Elena Gunther menangis di sudut flatnya yang minimalis. Di seberangnya, berdiri dengan congkaknya Victor Hubertus, sang kekasih. Elena Gunther dan Victor Hubertus telah menjalin kasih lima tahun lamanya. Mereka tinggal bersama di sebuah flat kecil di pinggir Kota Wina, Austria. Sebuah kota yang tenang, jauh dari kebisingan maupun kemacetan.
Elena Gunther memegangi perutnya yang tampak membesar. Tangis masih terus terdengar dari bibirnya.
"Cukup! Aku sudah bosan hidup denganmu, Elena! Aku akan pergi sekarang juga!" teriak Victor Hubertus pada sang kekasih sembari berkacak pinggang.
"To..tolong, jangan tinggalkan aku dan anak kita, Vic! Kumohon," ujar Elena Gunther dengan suara memohon.
Victor Hubertus bergeming, raut wajahnya sama sekali tidak menunjukkan belas kasih terhadap Elena yang saat itu sedang dalam kondisi hamil tujuh bulan.
"Vic, tolong ingatlah bagaimana aku bersedia hidup susah bersamamu, aku yang mendampingi kamu melewati masa-masa sulitmu. Aku juga yang selama lima tahun ini sabar menantikan janjimu untuk menikahiku. Sekarang, kamu telah sukses, memiliki karier yang cemerlang. Tegakah kamu meninggalkan aku?" ratap Elena dengan bibir bergetar.
"Huh! Aku tidak peduli! Yang jelas aku harus menikahi Nicole!" ujar Victor Hubertus tanpa perasaan.
"Vic, kalau kamu memang sudah tidak mencintai aku lagi, tolong ingat tentang anak dalam perutku ini! Ini adalah anak kamu, Vic!" pekik Elena setengah menjerit sembari bersujud di bawah kaki Victor Hubertus.
"Masa bodoh! Aku tidak mau tahu akan hal itu. Kalau kamu mau, aku bersedia memberimu banyak uang untuk biaya menggugurkan kandunganmu itu. Setelah itu, kamu bisa pergi jauh dan dengan uang itu kamu bisa membuka usaha atau apalah terserah kamu!" kata Victor Hubertus dengan nada sengit.
Elena terpana, seketika tangisnya pun berhenti. Kedua bola mata Elena menatap sang kekasih dengan tatapan nanar. Hati Elena Gunther teramat sakit mendengar perkataan Victor, kekasih yang teramat dicintainya itu.
"Teganya kamu, Vic! Kamu pikir segampang itu menggugurkan kandungan? Apalagi usia kandunganku sudah memasuki bulan ke tujuh. Tapi, lepas dari itu semua, kamu sama sekali tidak punya hati!" rutuk Elena Gunther dengan garang.
"Baiklah, terserah kamu saja. Yang jelas, hari ini juga aku akan meninggalkanmu dan aku akan pindah ke rumah Nicole. Kamu tenang saja, nanti akan aku kirimi kamu uang!" Victor Hubertus beranjak dari hadapan Elena Gunther.
Elene Gunther sama sekali tidak bereaksi. Dia menegakkan tubuhnya dengan berpegangan pada dinding. Elena Gunther menatap langkah sang kekasih yang menuju ke kamar mereka. Dengan langkah berat, Elena Gunther pun menyeret langkahnya ke sebuah sofa mungil kesayangannya. Dia duduk di sofa itu sambil mengatur napasnya yang mulai berat.
Sementara itu di dalam kamar, Victor Hubertus membuka koper miliknya yang berwarna merah tua. Semua baju dan barang-barang miliknya pun segera dikeluarkan dari dalam lemari dan dipindahkan ke dalam koper. Victor Hubertus menyusun baju-bajunya secara sembarangan di dalam koper. Bagi Victor, yang penting bisa masuk tanpa harus repot-repot merapikannya.
Victor Hubertus melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Jarum jam menunjuk angka delapan, meskipun sudah pukul delapan malam, namun cuaca masih agak panas bagi Victor. Selesai mengepak semua baju dan barangnya, Victor Hubertus pun segera menarik kopernya ke luar kamar. Di ruang tamu dilihatnya Elena Gunther sedang duduk di sofa sambil memejamkan matanya.
"Aku pergi! Maafkan aku, Len." Ucap Victor Hubertus saat berdiri tegak di hadapan Elena Gunther yang masih memejamkan matanya.
