Chereads / I'm Sorry, Onty / Chapter 8 - Bab 7. Nasi Goreng Laut

Chapter 8 - Bab 7. Nasi Goreng Laut

Mbok Sumi kemudian mengulas senyum pada Cherryl. Gadis yang sudah dikenalnya karena sering datang ke rumah ini. Gadis yang cantik dan juga baik.

"Non, biar simbok saja yang masak, non Cherryl duduk diam saja."

"Nggak papa Mbok, justru aku ingin ada kegiatan biar nggak bosen."

"Non ini kan pengantin baru, harusnya masih betah di kamar sama den Galih. Sayang-sayangan gitu."

Mbok Sumi mencoba untuk menggoda gadis itu. Rona merah langsung mewarnai kedua belah pipi Cherryl. Gadis itu merasa malu karena mbok Sumi menggodanya.

Andai saja simbok tahu kalau aku sama Kak Galih nggak seperti itu, batin Cherryl.

"Aduh si Non malu-malu," celetuk mbok Sumi lagi.

"Kak Galihnya lagi tidur, Mbok. Kecapean sepertinya soalnya semalam kami sampai rumah lewat tengah malam."

"Capek begadang, ya?"

"Mbok Sumi bisa aja, aku jadi malu."

"Ndak usah malu, Non. Simbok juga pernah muda, pernah merasakan posisi non Cherryl sebagai pengantin baru."

Cherryl hanya tersenyum tanpa menjawab. Biarlah Mbok Sumi dengan segala asumsinya. Sedangkan yang tahu apa yang terjadi di kamar mereka hanya penghuninya sendiri.

Tak butuh waktu lama untuk Cherryl menyiapkan sarapan berupa nasi goreng untuk keluarga barunya pagi ini. Cherryl menata dengan rapi nasi goreng buatannya ke dalam mangkok saji. Tak lupa, ia juga menyiapkan 5 buah piring di meja makan. Sajian berupa nasi goreng, ayam goreng, juga telur ceplok mewarnai meja makan yang bisa diisi oleh 8 orang itu. Cherryl tersenyum puas melihat hasil karyanya. Tadi, gadis itu sudah mencicipi sedikit dari nasi goreng buatannya. Bagi Cherryl rasanya sudah lumayan enak. Selain nasi goreng ada juga nasi putih yang tersimpan di magic com. Untuk jaga-jaga jika ada yang menginginkan sarapan nasi putih.

Mbok Sumi tersenyum melihat keceriaan Cherryl pagi ini. Meskipun gadis itu dari kalangan berada, dia tak terlihat risih saat melakukan pekerjaan dapur. Mungkin Cherryl sudah terbiasa melakukan hal-hal seperti itu di rumahnya sendiri.

"Mbok, aku mau ke kamar dulu, ya. Siapa tahu kak Galih sudah bangun."

"Iya Non, simbok juga mau ke dapur lagi, mencuci perabotan yang kotor."

"Biar aku bantu ya, Mbok."

"Jangan Non, ndak usah, non Cherryl tadi kan sudah masak. Masa mau nyuci perabotan kotor juga. Terus nanti simbok kerjanya apa kalau semua senang Cherryl yang pegang. Simbok ndak mau makan gaji buta, Non."

"Hehe, aku cuma kasihan aja sama mbok Sumi. Sudah tua tapi masih giat bekerja."

"Tua-tua begini juga simbok masih kuat lho, Non."

"Oh iyakah? Sekuat pahlawan super, Mbok?"

"Non Cherryl ini ada-ada saja. Mana bisa simbok jadi pahlawan super lha wong ndak punya keahlian apa-apa, kok."

"Jangan merendah gitu, Mbok. Mbok itu pintar masak. Aku aja kalau di sini ditawarin makan sama mama Rahayu suka lahap makan masakan simbok."

"Ndak usah ketinggian memuji Non, nanti simbok jadi besar kepala."

"Ya sudah Mbok, aku ke atas dulu, ya."

"Iya hati-hati, Non."

"Simbok ini aku kan cuma mau ke lantai 2 ,pakai harus hati-hati segala."

"Lho, bahaya itu ndak peduli mau ada di dalam rumah atau di luar rumah, Non."

"Simbok doain aku celaka?"

"Ya ndak to Non, Non, simbok maunya non Cherryl itu selalu sehat. Simbok itu ... ah apa ya simbok malah jadi ndak enak. Maaf ya Non, kalau kata-kata simbok tadi malah menyinggung hati nonn Cherryl.

