Sepulang dari kantor, Alexandra Werner diajak oleh Julia Hend untuk jalan-jalan menyusuri jalanan kota. Alexandra Werner yang memang baru di kota tersebut tentu saja sangat senang mendapat ajakan itu.
Alexandra Werner dan Julia Hend pun makan malam di sebuah cafe sederhana di sudut jalan. Cafe tersebut menyediakan makanan yang enak dengan harga bersahabat.
"Serius, kamu hanya memesan satu porsi salad kentang dan air putih saja?" tanya Julia Hend pada Alexander Werner.
"Yeah, aku memang mendisiplinkan diri untuk makanan sehat, terutama pada saat makan malam, jawab Alexandra Werner tersenyum.
"Wah, kamu pasti sangat menjaga berat tubuhmu itu ya? Pantas saja kamu begitu ideal dan sexy," puji Julia Hend tulus.
"Tidak juga, kadang aku juga makan sesuatu yang berat dan mengandung kalori berlimpah, hehehe," tutur Alexandra Werner lagi.
Pesanan mereka tiba. Sang pelayan meletakkan pesanan mereka di meja dan segera berlalu setelah mempersilakan Alexandra Werner dan Julia Hend.
"Schnitzelmu tampak menggugah selera," ujar Alexandra Werner tersenyum.
"Nah, iya 'kan, tampak meminta untuk dilahap 'kan? Ayolah kita habiskan schnitzel ini berdua!" kata Julia Hend sembari menyodorkan piring berisi schnitzel ke hadapan Alexander Werner.
"Oh, no no! Aku cukup puas dengan salad kentang ini saja, Julia!" pekik Alexandra Werner pelan.
"Oh ok kalau begitu." Julia Hend menarik kembali piring schnitzel itu ke arahnya.
Mereka pun mulai makan bersama.
"Hei, di mana kamu tinggal Julia?" tanya Alexandra Werner di sela-sela makannya.
Julia Hend meneguk minumannya kemudian menjawab pertanyaan Alexandra Weren.
"Hahaha, itu pula yang ingin aku tanyakan padamu, Alexandra," ucap Julia Hend.
"Panggil saja aku Alexa, biar lebih akrab," ujar Alexandra Weren.
"Ok, aku pikir itu memang ada baiknya juga, supaya kita tidak terlalu resmi. Ngomong-ngomong aku tinggal di Edelhof," kata Julia Hend santai.
"Kalau aku di Aldano, hehehe cari yang murah. Yeah meskipun aku baru dua hari di situ," ujar Alexandra Weren antusias.
"Wow, dulu aku juga pernah di situ. Aku tinggal selama tiga bulan di situ." Julia Hend menyuapkan makanannya ke dalam mulut.
"Serius? Apakah kamu senang tinggal di situ?" tanya Alexandra Weren pada Julia Hend.
"Tentu saja. Selain murah, nyaman juga kok tinggal di situ," jawab Julia Hend.
"Iya juga sih, aku juga merasa nyaman tinggal di situ," sahut Alexandra Weren manggut-manggut.
***
"Nona Weren, ke kantor saya sekarang juga!" perintah Martin Peter.
"Baik, Pak."
Alexandra Werner segera berdiri dari kursinya dan melangkah menuju kantor bosnya.
"Silakan duduk, Nona Weren!"
Alexandra Weren duduk di salah satu sofa yang ada di kantor Martin Peter.
Martin Peter duduk tepat di hadapan Alexandra Weren.
"Nona Weren, maafkan saya terkesan tiba-tiba memanggilmu kemari," ujar Martin Peter.
"Tidak apa, Pak," sahut Alexandra Weren santun.
"Nona Weren, kamu sudah menjadi sekretaris saya selama dua bulan ini. Sepanjang pengamatan saya, dedikasi kerjamu sangat bagus dan memuaskan," tutur Martin Peter.
Dalam hati, Alexandra Weren merasa cemas, dirinya khawatir jangan-jangan Martin Peter akan memecatnya. Biasanya, para bos akan perlahan-lahan dalam menyampaikan suatu kabar, terlebih jika kabar tersebut merupakan kabar yang buruk.
"Nona Weren, mulai minggu depan kamu sudah tidak lagi menjadi sekretaris saya," ujar Martin Peter.
Alexandra Weren terhenyak kaget mendengar penuturan Martin Peter. Meskipun Alexandra Weren sudah berusaha mengantisipasi kemungkinan tersebut, tetapi tetap saja ketika kalimat itu benar-benar terucap dari bibir bosnya, Alexandra Weren tetap merasa terkejut. Bagai petir di siang bolong, begitulah berita tersebut terdengar di telinga Alexandra Werner.
