"Onty, aku sayang sama kak Galih. Apa Onty tega memisahkan dua orang yang saling menyayangi demi melepas status perawan tua? Apa Onty akan bahagia kalau Onty menikahi lelaki yang dicintai keponakannya sendiri? Kak Galih lebih muda dari Onty. Please Onty, aku nggak bisa ngelihat kak Galih jadi suami Onty."
Tetes demi tetes air mata turun membasahi pipi mulus gadis yang baru mengecap tahun kedua bangku perkuliahan itu. Sementara seorang gadis dewasa di hadapannya tampak mengusap wajah frustasi.
"Onty, aku tahu, aku udah keterlaluan meminta agar Onty nggak nikah sama kak Galih. Tapi, apa Onty nggak akan dihantui rasa bersalah ngelihat aku menderita. Onty nggak cinta sama kak Galih. Dia juga sama. Kalian hanya terjebak dalam hubungan perjodohan antar keluarga."
Gadis yang dipanggil 'onty' memejamkan matanya kemudian menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Dia menatap ke kedalaman netra sang keponakan. Mata gadis itu sembab akibat tangis yang tak juga berhenti.
"Cherryl, kamu tahu sendiri, onty udah mati-matian nolak keinginan papa kamu dan juga mas Fadli. Mereka terlalu khawatir dengan onty yang selalu gagal dalam menjalin hubungan. Bahkan, kamu tahu sendiri, onty nggak hanya sekali ini dijodohin. Onty paham gimana perasaan kamu. Tapi, onty juga bingung gimana lagi nolak perjodohan ini sementara kedua keluarga udah sepakat. Galih juga udah setuju. Jadi, apa lagi yang harus onty lakuin?"
Cherryl semakin tergugu. Sang onty merengkuhnya dalam dekapan. Mengusap punggung ringkih Cherryl. Dia sangat menyayangi keponakan pertamanya itu.
Cherryl melepaskan pelukan kemudian menyeka air matanya. Dia tersenyum manis.
"Onty Syifa nggak usah khawatir. Aku punya ide."
Syifa mengernyitkan dahi heran dengan perubahan sikap sang keponakan. Walau raut sedih itu masih terlihat, wajah Cherryl sedikit terlihat sumringah.
"Ide apa?"
"Onty harus janji dulu bakal kabulin permintaan aku. Selama ini aku nggak minta apa pun sama Onty."
"Maksud kamu gimana sih, Ryl? Kamu mau minta apa?"
"Onty janji dulu."
"Onty nggak bisa sembarangan berjanji sebelum kamu bilang dulu apa permintaan kamu. Onty nggak mau kalau apa yang kamu minta bikin semua orang susah."
Cherryl mengerucutkan bibirnya. Ide itu tiba-tiba saja terlintas di pikirannya.
"Onty, sebelumnya aku mau tanya dulu soal perasaan Onty sama kak Galih. Apa Onty suka sama dia? Seenggaknya semacam rasa tertarik antara perempuan sama laki-laki?" tanya Cherryl hati-hati.
Syifa terdiam sejenak. Ia meraih tangan Cherryl kemudian menggenggam dan meremasnya lembut.
"Selama ini onty udah anggep Galih kayak adik onty sendiri. Nggak ada perasaan tertarik sebagai lawan jenis sama sekali."
"Bener, Onty? Onty nggak bohongin aku, kan? Aku nggak mau sampai nyakitin hati Onty. Aku sayang banget sama onty Syifa."
Syifa tersenyum menenangkan. Tangannya merapikan rambut Cherryl yang berantakan.
"Onty juga sayang sama kamu. Kamu keponakan perempuan pertama onty. Onty bahkan udah sayang sama kamu dari saat masih dalam kandungan mbak Mita. Jadi, apa gunanya onty bohong sama kamu soal perasaan onty?"
Cherryl menatap Syifa penuh rasa terima kasih. Syifa yang dapat membaca hal itu mengangguk dengan senyuman yang bisa dikatakan menawan hati orang yang melihatnya.
"Jadi, apa yang kamu minta dari onty? Kalau bisa, akan onty kabulkan."
Cherryl kemudian membisikkan apa yang direncanakannya.
"Cherryl, kamu udah gila mau ngelakuin hal itu?" teriak Syifa tertahan setelah Cherryl membisikkan kata-kata yang membuatnya terbelalak kaget.
"Please Onty, aku nggak kepikiran cara lain lagi. Kalau aku terang-terangan bilang sama papa, papa nggak bakalan izinin."
"Tapi, kamu yakin?"
Cherryl mengangguk mantap. Tak ada keraguan sedikit pun yang terlihat di matanya.
