Masih cukup banyak tumpukan dokumen di atas meja Regan. Sejenak ia memijat puncak hidungnya, untuk menghilangkan rasa kantuk.
"Astaga … kenapa aku harus mengerjakan semua dokumen ini, apa kau tidak bisa membantuku?" tanya Regan membanting dokumen yang berada di tangannya karena kesal dengan rasa lelah.
"Semua dokumen itu, dokumen penting yang perlu tanda tangan asli sebagai persetujuan," kata Seon sambil mengambil dokumen yang telah ditandatangan oleh Regan.
"Shit. Sejam lagi waktu makan malam bersama Ibu." Regan sedikit mengeluh mengingat, dirinya telah berjanji pada wanita yang telah melahirkannya agar mereka makan malam istimewa, tapi ia masih mengerjakan tumpukan dokumen di atas meja.
"Aku sudah menyiapkan setelan jas untuk digunakan," seru Seon sambil memperlihatkan jas yang telah sediakan.
"Kapan kau menyiapkannya?"
"Tadi."
"Bagus. Jadi, aku cukup menyelesaikan dokumen-dokumen ini, kemudian langsung bersiap-siap menemui Ibu," ucap Regan sambil mengambil kembali dokumen dan menandatangani dokumen di atas meja. "Kau sudah mengecek semua dokumen ini, kan? Jangan sampai ada hal aneh yang aku tandatangani."
"Aku sudah mengeceknya sebelum memberikannya." Seon menjawab tanpa ragu-ragu, ia tidak pernah melakukan kesalahan sekalipun dalam bekerja karena itu, ia sangat yakin tidak akan melakukan kesalahan dalam memberikan dokumen yang perlu ditandatangani oleh Regan.
"Good. Aku sangat suka semua pekerjaan yang kau lakukan, tidak pernah membuatku kecewa sama sekali."
"Apa itu pujian untukku?" tanya Seon membuat Regan menatapnya.
"Aku tarik kembali kata-kataku," ucap Regan membuat Seon memasang wajah sedikit kesal.
Sangat jarang, Regan memberikan pujian untuknya. Mengingat Regan lebih sering berkata tajam daripada memberikan pujian, tetapi ia tahu dengan benar jika atasannya itu adalah orang yang baik walaupun terkadang sangat menyebalkan.
"Aku sudah memesankan bunga, serta kalung untuk Nyonya. Sepertinya tidak baik jika pergi dengan tangan kosong," kata Seon sambil kembali memperlihatkan apa yang telah ia siapkan.
Regan terperangah. Ia bahkan tidak pernah terpikirkan memberikan Ibunya bunga dan hadiah saat makan malam nanti.
"Hoel. Kau yang terbaik, Seon. The best. Aku mengakui itu." Regan mengacungkan jempolnya memberikan penilaian terbaik untuk sang asisten. "Bagaimana bisa kau memikirkan hal ini, aku bahkan tidak terpikirkan untuk memberikan Ibu hadiah."
"Em. Aku tidak sengaja melihat sekilas gambar di ponsel Nyonya saat ia berada di dalam mobil dan aku mencari tahu tentang kalungnya. Jadi, aku berinisiatif membelikannya."
"Kamu memang bisa diandalkan." Regan kembali memuji Seon membuat pria itu sedikit tersenyum.
Setelah berbincang beberapa saat akhirnya Regan menyelesaikan semua tumpukan dokumen.
"Oh, Shit! Badanku sakit semua, kuharap besok tidak ada pekerjaan seperti ini, lagi," umpat Regan sambil mencoba meregangkan tubuhnya yang terasa tegang.
Terdengar suara tulangnya yang berbunyi, menandakan jika ia telah duduk cukup lama. "Aku harus bergegas," serunya sambil beranjak dari tempat duduk dan masuk ke dalam kamar mandi untuk bersiap-siap.
Beberapa saat kemudian ia telah kembali dengan baju mandi yang telah dipakainya. "Berikan jas tadi padaku," ucap Regan meminta jas yang telah disediakan oleh Seon.
Setelan jas berwarna abu-abu, serta celana drill senada, tidak lupa dasi tetapi ia mengurungkan niat mengambil dasi tersebut.
"Aku tidak akan memakai dasi, membuatnya terlalu formal, saja," kata Regan sambil masuk kembali ke dalam kamar mandi.
