Entah pukul berapa Cherryl bisa memejamkan matanya. Rasanya baru sebentar tetapi kini dia sudah bangun lagi. Suasana masih sepi, sepertinya belum ada satu pun penghuni rumah yang bangun.
Cherryl menggeliatkan badannya yang terasa pegal akibat tidur di sofa. Kemudian ia beranjak menuju kamar mandi. Diliriknya sebentar jam dinding yang telah menunjukkan angka lima pagi. Galih masih terlelap dalam mimpinya. Tak sedikit pun terusik dengan suara gerakan yang dibuat Cherryl.
Cherryl mengembuskan napas panjang. Hari barunya telah dimulai. Entah apa yang akan dia hadapi mulai hari ini. Apakah sikap kasar Galih yang akan terus-menerus dia terima ataukah sikap mertua yang bermuka dua. Cherryl tak boleh menunjukkan bahwa ia sudah tahu bahwa kedua mertuanya bersandiwara, bersikap manis di hadapannya tetapi pelan-pelan menusuk dari belakang. Semua sudah menjadi resiko yang harus ditanggungnya. Cherryl rela menerima semua ini daripada Syifa yang harus mengalaminya. Onty-nya itu terlalu baik jika harus berhadapan dengan orang-orang licik seperti mereka. Cherryl harus bisa mengendalikan diri dan tak berbuat gegabah. Biarlah ia ikuti terlebih dahulu permainan mereka.
Selesai mencuci muka, Cherryl keluar kamar mandi. Ia mengganti piyama yang dipakainya dengan baju rumahan. Hari ini Cherryl memutuskan untuk libur kuliah. Dia ingin tahu rasanya hari pertama menjadi istri seorang Galih Permana.
Pelan Cherryl membuka pintu kamar agar tak membangunkan Galih. Cherryl merasa masih terlalu pagi untuk membangunkan suaminya itu. Lagipula, Galih juga sedang cuti, tak mungkin jika suaminya itu akan pergi bekerja di hari kedua ia menikah.
Cherryl menuruni tangga hingga ke lantai satu. Langkah kakinya ia ayunkan menuju dapur yang sering ia datangi saat ke rumah ini. Ada mbok Sumi, asisten rumah tangga keluarga Galih sedang menyiapkan bahan masakan.
"Boleh aku bantu, Mbok?" sapa Cherryl membuat wanita paruh baya itu kaget.
"Aduh non Cherryl bikin simbok kaget saja. Tumben Non pagi-pagi sudah di sini?" tanya mbok Sumi keheranan. Rupanya, peristiwa menghebohkan kemarin di pernikahan Galih belum sampai ke telinga mbok Sumi.
Cherryl hanya mengulas senyum tipis. Tanpa menjawab pertanyaan mbok Sumi, Cherryl mendekat ke arah wanita itu.
"Mbok mau masak apa? Boleh aku bantu?" Cherryl mengulangi pertanyaannya.
"Waduh, simbok jadi ndak enak, Non. Lebih baik Non istirahat saja."
"Nggak papa, Mbok. Aku juga biasanya bantuin mama di dapur, jadi jangan sungkan."
"Ndak ah Non, nanti simbok malah dimarahi nyonya, masa' tamu dibiarkan bantu-bantu di dapur. Atau begini saja, non Cherryl duduk manis saja di meja makan biar simbok buatkan minuman hangat. Non mau minum apa?"
Cherryl kembali tersenyum. Setidaknya di sini ada yang menerima kehadirannya dengan tangan terbuka.
"Teh hangat saja, Mbok. Tapi aku tetap mau bantuin Mbok untuk membuat sarapan. Tenang saja, kalau hanya menggoreng atau menumis, aku bisa kok."
Tangan mbok Sumi bergerak-gerak bingung hendak bagaimana. Kalau menuruti Cherryl, dia bisa kena marah majikannya, tapi kalau tak dituruti nanti malah dia yang tak enak pada Cherryl.
"Tapi ini Non yang maksa lho ya, bukan simbok yang minta bantuan."
"Mbok tenang saja. Mama Rahayu nggak akan marah, kok. Aku kan juga mau nyiapin sarapan buat kak Galih."
Mbok Sumi agak heran karena Cherryl menyebut Rahayu 'mama'. Dia yang tak tahu menahu soal pernikahan Galih dan Cherryl merasa bingung. Mbok Sumi mengira kalau Cherryl hanya menginap di sini untuk menemani Syifa, wanita yang katanya akan menjadi istri Galih yang juga tante dari Cherryl.
"Mbok pasti bingung, ya. Sebenarnya yang kemarin menikah dengan kak Galih itu-"
"Ngapain lo pagi-pagi udah di dapur?"
Suara itu mengagetkan Cherryl hingga tak jadi meneruskan ucapannya. Cherryl menoleh ke belakang dan melihat penampilan lelaki dengan rambut acak-acakan.
