"Aku lapar, apakah kalian mau aku belikan makanan juga?" tanya Marvin Norbert.
Matheo Kion dan Phineas Fabio yang sedang berdiri di luar sembari minum menoleh pada Marvin Norbert yang berdiri di belakang mereka.
"Ya bolehlah, kebetulan aku juga lapar. Eh, ngomong-ngomong bagaimana keadaan di dalam?" ujar Matheo Kion.
"Beres, Mat. Perempuan itu sudah meninggal, makanya aku ke luar menemui kalian," jawab Marvin Norbert.
"Sip deh, aku akan menghubungi Nona Nicole sekarang." Matheo Kion menjauh dari kedua temannya untuk menelepon Nicole Meinrad.
"Kamu mau nitip makan juga, Phin?" tanya Marvin Norbert pada temannya.
"Tentu saja. Aku juga sangat lapar tahu," ujar Phineas Fabio.
"Ok lah, aku pergi sekarang." Marvin Norbart pun melangkah masuk kembali ke dalam.
"Loh, kamu mau ke mana, Vin? Kok masuk lagi?" tanya Phineas Fabio heran.
"Aku hanya akan mengambil kunci mobil, Phin," jawab Marvin Norbert.
Phineas Fabio hanya mengangguk kecil dan membalikkan badannya lalu lanjut menenggak minumannya.
Tidak berapa lama kemudian, bunyi deru mesin mobil pun terdengar membelah malam. Mobil yang dikendarai oleh Marvin Norbert pun melesat meninggalkan rumah penyekapan itu.
***
Marvin Norbert turun dari mobil dan melihat sebuah mobil sedan audi hitam metalik terparkir di halaman. Tanpa banyak berpikir, Marvin Norbert pun segera membawa bungkusan berisi makanan untuk mereka bertiga ke dalam rumah.
"Bagaimana Nona? Puaskah anda dengan pekerjaan kami?" tanya Matheo Kion pada Nicole Meinrad yang berdiri di sampingnya.
"Bagus! Kalian memang tidak pernah mengecewakan aku," ujar Nicole Meinrad dengan nada senang.
Marvin Norbart yang melihat ada tamu di dalam rumah itu, tidak berniat mengganggu. Marvin Norbart membawa bungkusan makanan ke dapur dan meletakkannya di meja makan. Setelah itu, dia pun bergabung bersama teman-temannya dan Nicole Meinrad.
"Ini sisa bayaran kalian!" tangan Nicole Meinrad pun terulur memberikan selembar cek pada Matheo Kion.
"Terima kasih banyak, Nona," ujar Matheo Kion tersenyum lebar.
"Nona, harus kami apakan mayat Elena Gunther dan bayinya ini?" tanya Phineas Fabio serius.
"Kau pikir? Apakah aku juga harus memikirkannya untuk kalian? Bayaran yang aku berikan pada kalian sudah lebih dari cukup untuk membayar semuanya, jadi pikirkanlah sendiri! Itu urusan kalian," kata Nicole Meinrad dengan nada ketus.
"Aku pergi!" ujar Nicole Meinrad lagi.
"Ok, hati-hati, Nona!" ujar Matheo Kion.
Nicole Meinrad pun melangkahkan kaki meninggalkan ketiga orang yang masih berdiri di tempatnya itu. Setelah Nicole Meinrad menutup pintu barulah Matheo Kion berpaling pada Phineas Fabio.
"Apa otakmu sudah tidak waras, Phin? Seperti itu saja harus ditanyakan segala. Bukankah kita sudah biasa menangani yang seperti ini?" umpat Matheo Kion kesal.
"Ya maksudku siapa tahu Nona Nicole Meinrad punya rencana khusus terhadap mayat Elena Gunther dan bayinya ini," ucap Phineas Fabio membela diri.
"Sudahlah, cukup bicaranya! Sekarang kita harus singkirkan mayat mereka berdua. Aku sudah memikirkan ke mana mereka akan kita bawa." Matheo Kion pun bergegas mengambil kain lebar dari dalam lemari.
"Phin, jangan lupa ambil karpet plastik di belakang!" perintah Matheo Kion.
Phineas Fabio tidak perlu menunggu lama untuk segera menuruti perintah rekannya itu. Sementara itu, Marvin Norbert turut membantu Matheo Kion membungkus mayat Elena Gunther dan bayinya. Kedua mayat itu mereka jadikan satu. Phineas Fabio pun masuk sembari membawa karpet plastik lebar dengan tali. Mereka besama-sama menempatkan mayat Elena Gunther dan bayinya itu di atas karpet plastik dan mengikatnya erat-erat.
