Fay sudah berlari sekitar dua puluh putaran dengan wajah yang sudah nampak pucat dan keringat yang bercucuran di wajah dan tubuhnya.
Akan tetapi dia masih harus menyelesaikan sisa hukumannya yang masih tersisa meskipun kerongkongannya kini terasa sangat kering dan napas yang semkain lama semakin memberat. Langkah kakinya pun menjadi pendek karena melemahnya tenaga.
"Fay ... udah istirahat dulu!" teriak Anna yang berdiri d sisi luar lapangan sambil membawa sebotol air mineral juga tisu untuk Fay.
Fay terlalu lelah dia tak mampu untk berkata satu patah kata pun. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Fay masih saja terus berlari dengan napasnya yang sudah tersengal-sengal.
"Fay, kamu udah pucet kayak gitu. Lagian tuh, guru gak ada! Dia gak lihat!" kata Anna lagi yang sudah sangat khawatir dengan keadaan Fay yang sudah terlihat sangat pucat seperti manusia tak berdarah.
Fay masih keras kepala. Dia hanya ingin menyelesaikan hukumannya dan mengurangi masalahnya dengan guru killer itu.
Anna yang sudah terlanjur panik dia menoleh ke sana kemari untuk mencari si guru killer itu supaya menghentikan hukumannya pada Fay yang sudah terlihat lemah.
Sayangnya guru itu tak ada. Tak terlihat oleh Anna.
"Fay, kita bisa minta keringanan. Atau .. atau ... seenggaknya kamu minum dulu aja!" pinta Anna sambil mengikuti langkah larinya Fay yang tampak pelan seperti seekor siput.
Semakin lama napas Fay semakin memberat. Tubuhnya sudah tak kuat lagi untuk menyelesaikan sisa hukuman yang masih tersisa sangat banyak itu. Fay jatuh pingsan.
Hal itu mengejutkan banyak orang yang melihatnya. Termasuk Anna dan juga si guru killer yang ternyata diam-diam dia memperhatikan Fay dari tempat tersembunyi.
Anna segera berlari sekuat tenaga berlari ke arah Fay yang sudah tak sadarkan diri tergeletak di tanah lapang yang sudah terik. Dengan paniknya dia menggocang-goncangkan tubuh Fa. "Fay ... Fay ..." panggil Anna berulang kali berharap jika Fay langsung tersadar setelah mendengarkan suara panggilannya dan segera tersadar.
Dalam waktu secepat kilat ternyata Ariel sudah ada di samping Anna dan ikut mengkhawatirkan keadaan Fay.
"Biar aku aja yang bawa dia ke UKS!" serunya tanpa basa-basi.
Ketika itu juga terlihat juga beberapa guru termasuk guru bahasa inggris itu hendak menghampiri Fay yang sudah terlanjur di bawa oleh Ariel ke UKS.
Dari arah belakang Anna mengikuti Ariel menuju UKS dengan napas yang terengah-engah karena melihat Ariel yang terburu-buru pergi.
Sesampainya di UKS Fay langsung di simpan di atas ranjang dan dokter sekolah langsung memeriksa Fay.
Fay terlalu kelelahan. Dia mengalami anemia ringan karena hari ini adalah hari pertamanya menstruasi. Tentu saja guru killer itu merasa bersalah atas hukuman yang terlalu berlebihan yang telah dia berikan pada Fay dan segera meminta maaf pada Fay secara langsung walaupun masih dengan gayanya yang menyebalkan.
Meskipun begitu, tugas Fay masih tetap harus dikumpulkan dengan waktu tenggat yang sudah ditentukannya.
Kini di ruang UKS hanya tinggal Anna saja yang menemani Fay hingga dia tersadar dan merasa baikan. Di dalam sana Anna terus menggoda Fay akan kejadian sewaktu Fay yang tiba-tiba saja pingsan dan langsung digendong oleh Ariel dengan wajahnya yang panik setengah mati menuju ruang UKS.
"So sweet banget deh, adegan tadi kayak ada di dalam drama-drama tivi yang pernah aku tonton!" seru Anna yang terlihat sangat senang menceritakan di adegan dramatis tadi di lapangan. Dengan sigapnya Ariel menggendong Fay ke UKS.
Cerita yang baru saja disampaikan Anna membuat Fay menggeleng-gelengkan kepalanya. Tentu saja dia tak percaya karena tak mengingat kejadian itu dirinya tak sadarkan diri.
"Udahlah, jangan ngomongin dia terus! Nanti telinga orangnya panas lagi!" seru Fay seraya merubah posisi duduknya yang lebih nyaman.
Anna menatap Fay dengan tatapan terjeda. "Tapi tunggu deh! Aku mau tanya tolong jawab serius ya. Aku mau nanya satu hal serius sama kamu!" kata Anna yang kini suasana berubah menjadi sangat serius dengan keheningan.