"Pergilah, Vic! Tapi, tolong janganlah kamu beri aku uang sedikit pun juga. Biarlah aku hidup dengan anak kita ini tanpa merepotkanmu lagi." ujar Elena Gunther masih dengan mata terpejam dan punggung bersandar di sofa.
Victor Hubertus tidak menyahut perkataan Elena Gunther. Ditariknya koper merah tua itu dan dibukanya pintu flat. Victor Hubertus menyempatkan memandang wajah sang kekasih sekali lagi sebelum dia menutup pintu flat kembali.
Ketika mendengar pintu menutup, mata Elena Gunther pun terbuka. Perlahan air mata perempuan yang sedang hamil itu pun meleleh membasahi pipinya. Elena Gunther menangis dalam diam. Dalam hati Elena bingung, harus kemanakah dia sekarang? Elena Gunther adalah seorang yatim piatu, dari kecil dia hidup di panti asuhan. Ketika Elena Gunther telah dewasa dan memiliki perkerjaan sendiri, dia bertemu dengan Victor Hubertus. Selama lima tahun Elena Gunther menjalin kasih dengan Victor Hubertus, selama itu pula, Elena bersedia hidup susah bersama kekasihnya itu.
Victor Hubertus yang merupakan anak yatim piatu juga, adalah sosok yang bisa memahami dan mengasihi Elena Gunther, setidaknya itulah yang Elena rasakan dalam lima tahun itu. Tetapi, keadaan sungguh berubah seratus delapan puluh derajat ketika Victor Hubertus mulai bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak dalam bisnis ekspor impor.
Karena kecerdasannya, Victor Hubertus pun cepat mendapatkan promosi jabatan di perusahaan tempatnya bekerja. Dia sangat dihormati oleh rekan-rekan kerjanya. Demikian pula dengan anak perempuan sang bos, yang ternyata diam-diam menaruh hati pada Victor Hubertus. Memang tidak dapat dipungkiri, selain cerdas, Victor Hubertus juga gagah, tubuhnya pun terawat dengan baik. Itu semua berkat kedisiplinannya yang tinggi terhadap olahraga. Setiap pagi, rutinitas Victor Hubertus setelah bangun tidur adalah ke tempat gym yang berada dekat flatnya. Victor Hubertus juga sangat memperhatikan pola makannya, sehingga wajar jika dia memiliki tubuh sehat dan gagah.
Victor Hubertus tahu jika Nicole, putri bosnya menaruh hati padanya. Awalnya, Victor Hubertus tidak menanggapi perasaan Nicole karena Victor sudah memiliki Elena. Victor Hubertus sangat mencintai Elena Gunther, lebih-lebih saat itu Elena juga sedang hamil anak Victor. Memang Victor Hubertus pernah berjanji pada Elena Gunther bahwa dia akan menikahi kekasihnya itu ketika nanti kariernya sudah mapan. Namun, siapa yang bisa tahu takdir apa yang akan datang menghampiri kita? Victor Hubertus yang awalnya sama sekali tidak menanggapi Nicole, menjadi berubah. Nicole memang cantik, meskipun tidak secantik Elena Gunther. Namun, dalam diri Nicole, Victor Hubertus bisa melihat adanya sebuah kesempatan untuk hidup sukses dan bergelimang harta tanpa repot-repot. Menyadari kesempatan terbuka lebar, Victor Hubertus pun memutuskan untuk mengambil kesempatan tersebut. Victor Hubertus bahkan tega meninggalkan kekasih yang sudah lima tahun menemaninya.
Elena Gunther berdiri dari duduknya dan menghampiri jendela flatnya yang berada di lantai atas. Melalui jendela itu Elena Gunther dapat melihat Victor Hubertus yang menyeberangi jalan di depan flatnya dan berjalan di trotoar semakin menjauh dari flat mereka.
Elena Gunther menyeka air matanya menggunakan telapak tangan kanannya. Dalam hati Elena berjanji pada diri sendiri, dia akan bangkit dari keterpurukannya ini. Elena tetap akan melahirkan bayi dalam kandungannya dan akan merawatnya dengan penuh kasih sayang. Elena Gunther akan kembali bekerja demi untuk menghidupi dirinya dan anak yang akan dilahirkannya itu. Bagi Elena Gunther, tidak ada waktu untuk terus meratapi nasibnya.