Chereads / Wanita Berhati Dingin / Chapter 3 - BAB 3 Penculikan Elena Gunther

Chapter 3 - BAB 3 Penculikan Elena Gunther

"Uhh, tolong aku! Lepaskan aku!!!" Elena Gunther meronta dan berteriak ketika dirinya diseret masuk ke dalam sebuah mobil van hitam.

Matheo Kion dan Phineas Fabio berhasil menyeret Elena Gunther ke dalam mobil van.

"Jalan, Vin!" perintah Matheo Kion pada Marvin Norbert yang memegang kemudi.

"Lepaskan!!!" teriak Elena Gunther histeris.

"Bungkam mulutnya!" perintah Matheo Kion pada Phineas Fabio.

Phineas Fabio pun berhasil membungkam mulut Elena Gunther menggunakan kain yang diikat dengan kencang. Setelah itu, Phineas Fabio mengikat tangan Elena Gunther yang dari tadi dipegang oleh Matheo Kion. Phineas Fabio mengikat tangan Elena Gunther ke belakang, sedangkan Matheo Kion bertugas mengikat kaki Elena Gunther. Terakhir, Matheo Kion pun menutup mata Elena Gunther dengan kain yang tebal.

"Diam kamu! Lebih baik kamu diam dan tenang. Tidak ada gunanya kamu berteriak atau meronta!" ujar Matheo Kion dengan nada mengintimidasi.

Elena Gunther diam. Dia memilih menuruti perintah orang yang menculiknya itu. Elena Gunther berharap ada sebuah keajaiban bagi dirinya dan bayi dalam kandungannya. Elena Gunther berharap tidak terjadi apa-apa pada dirinya maupun bayinya.

Elena Gunther tidak tahu berapa lama dia berkendara bersama para penjahat yang menculiknya itu. Elena Gunther sudah merasa pegal di bagian punggungnya karena posisi duduknya yang tidak nyaman dalam mobil van. Ikatan kaki dan tangannya pun sangat kencang sehingga Elena Gunther merasa sakit dan pedih pada tangan dan kakinya.

Elena Gunther merasa perjalanan yang ditempuhnya amat panjang dan melelahkan. Sampai tiba-tiba mobil pun berhenti.

"Turunlah!"

Elena Gunther merasa dirinya didorong dari belakang dan di depannya ada orang yang memegang tangannya untuk menuntunnya turun. Elena Gunther dilepas ikatan kakinya, kemudian dia disuruh berjalan bersama seseorang yang memegang tangannya.

Elena Gunther mendengar suara pintu dibuka dan ditutup. Kemudian orang yang memegangnya mendudukan Elena Gunther di sebuah kursi.

Elena Gunther berusaha menajamkan telinganya. Dia berusaha untuk mendengarkan apa saja yang ada di sekitarnya. Namun, dia tidak mendengar apa-apa selain suara langkah kaki para penculiknya. Kemudian terdengar sebuah langkah mendekatinya, Elena Gunther merasakan hembusan napas orang itu di hadapannya. Tiba-tiba orang tersebut membuka penutup mata Elena Gunther. Seketika itu juga, Elena Gunther mengerjapkan matanya berusaha menyesuiakan dengan keadaan.

Elena Gunther mengedarkan pandangan ke berbagai sudut ruangan itu. Dirinya mulai memahami tempat itu, sebuah rumah dengan perabot seadanya. Rupanya bukan rumah tinggal, mungkin hanya rumah untuk singgah atau sekedar beristirahat. Elena Gunther menatap orang yang berdiri di hadapannya, seorang laki-laki tinggi besar berkepala gundul sedang berkacak pinggang. Wajah laki-laki itu sangat bengis, menyeramkan.

"Aku harus mengatakan padamu. Apa yang kami lakukan padamu ini bukanlah sebuah dendam pribadi, karena sebenarnya kami pun tidak mengenalmu. Ini hanyalah urusan bisnis. Jadi, jangan harap kamu akan mendapat belas kasihan dari kami, hahaha!" ujar Matheo Kion yang masih berdiri di hadapan Elena Gunther.

"Ah..uhh..oh..," Elena Gunther berusaha untuk bicara dari balik sumbatan mulutnya.

"Sudahlah, kamu tenang saja. Kami tidak akan lama kok, paling-paling hanya memakan waktu tiga puluh menit atau paling lama satu jam, hahaha. Bawa dia!" Matheo Kion memerintahkan pada Phineas Fabio dan Marvin Norbart untuk membawa Elena Gunther ke belakang.

Elena Gunther pun diseret oleh Phineas Fabio dan Marvin Norbart menuju sebuah ruangan yang terletak di belakang. Betapa terkejutnya Elena ketika melihat ruangan itu berisi sebuah meja yang penuh dengan berbagai macam alat penyiksaan. Di dekat meja itu terdapat sebuah kursi kayu besar seperti kursi goyang yang hitam legam. Dan yang membuat Elena Gunther lebih ngeri lagi adalah sebuah ranjang kecil dengan kasur dan sprei putih yang ada di sudut ruangan. Di dekat ranjang itu terdapat semacam alat yang penuh dengan kabel, entah apa namanya. Seketika Elena Gunther bergidik ngeri, ketakutannya sudah mencapai batas maksimal. Harapan Elena Gunther pun merosot drastis, dia sudah bisa memperkirakan apa yang akan dilakukan oleh para penculik terhadapnya.