Dan, diwaktu yang bersamaan pula Ariel hendak masuk ke dalam ruang UKS untuk melihat keadaan Fay tiba-tiba saja dia menghentikan langkahnya ketika mendengarkan percakapan antara Anna dan Fay. Dia terdiam. Bersandar pada tembok dengan telinga yanng sudah siaga terpasang. Terlebih dia sangat penasaran akan hal apa saja yang akan dikatakan dari mulut Fay.
Fay menatap Anna dengan alis yang terangkat satu. "Apa sih?" tanyanya penasaran.
"Aku cuma nanya aja, tapi kamu harus jawab yang jujur ya!" pinta Anna yang semakin membuat Fay semakin penasaran.
"Untuk sekarang ini, kamu sebenarnya suka sama Ariel apa Kak Ibeng sih? Aku lihat sekarang kamu malah jadi lebih dekat sama Kak Ibeng. Dan ... kamu udah gak pernah lagi cerita tentang Ariel sama aku!" terang Anna.
Fay malah tertawa terbahak-bahak setelah mendengar Anna seolah itu adalah pertanyaan yang sangat lucu baginya. Akan tetapi, tidak untuk Ariel yang sedang menguping di luar.
Tiba-tiba saja jantungnya menjadi berdegub dengan kencang dan rasa penasaranya itu datang menghantui pikiran Ariel.
"Dih, kirain mau nanya apaan!"
"Jawab aja deh!" Anna tak sabar menunggu.
Fay menarik napas, "aku sama Kak Ibeng cuma temen biasa aja!"
Namun setelah mendengar penjelasa dari Fay tak membuat Anna merasa puas.
"Terus Ariel?"
"Kamu usah nyerah sama dia? Aku tahu banget gimana perasaan kamu sama dia. Aku tahu kalian dulu sedekat apa. Tapi sekarang kalian? Kayak lagi perang dingin!" Anna menjelaskan apa yang dia lihat antara keduanya. Dia juga tak mau jika nanti akhirnya Fay juga yang akan terluka hatinya.
Fay terdiam. Pandangannya jatuh ke lantai dengan raut wajah yang sendu. Namun sedetik kemudian dia langsung tersenyum dan nyaris tertawa.
"Kamu pernah dengarkan pepatah, tentang cinta pertama itu gak akan pernah berhasil sekuat apapun kita mencintai dia dan berusaha sekuat apapun kita berusaha. Toh, semua itu akan terlepas dan cuman jadi sebuah cerita aja!" jelas Fay dengan panjang lebar sambil tersenyum getir menahan rasa sedih akan perasaannya yang tak pernah tersampaikan pada Ariel selama ini.
"Tapi aku yakin kalau Ariel sebenarnya juga ada rasa sama kamu. Tapi, ya ... cuma kayak ada sesuatu hal yang buat dia terhalang atau tertahan buat ungkapin semua itu sama kamu!" tebak Anna yang sudah menjadi penonton setia mengenai kisah asmara Fay sahabatnya dengan pria dingin bernama Ariel.
"Apa mungkin gara-gara si Serena yang buat dia gak bisa ungkapin semua perasaannya sama kamu!" tebak Anna lagi. Kali ini wajahnya tersirat akan kemarahan pada Serena.
Fay menggelengkan kepalanya. Dia bukan tak yakin akan tetapi sikap Ariel pada dirinya pun seringkali dibuat bingung.
Melihat Fay yang menjadi sendu Anna menjadi merasa bersalah.
"Duh, maaf deh! Kok, jadi berasa mellow gini. Jangan sedih ya!"
"Aku yakin suatu saat nanti akan ada cowok yang berani datang nyatain cinta sama kamu dengan ketulusan yang dia miliki!" doa Anna seraya memeluk Fay, sahabatnya.
"Gak apa-apa kok. Lagian aku udah janji sama diri aku sendiri kalau cinta aku ini cuma sampai nanti batas kelulusan aja. Selesai itu semuanya aku anggap berakhir aja!" ucap Fay yang sedikit mengejutkan Anna.
"Serius?"
Fay mengangguk.
"Di sekolah yang nanti aku harus sekolah lebih serius buat ngejar cita-cita aku. Dan, aku udah kapok!" kata Fay lagi.
Anna langsung mengusap-usap punggung Fay berharap jika kesedihan yang merundung sahabatnya dapat segera lenyap.
Di satu sisi dari luar ruangan Ariel yang sedari tadi mendengarkan dia hanya terdiam dengan tatapan yang kebingungan juga kecewa. Sesekali dia menjatuhkan pandangannya ke lantai yang dia injak kemudian menatap ke arah lagi. Ariel sedang kacau dengan perasaannya sendiri.