Tidak sampai satu jam, pekerjaan mereka pun telah beres.
"Sebaiknya kita makan dulu sebelum membawa mayat Elena Gunther dan bayinya ini," kata Matheo Kion.
"Baiklah, kebetulan aku juga sudah sangat lapar," ucap Phineas Fabio setuju.
Mereka bertiga beranjak ke dapur untuk mencuci tangan dan makan.
"Besok akan aku cairkan uang ini, lalu aku bagi. Pekerjaan ini sungguh amat mudah dan menghasilkan banyak uang, hahaha!" Matheo Kion pun tertawa di sela-sela makannya.
***
Pesta pernikahan Victor Hubertus dan Nicole Meinrad sangat meriah. Para tamu yang rata-rata merupakan orang-orang dari kalangan bangsawan, aristrokat, dan rekan bisnis keluarga Meinrad menikmati pesta itu. Segala macam makanan dan minuman pun terhidang dalam pesta mereka.
Di tengah ruangan pesta, tampak Tuan dan Nyonya Benedito Meinrad sedang berbincang dengan Samuel Kurt, salah satu rekan bisnis keluarga yang paling dekat hubungannya dengan Tuan Benedito Meinrad.
"Kau beruntung, Tuan Meinrad. Menantumu orang yang gagah dan cerdas, dia punya keunggulan yang luar biasa," puji Samuel Kurt.
"Hahaha, kau terlalu tinggi memujiku, Tuan Kurt," sahut Tuan Benedito Meinrad.
Mereka pun melanjutkan perbincangan sembari minum. Dalam hati, Tuan Benedito Meinrad mengakui perkataan Samuel Kurt. Benar bahwa dirinya sangatlah bangga putri semata wayangnya menikah dengan Victor Hubertus. Meskipun Victor Hubertus bukan berasal dari keluarga bangsawan maupun keluarga yang kaya raya, tetapi Tuan Benedito Meinrad sudah melihat sendiri keunggulan menantunya itu. Tidak salah jika dia merestui hubungan putrinya dengan Victor Hubertus yang merupakan pegawainya sendiri.
Setelah Samuel Kurt pamit untuk bergabung bersama rekan yang lainnya, Tuan dan Nyonya Benedito Meinrad pun berkeliling menyapa para tamu. Rata-rata dari mereka mengucapkan selamat dan betapa beruntungnya mereka mendapat menantu seperti Victor Hubertus. Hal itu mau tidak mau membuat hati Tuan dan Nyonya Benedito Meinrad bahagia. Tuan Benedito Meinrad bertambah yakin untuk menyerahkan perusahaannya pada anak dan menantunya suatu saat ketika dia memutuskan pensiun.
Sementara itu di sudut ruang pesta, terlihat sepasang pengantin baru yang nampak bahagia. Victor Hubertus tak henti-hentinya menatap Nicole Meinrad yang tampil amat memukau malam itu. Mereka juga sedang berkeliling menyapa para tamu undangan.
"Wah, Tuan dan Nyonya Victor Hubertus, hehehe," kata Raphael Harald tertawa kecil sembari menyalami kedua pengatin itu.
"Bisa saja kamu ini. Ngomong-ngomong dimana Katharina?" tanya Nicole Meinrad yang sekarang sudah resmi menyandang nama sebagai Nicole Hubertus.
"Tadi dia pamit ke toilet, entahlah sedang apa. Tahu sendiri seperti apa perempuan jika sudah di toilet, ya 'kan?" ujar Raphael Harald tersenyum.
"Hei, memangnya hanya perempuan saja yang bisa berlama-lama di toilet? Laki-laki juga bisa 'kan?" protes Nicole Hubertus cemberut.
"Memang laki-laki juga bisa berlama-lama di toilet, tetapi itu jika kami sedang sakit perut, hahaha. Kalau perempuan 'kan berlama-lama untuk membetulkan riasan mereka. Iya 'kan ?" seloroh Raphael Harald tidak mau kalah.
"Sudahlah, kalian kok malah meributkan hal yang tidak penting sih! Yuk, kita lanjut menyapa yang lain!" ajak Victor Hubertus pada istrinya.
"Kami lanjut ya!" ujar Victor Hubertus pada Raphael Harald.
"Ok, selamat sekali lagi untuk kalian!" ujar Raphael Harald sembari mengangkat gelasnya.
Victor Hubertus dan istrinya pun melanjutkan berkeliling menyapa tamu yang lain. Suasana pesta itu begitu mewah dan meriah, semua orang merasa bahagia, terlebih kedua pengantin baru itu. Senyum selalu tersungging di bibir mereka.