Chereads / I'm Sorry, Onty / Chapter 3 - Bab 2. Disidang

Chapter 3 - Bab 2. Disidang

Cherryl duduk berdampingan dengan Galih di sofa ruang keluarga. Pesta pernikahan mereka baru saja usai. Para tamu undangan pun sudah meninggalkan halaman rumah Damar yang menjadi tempat diadakannya resepsi pernikahan itu.

Cherryl meremat kedua tangannya yang saling bertaut. Di hadapannya, tampak Damar yang diam tetapi beraut muka masam.

"Apa maksud semua ini, Ryl? Kalian sudah merencanakan semua ini jauh-jauh hari, bukan? Tak mungkin jika tiba-tiba saja Syifa menghilang dan kamu menggantikannya. Jelaskan sama papa dan yang lain!"

"Aku … aku-"

"Aku nggak habis pikir sama kamu, Ryl. Bukannya aku udah bilang aku sayang sama kamu dan aku nganggep kamu sebagai adikku. Kenapa kamu mengacaukan hari bahagia aku?"

Cherryl sontak menatap mata suami yang baru beberapa jam menikahinya itu. Dadanya naik turun seiring napasnya yang memburu. Kepalanya menggeleng tak percaya dengan penuturan Galih.

"Jadi, kedekatan kita selama ini nggak ada artinya buat kak Galih?"

"Kamu cuma anak kecil di mataku, Ryl."

"Dan itu berarti kamu menyukai onty Syifa? Kak Galih menerima perjodohan ini bukan hanya karena menuruti keinginan orang tua semata tetapi memang kamu menginginkannya? Kenapa? Apa yang salah sama aku? Aku lebih muda, lebih cantik dari onty. Kakak memperlakukan aku selama ini begitu istimewa dan sekarang kakak bilang kalau aku ini cuma anak kecil?"

"Iya, aku memang awalnya nggak tertarik sama sekali sama mbak Syifa. Seiring berjalannya waktu, aku mulai bisa menerima kalau dia memang jodoh aku."

"Nggak, nggak mungkin. Aku sama sekali nggak ngelihat rasa tertarik itu saat kakak melihat onty. Kak Galih pasti bohong."

"Buat apa aku bohongin kamu?"

"Stop! Kenapa malah kalian yang berdebat. Cherryl Avina Adiguna, sekarang jelaskan kenapa semua ini harus terjadi! Kamu memaksa Syifa untuk pergi dari pernikahannya?"

Kedua pasangan pengantin baru itu langsung terdiam mendengar suara Damar yang menggelegar.

"Onty … onty pergi sendiri, Pa. Aku nggak maksa onty buat pergi dari sini. Aku hanya minta sama onty agar mundur dari pernikahan ini."

Cherryl menunduk menyembunyikan wajahnya yang kini pucat pasi. Damar hampir tak pernah marah. Namun, sekalinya marah, tak ada yang bisa lepas dari amukannya.

"Apa kamu juga yang menukar berkas milik Syifa dan menggantinya dengan milik kamu?"

"I-iya, Pa."

"Apa alasan kamu melakukan semua ini? Jelas saja Syifa pergi. Apa kamu sadar yang kamu lakukan sekarang sudah melukai hati onty yang menyayangi kamu? Papa nggak habis pikir Ryl, di mana perasaan kamu tega menyakiti keluarga kamu sendiri. Papa nggak pernah mengajarkan kamu untuk jadi anak kurang ajar dan merebut kebahagiaan orang lain. Jangankan keluarga sendiri. Kalau papa tahu kamu merebut kekasih orang lain juga papa nggak akan tinggal diam. Apalagi ini onty kamu sendiri."

"Maaf, Pa. Aku … sangat mencintai kak Galih. Aku nggak mau melihat kak Galih menjadi milik orang lain sekali pun itu onty Syifa. Papa nggak adil sama aku. Lagian, onty juga sebenarnya nggak bener-bener setuju dengan perjodohan ini. Onty sendiri yang bilang sama aku."

"Kenapa kamu nggak bilang baik-baik sama papa dari awal? Papa akan carikan lelaki lain yang bisa jadi pendamping onty kamu."

Cherryl semakin menundukkan kepalanya.

"Sekarang semua sudah terlanjur terjadi. Kamu sudah menjadi istri Galih sekarang. Ini kan, yang kamu inginkan? Apa kamu sudah puas?"

Cherryl menatap mata papanya nanar. Gadis itu tak percaya dengan apa yang terucap dari bibir sang papa yang biasanya berucap lembut padanya. Apakah begitu besarnya rasa sayang Damar terhadap Syifa hingga tega padanya?

"Pa," lirih Shelomita melihat amarah Damar yang mulai tak terkendali.