"Maksud anda, saya dipecat? Oh, saya tidak tahu jika saya telah melakukan suatu kesalahan," kata Alexandra Weren dengan nada mengiba.
"Oh my god, kamu sama sekali tidak memiliki kesalahan Nona Weren," tutur Martin Peter tersenyum.
"Lalu, mengapa saya sudah tidak bisa lagi menjadi sekretaris anda?" tanya Alexandra Weren dengan mimik wajah cemas.
"Hahaha, jadi dalam pemikiranmu, aku akan memecatmu begitu?" tanya Martin Peter sembari tertawa.
"Ya, Pak. Namun, apakah saya salah mengerti?" tanya Alexandra Weren bingung.
"Nona Weren, kamu itu lucu sekali. Lihat ekspresimu itu! Aduh, sungguh membuatku ingin terus tertawa melihatmu seperti ini. Nona Weren, siapa yang bilang saya memecatmu?" ujar Martin Peter.
"Oh, eh, maaf," ucap Alexandra Weren tersipu malu.
"Nona Weren, kamu itu sekretaris yang paling hebat yang pernah saya miliki. Selain cantik, kamu juga berdedikasi tinggi, sebenarnya saya sama sekali tidak ingin kamu pindah. Namun, apa daya jika ini menyangkut permintaan tuan muda," kata Martin Peter.
Alexandra Weren mengangkat kepalanya dan menatap Martin Peter dengan pandangan bertanya.
"Yeah, Tuan Jonathan Hubertus menghendaki kamu untuk menjadi sekretarisnya," ujar Martin Peter datar.
Alexandra Weren terhenyak mendengar penuturan Martin Peter. Sungguh dia sama sekali tidak menyangka akan mendengar hal seperti itu dari bosnya. Jonathan Hubertus memintanya untuk menjadi sekretaris? Hal yang luar biasa. Dalam hati Alexandra Weren tersenyum penuh kemenangan, satu langkah telah tercapai lagi.
"A..apakah saya mampu untuk menjadi sekretaris Tuan Jonathan Hubertus?" Alexandra Weren bertanya lebih pada dirinya sendiri.
"Pasti kamu bisa, saya percaya itu," ucap Martin Peter membesarkan hati Alexandra Weren.
"Lalu, apa yang harus saya persiapkan, Pak?" tanya Alexandra Weren lagi.
"Hahaha, santai sajalah, Nona Weren. Tak usah lah kamu begitu resminya. Yang penting bekerjalah seperti biasanya saja, namun kali ini kamu akan bekerja untuk Tuan Muda Jonathan Hubertus," kata Martin Peter.
"Baiklah, Pak. Terima kasih atas dukungan yang bapak berikan untuk saya," ucap Alexandra Weren.
"Ok, saya sebenarnya sangat kehilanganmu, Nona Weren. Saya pun sebenarnya ingin lebih dekat denganmu, mengenalmu secara pribadi. Saya pikir masih punya banyak waktu untuk melakukan hal itu, tetapi sungguh amat disayangkan, ternyata Tuan Jonatahan Hubertus pun memiliki perasaan yang sama dengan saya. Alhasil, saya kalah langkah dengan dia," tutur Martin Peter tersenyum kesal.
Alexandra Weren hanya tertunduk dalam diam, tidak berani memberi komentar apa-apa.
"Baiklah, silakan kamu boleh ke luar dari kantor saya, Nona Weren!" ujar Martin Peter sembari berdiri dari duduknya.
Alexandra Weren pun turut berdiri dan mengangguk pada Martin Peter. Setelah itu Alexandra Weren pun melangkah menuju pintu dan ke luar dari kantor Martin Peter. Perempuan muda yang cantik itu melangkah mantap menuju meja kerjanya sendiri. Hatinya bersorak girang dengan capaian yang dilakukannya. Tetapi Alexandra Weren harus menyembunyikan perasaan itu.
Tujuan utamanya perlahan tapi pasti menuju kesuksesan. Tiada tujuan yang lain dalam hidup Alexandra Weren selain untuk menghancurkan seluruh keluarga Victor Hubertus beserta kerajaan bisnisnya. Alexandra Weren memiliki misi yang jelas, pokoknya dia tidak akan berhenti sampai Victor Hubertus, Nicole Hubertus, beserta kedua anak mereka hancur berkeping-keping. Alexandra Weren tersenyum sinis membayangkan hal tersebut.