Phineas Fabio dan Marvin Norbart mendudukan Elena Gunther di kursi kayu, sedangkan Matheo Kion membuka ikatan tangan Elena Gunther dan mengikat kedua tangan perempuan itu kembali ke kedua lengan kursi kayu. Setelah itu, Matheo Kion pun membuka kain yang menutupi mulut Elena Gunther dan membuangnya ke lantai.

"Siapa kalian?! Untuk apa aku dibawa kemari? Tolong lepaskan aku, kumohon. Aku sedang hamil besar, kumohon lepaskan aku," rintih Elena Gunther dengan suara memohon.

"Silakan kamu berteriak sesuka hatimu, tidak akan ada yang mendengarnya karena ruangan ini kedap suara, hahaha!" ujar Matheo Kion tertawa kejam.

"Kumohon," ratap Elena Gunther sembari menangis.

"Kubilang diam!!!"

Tangan Matheo Kion pun melayang dan mendarat di pipi kiri Elena Gunther. Suaranya yang cukup keras membuat Marvin Norbert terlonjak kaget.

"Hahaha, kaget ya, Vin? Kamu harus membiasakan diri mulai sekarang," ujar Phineas Fabio pada Marvin Norbert yang berdiri di sebelahnya.

Elena Gunther diam, dia menggigit bibirnya sampai terluka. Sedikit darah dirasakan dalam mulut Elena Gunther, rasa darah yang bercampur dengan air mata yang mengalir dengan deras. Elena Gunther menangis dalam diam, dia takut jika dirinya kedapatan menangis keras, maka akan menimbulkan kemarahan si penculik lagi.

"Dasar perempuan tidak tahu diri! Aku suruh kamu diam, eh malah kamu masih bicara terus. Dasar perempuan tidak punya otak!" Matheo Kion menarik rambut Elena Gunther sampai perempuan itu menjerit karena sakit.

"Ampun, aku mohon ampuni aku. Apa salahku sampai kalian memperlakukan aku seperti ini?" ucap Elena Gunther di sela-sela tangisnya.

"Sudah kubilang untuk diam!!!" teriak Matheo Kion marah.

Matheo Kion pun menendang perut Elena Gunther dengan keras sehingga membuat perempuan itu berteriak kesakitan.

Phineas Fabio yang menonton adegan itu hanya tertawa melihat penderitaan Elena Gunther. Marvin Norbart lebih memilih memalingkan wajahnya dan tidak melihat apa yang dilakukan oleh Matheo Kion.

"Mat, lihat! Dia berdarah!" pekik Phineas Fabio sembari menunjuk kaki Elena Gunther.

Matheo Kion dan Marvin Norbart pun langsung melihat bagian yang ditunjuk oleh Phineas Fabio. Dan benar juga, di kedua kaki Elena Gunther mengalir darah segar yang cukup banyak. Darah itu bahkan telah mengenangi lantai di bawah kakinya. Matheo Kion yang melihat itu langsung mundur untuk menghindari terkena darah Elena Gunther.

Elena Gunther meringis kesakitan, dia memegangi perutnya.

"Sepertinya dia akan melahirkan!" pekik Phineas Fabio lagi.

Matheo Kion manatap Phineas Fabio dengan pandangan terkejut.

"Benarkah itu? Lalu kita harus bagaimana?" tanya Matheo Kion bingung.

"Ya tunggu saja bayinya lahir, paling sebentar lagi," ujar Phineas Fabio santai.

"Apa tidak sebaiknya kita tolong dia untuk melahirkan?" tanya Marvin Norbart dengan suara bingung.

"Kamu bodoh ya! Tujuan kita menculik dia adalah untuk membunuhnya, kamu malah mau menolongnya!" kata Matheo Kion kesal.

Tiba-tiba, dari antara kedua paha Elena Gunther muncullah kepala bayi. Melihat hal itu, Marvin Norbart spontan berlari dan menangkap bayi tersebut tepat ketika bayi itu ke luar sempurna. Beberapa detik kemudian terdengarlah tangis bayi itu. Mereka bertiga panik, meskipun mereka tahu ruangan itu kedap suara tetapi tetap saja rasa takut barangkali ada yang mendengar suara tangis bayi tetap ada. Maka dengan langkah mantap, Matheo Kion maju mendekati bayi yang ada dalam gendongan Marvin Norbart.

"Kemarikan bayinya!" Matheo Kion mengambil bayi itu dari Marvin Norbart.

Di hadapan Phineas Fabio dan Marvin Norbart, juga tepat di depan Elena Gunther yang dalam kondisi lemah, Matheo Kion membekap dan mencekik bayi itu sampai tidak bergerak lagi. Tangisan itupun lenyap, berganti dengan rintihan yang ke luar dari bibir lemah Elena Gunther.

Elena Gunther sudah tidak mampu berkata-kata lagi.

"Beres! Biarkan saja perempuan itu, sebentar lagi juga dia akan menyusul bayinya. Aku ke depan dulu, cari udara segar!" ujar Matheo Kion meninggalkan ruangan itu.

"Vin, kamu bereskan kekacauan ini! Aku akan menyusul Mat ke luar." Phineas Fabio pun melangkah meninggalkan ruangan itu.

Marvin Norbart yang kebingungan tiba-tiba mendengar suara lirih Elena Gunther yang menyuruhnya mendekat. Marvin Norbart tidak punya pilihan lain selain mendekati Elena Gunther yang lemah itu. Setelah mendekat, Elena Gunther pun mengatakan sesuatu di dekat telinga Marvin Norbart.