"Semua ini sudah menjadi pilihan hidup kamu, Cherryl. Papa nggak akan lagi ikut campur dengan hidup kamu karena kamu sudah memilih apa yang menjadi keinginan kamu. Papa tak akan lagi membiayai hidup kamu karena sekarang kamu sudah memiliki suami. Kamu sepenuhnya menjadi tanggung jawab Galih."

"Om-"

"Kamu tenang saja Lih, om nggak akan ingkar janji. Om berikan apa yang kamu inginkan. Sebagai gantinya, kamu bertanggung jawab sepenuhnya atas diri anak om. Ah, sekarang panggil papa, bukan om."

Galih mengepalkan tangan kanannya yang tersembunyi. Menahan rasa marah dalam hatinya. Tidak, dia tidak boleh lepas kendali.

"Baiklah Pa, aku akan menerima Cherryl sepenuhnya sebagai istri aku. Tak mungkin ikatan yang baru saja terjalin beberapa jam yang lalu harus terputus begitu saja. Aku nggak mungkin mempermalukan orang tuaku."

"Baguslah kalau begitu. Papa harap kamu bisa mencintai Cherryl seperti dia mencintaimu. Mungkin akan sulit awalnya, tapi papa yakin kalian memang berjodoh terlepas dari cara Tuhan mempersatukan kalian."

"Sebagai bentuk tanggung jawab, aku ingin mengajak Cherryl malam ini juga pulang ke rumah orang tuaku. Bukankah istri harus mengikuti kemana pun suaminya tinggal?"

"Silahkan."

"Pa, ini sudah malam. Apa nggak sebaiknya mereka menginap dulu semalam di sini?" Bagaimanapun salahnya seorang anak, ibu akan terus membela dan menyayanginya.

"Biarkan saja, Ma. Cherryl sendiri yang menginginkan semua ini terjadi."

"Mas, sebaiknya besok pagi saja mereka pulang. Ini sudah tengah malam," Fadli yang sedari tadi diam ikut menanggapi.

"Tidak apa-apa, Om. Lagipula rumah yang kami tuju juga tidak jauh. Paling lama satu jam kami sudah sampai."

"Cherryl, cepat kemasi barang-barang kamu!"

"Papa ngusir aku?"

"Tidak. Papa hanya mempercepat apa yang seharusnya kamu lakukan. Sudah menjadi kewajiban seorang istri untuk tinggal di tempat suaminya."

Cherryl beranjak dari duduknya kemudian melangkah gontai menuju lantai dua di mana kamarnya berada. Shelomita berdiri mengikuti langkah putri sulungnya. Elvira yang duduk di sebelah Fadli memandang suaminya sejenak kemudian mengimitasi langkah Shelomita yang mulai menaiki tangga.

"Sayang," panggil Mita saat Cherryl berdiri mematung di depan kamarnya. Sementara Vira berdiri tak jauh di belakang kedua ibu dan anak itu.

"Mamaaaa," isak lirih Cherryl saat Mita memeluknya.

"Maafin aku, Ma. Aku nggak bisa jadi panutan adik-adik."

Mita mengusap lembut air mata sang putri dan tersenyum menenangkan.

"Sayang, mama sebenarnya ingin nggak percaya kalau kamu bisa melakukan semua ini. Demi cinta, kamu melakukan segalanya demi mendapatkan lelaki yang kamu cintai. Jujur saja, mama kecewa sama kamu. Tapi, mama akan tetap menyayangi kamu."

"Tapi papa marah sama aku, Ma. Papa nggak mau lagi ngelihat aku di rumah ini makanya aku harus pergi sekarang juga."

"Bukan begitu, Sayang. Papa sangat menyayangi kamu makanya papa meminta kamu untuk ikut sama Galih. Dia suami kamu sekarang. Tanggung jawab atas diri kamu bukan lagi di pundak papa tetapi di pundak suami kamu. Walau papa sekarang marah, mama yakin kok papa nggak bermaksud ngusir kamu dari rumah."

"Cherryl, onty tahu semua ini sulit untuk kamu sekarang. Tapi, onty yakin kamu bisa melalui semua ini dengan kebahagiaan. Galih lelaki yang bertanggung jawab. Kalau dia bukan lelaki yang baik, dia pasti tak akan mau melanjutkan pernikahan ini sedangkan pengantinnya telah terganti."

Vira mengusap pundak Cherryl dengan penuh sayang. Selama dia mengenal Cherryl, keponakan suaminya itu bukanlah anak yang suka macam-macam. Bahkan, kalau tak melihatnya dengan mata kepala sendiri, Vira tak akan percaya jika Cherryl mampu melakukan semua hal ini.