Anna yang saat ini tengah membaca berita, tersenyum tipis.
"Apa perusahaannya tidak pernah seperti ini sebelumnya?" tanya Anna mengambil gelas jus miliknya.
Kavin yang duduk mengitari meja makan, melihat ke arah Anna. Dia, pria yang dipercayai oleh wanita di hadapannya untuk mengurusi perusahaan cabang di Indonesia, ia pun mata untuk Anna untuk mengamati keadaan musuh bubuyutannya.
"Tidak. Sebelumnya, hanya turun sebanyak 2,5%," jawab Kavin membuat Anna menganggukan kepala. "Apa yang nona akan lakukan selanjutnya, selama ada di Indonesia? Banyak para pemilik perusahaan yang ingin membuat janji temu bersama anda," tambah Kavin.
"Aku ingin mengunjungi beberapa tempat," seru Anna membuat Naura mengerutkan keningnya.
"Tempat?" tanya Naura.
Tidak ada jawaban dari Anna, wanita itu hanya tersenyum membuat Naura dan Kavin saling berpandangan, mereka selalu tidak bisa menebak apa yang dipikirkan oleh wanita yang dilayani oleh mereka itu.
"Kau tidak akan bertindak yang cereboh 'kan?" tanya Naura membuat Anna mengerutkan kening.
"Apa masksudmu?" tanya Anna.
"Ya, misalnya kau ingin bunuh diri atau—" Naura menghentikan perkataannya saat melihat raut wajah Anna berubah.
"Aku ingin menikmati hal yang sudah lama kutinggalkan. Pekerjaan, biarkan Kavin yang mengurusinya," ucap Anna sambil menghabiskan jus di gelasnya.
Dia telah kembali, dan rencana pembalasan dendam yang dia lontarkan lima tahun lalu pasti akan terwujud, hanya saja, ia ingin membuat mereka lebih menderita dari apa yang dia alami selama ini.
Semua pelakuan yang diberikan padanya, ia akan membalasnya ratusan kali lipat, rasa sakit serta penghinaan tidak pernah hilang di dalam pikirannya. Mengingat apa yang terjadi adalah mimpi buruk baginya.
Anna bergegas mengambil kunci mobil diikuti oleh Naura membuat wanita itu melirik ke arahnya.
"Apa yang kau lakukan?"
"Menyetir," jawab Naura dengan polos.
"Tidak. Akan pergi sendiri, sebaiknya kau ikut dengan Kavin. Aku ingin sendiri," ucap Anna membuat Kavin menarik tangan Naura.
"Apa yang kau lakukan?" bisik Naura pada Kavin membuat pria itu mencubitnya.
"Nuara akan ikut aku ke kantor, Nona bisa pergi sendiri. Nona butuh me time," seru Kavin menyerahkan kunci mobil dan mendorong Anna pelan agar segera berangkat.
Anna mengerutkan kening sejenak, kemudian pergi meninggalkan Naura yang ingin ikut tetapi pergelangan tangannya dihentikan oleh Kavin membuat wanita itu kesal.
"Apa yang kau lakukan? Kenapa kau menahanku?" tanya Nuara sambil melepaskan genggaman tangan Kavin dari pergelangan tangannya.
Plak!
Kavin menyentil dahi milik Nuara membuat wanita di hadapannya meringis kesakitan. "Apa kau tidak dengar, jika nona Anna ingin pergi sendiri, seharusnya kau membiarkannya waktu untuk sendiri jangan terus menerus mengekor padanya," ucap Kavin membuat Naura begitu kesal.
"Ka—"
"Sudahlah, sebaiknya kau siap-siap. Kita akan pergi ke perusahaan! Kau belum pernah datang ke kantor cabang yang ku kelola bukan? Kau harus melihatnya, aku akan menyiapkan tempat untukmu, selama aku di sini," ucap Kavin sambil mendorong Naura agar masuk ke dalam kamar. "Aku akan menunggumu di loby, jangan terlalu lama," titah pria itu sambil melangkah keluar.
Mobil milik Anna tengah melaju membelah jalan Jakarta, ia memperlambat agar bisa menikmati keadaan kota yang telah ia tinggalkan selama lima tahun. Baginya banyak yang berubah, tetapi tidak membuatnya lupa dengan tempat-tempat yang disukai olehnya.