"Ga-Gavin, selamat pagi," sapanya tergagap.
"Lo belum jawab pertanyaan gue."
"Den Gavin mau minum apa? Biar simbok buatkan," ucap mbok Sumi memecah ketegangan antara Cherryl dengan majikan mudanya.
"Yang biasanya saja, Mbok. Kopi hitam dengan sedikit gula, anterin ke kamar."
"Siap, Den. Aden tunggu saja nanti simbok antarkan."
Gavin berbalik pergi setelah sebelumnya menatap sinis ke arah Cherryl. Sementara gadis itu meremas kedua tangannya yang bertaut. Sikap Gavin begitu dingin padanya padahal sebelumnya mereka tak pernah saling mengenal secara dekat. Hanya saling tahu saja.
"Non Cherryl ndak papa? Maaf ya Non, den Gavin memang seperti itu tapi orangnya baik, kok. Sikapnya cenderung lebih pendiam dan dingin dibanding den Galih."
Lebih baik terus terang seperti itu daripada terlihat lembut di luar tapi dalam hati menyimpan kebencian, batin Cherryl masih menatap ke arah kepergian Gavin.Cherryl tak pernah dekat dengan Gavin. Hanya mengenalnya sebagai adik Galih yang selama ini kuliah di luar negeri. Entah jika di masa kecil mereka pernah bermain bersama, yang dikenang Cherryl hanya kebersamaannya dengan Galih.
"Nggak papa Mbok, aku maklum. Mungkin karena pergaulan di luar negeri yang cenderung cuek satu sama lain ya, makanya Gavin jadi bersikap seperti itu. Ya udah, Mbok mau masak apa?"
"Ini, minum teh hangat saja dulu, Non. Pasti perut non Cherryl belum terisi apa-apa. Dimakan juga pisang gorengnya sebagai pengganjal sebelum sarapan. Simbok mau antar kopi sama pisang goreng dulu ke kamar den Gavin."
"Iya, Mbok."
Mbok Sumi berlalu ke lantai dua. Cherryl kemudian duduk di meja makan. Sedikit menyeruput teh hangat yang langsung membuat badannya ikut menghangat. Dinikmatinya sepotong pisang goreng buatan mbok Sumi, enak, renyah dan manisnya pas. Sepertinya Cherryl akan senang jika mbok Sumi mau mengajarinya memasak.
Cherryl kemudian mengambil bumbu yang telah disiapkan oleh mbok Sumi. Sepertinya wanita itu akan membuat nasi goreng pagi ini. Cherryl lalu mengambil pisau dan mengupas bawang merah dan bawang putih.
"Lho Sayang, kamu ngapain ngupas bawang? Jangan Nak, nanti jari kamu tergores," ucap Rahayu sambil tergopoh-gopoh berjalan ke arah menantunya.
"Aku bisa kok Ma, sudah biasa bantuin mama juga di rumah. Mama biasa masak buat papa dan anak-anaknya."
"Jangan Sayang, itu kerjaan simbok. Sudah, kamu duduk diam aja."
"Nggak papa Ma, aku cuma ingin membuatkan sarapan untuk suamiku, apa tidak boleh? Iya sih Ma, aku bukan wanita yang diinginkan kak Galih untuk menjadi istrinya. Tapi kan, sekarang aku itu istri kak Galih, sah secara hukum dan agama. Jadi, tolong biarkan aku melakukan kewajibanku ya, Ma. Terserah nanti kak Galih mau menerimanya atau tidak, aku nggak papa."
Mbok Sumi yang baru saja tiba di dapur merasa terkejut saat mendengar kata-kata Cherryl. Tak dia sangka kalau Galih menikah dengan Cherryl, bukan dengan tantenya. Pantas saja jika tadi Cherryl memanggil Rahayu dengan sebutan 'mama'.
Rahayu tampak menghela napas pasrah.
"Ya udah, terserah kamu saja. Mama hanya tak ingin kamu kecapekan. Apalagi semalam kan kalian pulang larut malam. Pasti kamu kurang istirahat," ucap Rahayu lembut sambil membelai rambut Cherryl.
Cherryl mengulas senyum tulus.
"Maaf Nya, simbok ... simbok sudah melarang non Cherryl untuk bantu simbok masak."
"Tidak apa-apa, Mbok. Mungkin Cherryl ingin memasak yang spesial untuk Galih. Oh iya, Cherryl ini istrinya Galih, Mbok sekarang. Bukan lagi teman yang sering main ke sini."
"Oh iya, Nya," kata mbok Sumi. Meski begitu banyak pertanyaan yang berseliweran di pikirannya, wanita yang sudah bekerja pada Rahayu puluhan tahun itu tak hendak menanyakannya. Mbok Sumi tak ingin dianggap mencampuri urusan majikan.