"Nggak papa Mbok, aku nggak tersinggung kok. Aku tahu simbok mengkhawatirkan aku. Makanya, memintaku untuk hati-hati. Kadang aku memang ceroboh sih, Mbok."

Mbok Sumi tersenyum. Jarang ada gadis seperti Cherryl yang bisa membaur dengan seorang asisten rumah tangga sepertinya. Kebanyakan anak-anak orang kaya itu menjaga jarak dengan para pekerja seolah antara majikan dan pekerja memiliki jarak yang sangat jauh. padahal dimata tuhan semua manusia itu sama saja tergantung amal dan ibadah yang dikerjakannya.

Cherryl kemudian meninggalkan mbok Sumi untuk untuk kembali lagi ke kamarnya. Sepeninggal Cherryl, mbok Sumi kemudian menuju dapur untuk mencuci segala perabotan yang tadi digunakan oleh Cheryl memasak. Tanpa mereka berdua tahu ada seseorang yang mengendap-endap menuju meja makan dengan sebuah seringai di sudut bibirnya.

"Kak Galih udah bangun belum, ya? Kalau aku bangunin kira-kira dia marah nggak, ya, gumam Cherryl sambil mondar-mandir di depan kamarnya.

Gavin yang melihat Cherryl tak henti mondar-mandir menghela napas kesal.

" Ngapain sih, mondar-mandir kayak gitu bikin orang pusing aja."

"Ka-kalau pusing ya nggak usah lihatin aku," ucap Cherryl terbata

"Ya lo mondar-mandir depan kamar gue, gimana gue nggak lihat. Minggir lo."

"Judes banget sih," lirih Cherryl tetapi masih terdengar jelas di telinga Gavin.

"Ngomong apa lo?" Tatapan tajam Gavin layangkan pada gadis itu yang langsung gemetar.

"Aku nggak ngomong apa-apa, bukan ngomongin kamu kok, jangan ke gr-an deh," kilah Cherryl.

Gavin mendengus kemudian masuk ke dalam kamarnya tanpa menghiraukan Cherryl lagi.

Cherryl menghembuskan napas lega begitu Gavin hilang tertelan pintu kamarnya.

Lama-lama jantungku lemah berhadapan dengan manusia satu itu. Ya ampun, ada ya orang yang nggak diusik tapi yang kayak benci banget sama aku. Apa salah aku sama dia sampai-sampai setiap perkataan yang keluar dari mulut Gavin tak ada yang enak didengar.

Ceklek. Terdengar suara pintu yang terbuka. Cherryl langsung berbalik dari posisinya yang tadi mengamati pintu kamar Gavin. Galih tampak memandangnya seolah bertanya apa yang dilakukan gadis itu di sana.

"Kak Galih udah bangun?" Cherryl spontan bertanya pada lelaki itu.

"Kalau sekarang aku ada di hadapan kamu memangnya sekarang ini aku masih tidur? Apa kamu tidak bisa melihat dari pakaianku?"

"Maaf ya Kak, aku tadi nggak bangunin kamu. Soalnya kamu kelihatan lelah banget."

"Nggak perlu. Kamu bukan siapa-siapa di sini jadi tidak usah sok manis harus membangunkanku dari tidur segala."

Seolah pada panah tak kasat mata yang menghujam jantung Cherryl. Genangan air yang hendak turun mencoba ditahan gadis itu. Tidak, dia tidak boleh terlihat lemah. Cherryl harus tetap kuat agar dia tak semakin ditindas oleh Galih.

"Sarapan sudah siap, Kak. Aku mau masuk dulu ya, mau mandi."

"Hmm."

Galih berdeham singkat dan membiarkan istrinya itu untuk masuk ke kamar.

Cherryl membersihkan diri secara singkat lalu segera mengganti pakaiannya yang bau asap. Gadis itu segera turun menuju meja makan karena dia ingin melayani Galih sarapan. Untunglah, ketika Cherryl sampai di ruang makan itu, mereka belum memulai sarapannya.

"Biar aku ambilkan ya Kak," pinta Cheryl. "Kakak mau sarapan apa? Nasi goreng atau nasi putih?" tanya Cherryl.

"Nasi goreng sama ayam."

Cherryl kemudian mengambilkan 2 centong nasi goreng dan sepotong paha ayam lalu menyajikannya di hadapan Galih."

"Buat papa sama mama biar mama yang ambil saja, Nak," ucap Rahayu lembut seraya mengulas senyum.

"Baik, Ma." Cherryl kemudian mengambil seporsi nasi untuknya. Gadis itu melihat Gavin lalu menawari lelaki itu.