Beberapa saat kemudian, Anna memarkirkan mobil lamborgini miliknya membuat beberapa pasang mata melihat ke arahnya. Bagaimana tidak, ia menggunakan mobil mahal untuk datang ke tempat wisata yang tidak terlalu banyak pengunjung karena kondisi situasi saat ini.
Celana jeans, kaos oblong berpadu dengan jaket dipakai, ditambah dengan kacamata hitam serta membuatnya tampak begitu berkelas. Semua pakaian dipakainya adalah bernilai jutaan.
Langkah kakinya menuju sebuah bangku menghadap sebuah danau.
"Tempat ini cukup banyak yang berubah," gumamnya sambil memejamkan mata. "Begitu pula dengan orang-orang yang pernah datang," tambahnya.
Cukup lama, ia menatap kosong, dadanya seketika sesak. Lima tahun, ia telah berusaha untuk melupakan, nyatanya ia belum bisa melupakan semua yang terjadi. Seakan baru kemarin ia mengalami hal yang menjadi mimpi buruk baginya.
"Ayolah, Anna. Kau harus melupakan pria brengsek itu. Temukan bukti ketidakbersalahmu, dan buat dia berlutut meminta maaf padamu," gumam Anna berusaha untuk memberikan semangat pada dirinya sendiri. "Dan wanita itu, kau harus memberinya pelajaran," tambahnya.
"Hai …" Seseorang menyapa Anna membuatnya terkejut. Wanita paruh baya, yang menyapanya. "Kau tidak pernah datang lagi ke sini. Apa yang membuatmu tidak datang ke tempat ini lagi?" tanya wanita itu penasaran membuat Anna mencoba untuk mengingat siapa wanita yang tengah mengajaknya berbicara. "Sepertinya kau lupa, ya. Aku pengelola tempat ini, dulu kau sering berkunjung dengan kekasihmu," tambah wanita itu.
Anna seketika ingat dengan wanita yang di hadapannya. "Ma-maaf, aku baru ingat karena sudah lama tidak datang ke sini," ucap Anna.
Wanita itu celigak-celiguk melihat sekeliling Anna. "Tapi kenapa kau hanya datang sendiri? Kenapa tidak datang bersama-sama?" tanyanya membuat Anna hanya bisa tersenyum.
"Aku sudah putus dengannya," jawab Anna membuat wanita itu terkejut.
"Aa … ma-maaf," ucapnya lirih. "Tapi bagaimana bisa kalian putus, kalian begitu serasi."
Anna mengumul senyum. "Bukan jodoh, bu," ucap Anna membuat wanita itu mengangguk pelan.
"Iya, ya. Ah, iya. Aku harus kembali, semoga kau mendapatkan pasangan yang setia, ya," ucap wanita itu sambil meninggalkan Anna.
Hanya ada senyuman diberikan Anna untuk mengantarkan wanita itu. Ia masih belum percaya, bagaimana bisa, ada yang mengingatnya. Apalagi ada yang khawatir tentangnya. Ataukah, dia yang telah berpikir negative, jika semua orang memusuhi serta menggunjingnya?
Anna menghela napas dengan kasar kemudian beranjak dari tempat duduknya. Ia mengikat rambut yang telah tergerai, tanpa ia sadari sejak tadi seorang pria memperhatikannya dari kejauahan. Hans Pradipta! Pria yang sejak tadi memperhatikannya.
Hans tidak percaya jika ia akan bertemu dengan wanita yang selama ini dirindukan sekaligus wanita dibenci olehnya. Rasa benci karena cinta dikhianti oleh Anna.
Ddzz ….
"Jam berapa kau akan kembali?" Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Anna membuatnya harus segera kembali atau Naura akan mengomel.
Baru saja, ia melangkahkan kaki. Langkah kakinya terhenti oleh seorang pria tengah memakai setelan jas berwarna hitam, membuat mata keduanya saling berpandangan satu sama lain.
Tidak ada kata yang terucap, keduanya hanya saling menatap satu sama lain. Raut wajah sendu Hans melihat Anna membuatnya ingin memeluk wanita di hadapannya, tetapi saat mengingat apa yang dilakukan oleh wanita itu, membuatnya begitu membenci Anna.
Berbeda dengan Anna, yang dipenuhi oleh amarah serta kebencian. Anna segera berlalu tetapi pergelangan tangannya ditahan oleh Hans.
"Lepaskan—"
"Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu sebelum kau menjelaskan alasan kenapa kau melakukannya."