Di kantor Jonathan Hubertus sama sekali tidak ada foto keluarga, yang ada hanya foto-foto Jonathan Hubertus sendiri. Entah kalau di kantor Victor Hubertus, mungkin di sana ada foto keluarga Hubertus, namun Alexandra Weren sama sekali belum pernah masuk ke dalam kantor sang big bos.
"Hai, Kak. Sorry aku tidak sempat mengabarimu dulu, lagipula aku sengaja kok datang tiba-tiba untuk memberimu kejutan, hehehe." Iris Hubertus pun melangkahkan kaki mendekati Jonathan Hubertus yang saat itu juga turut maju mendekat ke sang adik.
Kakak beradik Hubertus itu berpelukan erat saling melepas rindu.
"Oh ya, kenalkan ini sekretarisku, Alexandra Weren!" ujar Jonathan Hubertus pada Iris Hubertus.
Alexandra Weren pun mengangguk sopan pada adik bosnya.
"Huh, gadis seperti ini kok kamu jadikan sekretaris sih, Kak? Dia cuma melamun saja kerjanya. Tadi aku lihat dia sedang melamun loh, masa sekretaris begitu?" tutur Iris Hubertus nampak kesal.
"Kamu belum mengenal Alexa saja sih, jadi bisa bilang begitu. Coba kalau kamu sudah mengenal dia, wah kelebihannya bahkan tak bisa kamu hitung dengan jari, Iris," kata Jonathan Hubertus membela Alexandra Weren.
"Wah, sudah akrab benar rupanya kalian ya? Sampai-sampai kamu panggil dia hanya dengan nama depannya saja. Rupanya ada hubungan romantis di antara kalian ya?" cecar Iris Hubertus dengan nada nyinyir.
"Ah, ngawur kamu! Hubungan kami sebatas hubungan secara profesionalitas saja kok," bantah Jonathan Hubertus.
"Ah, mana mau kamu ngaku. Kebiasaanmu dari dulu itu sih, Kak!" sindir Iris pada sang kakak.
"Sudahlah, bicara dengan kamu tidak ada selesainya. Yuk, masuklah!" Jonathan Hubertus mengajak adiknya masuk ke dalam kantornya.
Iris Hubertus pun menurut dan mengikuti sang kakak melangkah masuk. Alexandra Weren menghembuskan napas lega melihat wanita cantik yang ternyata adik Jonathan Hubertus telah menghilang dari hadapannya. Alexandra Weren pun kembali duduk di kursinya dan melanjutkan pekerjaannya yang tadi sempat tertunda.
Sementara itu, di dalam kantor Jonathan Hubertus, Iris Hubertus sedang duduk sambil menikmati sekaleng soft drink yang diambilnya dari kulkas mini yang ada di dekat meja kerja sang kakak.
"Kak, aku tidak salah 'kan? Kalian pasti punya hubungan istimewa 'kan?" tanya Iris Hubertus masih mencoba meggali informasi.
"Maksudmu aku dengan Alexa?" balas Jonathan Hubertus.
"Iyalah, memangnya siapa lagi?"
"Iris, jujur ya, aku memang naksir berat sama dia. Namun, entah kenapa sampai detik ini, perasaanku ini tak pernah mendapat respon darinya," tutur Jonathan Hubertus sambil menyandarkan punggung ke sofa di samping Iris.
"Hah?! Kamu pasti bercanda 'kan? Tidak ada sejarahnya seorang Jonathan Hubertus ditolak wanita! Hahaha, benar-benar lucu. Jangan-jangan dunia ini mau kiamat," ujar Iris Hubertus meledek sang kakak.
"Hus! Enak saja kamu bilang! Mungkin memang butuh waktu lebih buat Alexa untuk bisa membuka hatinya bagiku. Ah, sudahlah cukup bicara tentang aku. Sekarang gantian aku yang akan menginterogasimu adik manisku!" tutur Jonathan Hubertus tersenyum nakal.
"Ih, jijik banget ah! Adik manis apaan sih?!"
"Ngomong-ngomong papa dan mama tahu tentang kepulanganmu tidak?" tanya Jonathan Hubertus.
"Huh, jangan harap deh! Mana mungkin mereka tahu, lah kamu saja yang lebih santai dari mereka berdua juga tidak tahu kepulangnku kok, apalagi papa dan mama," jawab Iris Hubertus manyun.
"Hem, mestinya kamu kabari kami dong!" kata Jonathan Hubertus lagi.
"Ih, malas banget! Ngapain juga harus ngabarin kalian? Toh aku dengan mudahnya pulang tinggal pulang kok," ujar Iris Hubertus ketus.
"Hidup di London ternyata tidak membuat adikku ini berubah ya? Hem, ngomong-ngomong si Jonas juga ikut pulang?" tanya Jonathan Hubertus.
"Iya dong, aku 'kan bakal menetap di sini, jadi Jonas ya harus ikut dong," sahut Iris Hubertus.
"Iya juga ya, lagipula mau apa dia di sana. Lah, bukankah si Jonas itu ikut ke London karena diajak kamu, bukan karena mau kuliah atau kerja di sana? Hahaha!" ejek Jonathan Hubertus membuat Iris Hubertus cemberut.
"Eh, meski begitu, si Jonas itu pewaris tunggal perusahaan orang tuanya loh," ujar Iris Hubertus membela sang kekasih.
"Halah, perusahaan dia tuh belum ada apa-apanya dengan kita tahu!" ucap Jonathan Hubertus sengit.
"Yeah, memang sih. Tapi tetap saja hidupnya bakal terjamin, beda sama para barisan mantan kakak, hih ngeri. Tapi, mereka para mantan kakak masih lebih mending daripada calon kekasih kakak yang sekarang, hahaha!"