"Gavin mau aku ambilkan?

"Nggak usah. Gue masih bisa ambil sendiri. Tangan Gue masih lengkap."

"Gavin! Jangan bersikan tidak sopan seperti itu sama kakak ipar kamu. Walaupun Cherryl lebih muda dari kamu tapi dia istri dari Galih," tegur Rahayu sedangkan Arman hanya diam tanpa menanggapi.

"Tidak apa-apa, Ma," ucap Cherryl menengahi. Gadis itu kemudian duduk kembali setelah mengambil makanannya.

"Ppuah."

Tiba-tiba saja Galih memuntahkan makanannya.

"Mbok! Mbok Sumi!" panggil Galih kencang, membuat wanita paruh baya yang sedang ada di dapur itu tergopoh menuju ruang makan.

"Ada apa, Den?" tanya mbok Sumi.

"Mbok yang bener dong, masaknya. Biasanya juga enak. Ini kenapa nasi gorengnya dicampur air laut?"

"Maksud, Aden?" tanya mbok Sumi dengan tubuh gemetar. Baru kali ini dia melihat Galih marah.

Cherryl terkesiap dengan kata-kata Galih. Gadis itu kemudian mencicipi nasi goreng yang ada di piringnya. Hampir saja Cherryl melakukan hal yang sama dengan Galih. Namun, gadis itu mencoba menahannya dan segera meneguk segelas air putih yang tadi telah ia siapkan. Asin, bahkan sangat asin. Sepertinya, tadi Cherryl sudah benar dalam memasukkan garam. Gadis itu juga sudah mencicipi masakannya dan rasanya tak seasin ini.

"Maaf Kak, pagi ini yang masak bukan mbok Sumi."

"Lalu siapa, kamu? Kalau nggak bisa masak, nggak usah sok-sokan masak. Masak itu tugas mbok Sumi," bentak Galih.

"Iya, aku yang masak semua masakan ini. Jadi, tolong jangan salahkan mbok Sumi."

"Kamu mau meracuni keluarga ini? Habiskan itu semua nasi goreng laut bikinan kamu," ucap Galih dengan muka merah padam.

Arman dan Rahayu yang hendak menyuapkan makanannya tak jadi melanjutkan. Rahayu mengembuskan napas panjang.

"Sudahlah, Galih. Jangan marah-marah, ini masih pagi. Mungkin Cherryl tidak sengaja menambahkan banyak garam. Jadi, masakannya asin seperti ini. Ryl, kamu ambilkan nasi putih saja ya, buat Galih dan kita semua."

Cherryl meneguk ludahnya susah payah. Gadis itu kemudian mengambil piring bersih sebagai ganti piring yang berisi nasi goreng laut-kata Galih.

"Nggak usah, aku sudah tak berselera makan. Lebih baik cari sarapan di luar yang jelas-jelas enak."

Galih kemudian pergi meninggalkan ruang makan dengan amarahnya. Cherryl hanya bisa menunduk menahan air mata yang mendesak keluar. Mbok Sumi menatap iba gadis itu. Wanita itu juga tadi mencicipi masakan Cherryl dan menurutnya rasanya sudah pas bahkan lebih enak dari buatannya. Kenapa sekarang nasi goreng itu berubah rasa, batin mbok Sumi penasaran.

Sementara itu, Gavin hanya diam sambil menyuap nasi goreng yang sudah ada di piringnya.

"Gavin, jangan diteruskan. Nanti kamu malah sakit perut," ucap Cherryl saat menyadari bahwa Gavin memakan nasi goreng yang begitu asin itu.

"Terserah gue, mau gue makan mau nggak, ngapain lo ikut campur. Perut, perut gue, sakit juga yang ngerasain gue. Lo nggak usah sok peduli," ketus Gavin.

Meskipun terasa menyakitkan tetapi bagi Cherryl, Gavin seolah menjadi pahlawan untuknya. Kata-katanya memang tak enak didengar tapi perbuatannya sungguh membuat hati Cherryl menghangat. Cherryl tak kuasa lagi menahan air mata yang kemudian meluncur membasahi pipi mulusnya.

"Ma, Pa, aku permisi ke kamar dulu."

Tanpa menanti jawaban kedua mertuanya, Cherryl berlari ke lantai atas. Gadis itu menelungkupkan tubuhnya di atas sofa yang menjadi tempat tidurnya semalam. Baru sehari tapi rasanya sudah semenyakitkan ini. Mampukah aku untuk bertahan, ya Tuhan, keluh Cherryl di sela tangisannya.