Walaupun ia seorang Presdir perusahaan, ia tidak ingin terlihat begitu formal saat makan malam bersama sang ibu. Lagi Pula, ia hanya tetap anak di mata seorang Ibu, tidak lebih dari itu walaupun statusnya di perusahaan sangatlah tinggi.
Kemeja putih tidak pernah dilupakan olehnya, sebelum memakai jas hitam. Lengan kekar dengan urat-urat yang timbul di lengannya saat ia melipat kancing baju membuatnya tampak begitu maskulin.
"Ayo kita berangkat," seru Regan saat keluar dari dalam kamar mandi. "Berikan padaku, hadiah tadi," ucap Regan meminta hadiah yang telah disiapkan oleh Seon, tidak lupa bunga tetapi buket bunga tetap Seon yang membawanya.
Saat keluar dari ruangannya, beberapa pasang mata melihat ke arah Regan membuat mereka berbisik-bisik tentang penampilan atasan mereka itu, apalagi ada buket bunga di pegang oleh Seon.
Hampir semua orang berada di lobi karena jam telah menunjukan pukul delapan malam di mana semua orang selesai bekerja. Tidak ada yang lembur dikarenakan, Regan melarang mereka untuk lembur, jika ada pekerjaan mereka harus menyelesaikannya hari itu juga, atau dikerjakan besok hari kecuali jika ia telah memerintah agar mereka lembur.
"Apa Presdir Regan pergi berkencan?"
"Dia sangat rapi. Aku iri dengan wanita yang dikencani, kuharap aku yang dia kencani."
Beberapa dari mereka mengambil gambar Regan dan menyimpannya untuk diri mereka sendiri. Mereka tidak berani mempublikasikannya ke luar, hal itu melanggar peraturan kantor yang telah ditandatangani oleh mereka di mana tidak boleh menyebar luaskan foto Regan yang mereka ambil secara diam-diam, atau mereka akan dipecat dari perusahaan.
"Aku akan menyimpan foto ini. Sangat-sangat tampan, aku bahkan tidak pernah melihat wajah Presdir yang begitu ceria keluar dari kantor."
Langkah kaki yang panjang membuat Regan sampai ke dalam mobil. "Sepertinya mereka menganggap, kau akan pergi berkencan," kata Seon sambil melirik ke arah belakang, ia segera menghidupkan mobil.
"Kencan?" tanya Regan.
"Iya. Kencan."
"Bukankah memang benar, aku akan pergi berkencan? Aku pergi berkencan dengan Ibuku."
Seon tidak merespon, ia hanya fokus pada kemudinya dan beberapa saat kemudian mereka telah sampai.
Regan turun sambil membawa buket bunga, hadiah yang akan dia berikan pada Ibunya telah disembunyikan di saku dalam jas. Hadiah itu akan dia berikan saat makan malam selesai.
Cukup mewah dengan segala hidangan di atas meja. Nyonya Lee tengah memainkan ponsel miliknya, sambil menunggu putranya.
"Eomma. Apa kau sudah lama datang?" tanya Regan yang baru saja datang. Buket bunga yang di bawah olehnya segera diberikan pada sang Ibu.
"Ini untuk Eomma?"
"Ya. Apa ada wanita lain yang akan aku bawakan bunga?"
"Tentu. Bukankah kau memiliki kekasih?"
Regan yang masih berdiri terdiam saat mendengar kata 'kekasih' ia lupa jika pasti sang Ibu akan membahas wanita yang dia sukai saat makan malam.
"Kita bicarakan saja nanti."
"Kenapa kau tidak mengajaknya ikut makan malam bersama?"
"Dia sangat lelah baru tiba di Indonesia. Jadi, aku membiarkannya untuk beristirahat setelah perjalanan 17 jam." Regan berbohong pada sang Ibu untuk menghindari pertanyaan lanjutan pada kekasih yang bahkan tidak ia tahu.
"Baiklah."
"Bagaimana dengan semua yang aku siapkan?" tanya Regan sambil melihat sekelilingnya.
Dekorasi, makan malam, serta semua yang berada di sana, ia ingin perlihatkan pada sang Ibu.
"Ya. Eomma menyukainya."
"Aku hampir lupa. Regan punya hadiah untukmu," kata Regan sambil mengeluarkan sebuah kotak hadiah dari saku jasnya.