"Oke, kalau onty setuju dengan apa yang kamu rencanain, terus gimana kita mengeksekusinya? Kalau kita ketahuan mas Damar dan mas Fadli, onty nggak tahu gimana kecewanya mereka sama kita."
"Onty tenang aja. Semua biar aku yang atur."
Syifa menghela napas kasar. Bagaimana mungkin Cherryl bisa mendapatkan ide yang menurutnya sangat gila. Jika melihat dari usianya, gadis itu rasanya nggak mungkin memiliki ide yang mungkin akan membuat keluarga besar mereka murka. Namun, jika dipikir-pikir lagi, Syifa sebenarnya keberatan jika harus menikah saat ini. Usianya yang memasuki kepala tiga, membuat kedua kakaknya terus mendesak supaya gadis itu segera menikah. Apalagi, sang ayah telah tiada hingga tanggung jawab atas dirinya sepenuhnya ada di tangan Damar dan Fadli, kedua kakak lelakinya.
"Ryl, pernikahan itu bukan sebuah permainan. Makanya, sampai sekarang onty belum menikah. Onty udah sering kali dikecewain sama cowok. Onty masih ingin menata hati agar siap membina rumah tangga nanti. Kamu masih kecil, belum juga berusia dua puluh tahun. Apa kamu benar-benar yakin, mau melakukan semua ini?"
"Aku yakin, Onty. Aku dan kak Galih saling menyayangi. Aku yakin, kak Galih akan jadi kepala rumah tangga yang baik nanti. Jadi, Onty mau kan, mengikuti semua rencanaku?"
"Bolehkah onty minta waktu untuk berpikir? Kepala onty rasanya mau pecah."
"Pasti Onty nggak akan kabulin permintaan aku." Cherryl berbalik memunggungi Syifa. Dia kembali terisak karena merasa tak mungkin jika apa yang diinginkannya akan terkabul.
Syifa menghela napas kasar. Tak biasanya Cherryl sekukuh ini. "Oke, onty ikut apa yang kamu inginkan. Onty harap kamu bahagia nantinya. Onty juga butuh suasana baru. Onty nggak mau terus-terusan ada dalam bayangan mas Damar dan mas Fadli."
"Maksud Onty apa? Aku … aku nggak mau Onty pergi."
Syifa meletakkan tangannya di kedua bahu Cherryl. Dia mengangkat dagu Cherryl agar menatap matanya.
"Dengar, kamu ingin rencana ini berhasil, kan? Semua ini nggak akan berhasil kalau onty masih di sini. Sebenernya, udah lama onty ngerencanain buat pergi menjauh. Onty nggak mau selalu dipaksa menuruti keinginan kedua kakak onty untuk menikah. Onty masih pengen sendiri. Kamu bisa kan, bantu onty buat pergi tanpa sepengetahuan papa sama uncle Fadli?"
"Ta-tapi … "
"Ryl, onty tahu kamu sayang sama onty dan nggak mau sampai onty terjebak dalam pernikahan yang nggak onty inginkan. Makanya, kita harus bekerja sama agar kamu mendapatkan apa yang kamu mau, onty juga bisa mendapatkan kebebasan. Oke?"
"I-iya, Onty."
Syifa tersenyum dan mengusap rambut panjang Cherryl.
"Tapi, apa Onty yakin, akan pergi meninggalkan semua ini? Bagaimana sama perusahaan? Terus, nanti papa sama uncle pasti sedih kalau Onty pergi. Apa nggak bisa kalau Onty di sini aja?"
"Nggak bisa, Sayang. Apa yang kamu inginkan nggak akan pernah terjadi selama onty ada di sini. Perusahaan biar mas Damar sama mas Fadli yang menangani. Kamu tenang aja, onty punya tabungan yang cukup kok. Onty juga udah punya tempat tujuan yang pengen onty datangi."
Syifa memeluk erat Cherryl dan mengusap punggung gadis itu pelan.
Onty, apa aku salah meminta Onty membatalkan pernikahan dengan kak Galih? Apa aku egois? Aku cuma mau Onty bahagia. Aku nggak mau kalau Onty cuma dimanfaatin sama mereka. Biarlah aku aja yang merasakan semuanya. Aku nggak ingin Onty menjauh tapi nggak mungkin juga Onty tetap di sini setelah kekacauan yang akan kita lakukan nanti. I'm sorry, Onty. Aku sayang sama Onty. Cherryl.
Semoga kamu akan bahagia bersamanya nanti, Sayang. Onty melihat sendiri gimana perasaan kamu sama dia. Onty akan pergi dari kalian semua demi kebahagiaan kamu dan juga diri onty sendiri. Syifa.