"Amm Keola, jadi itu namanya. Hm. Menarik," gumam Java sambil tersenyum, ia menatap ke arah sang asisten. "Bagus, cari tahu lebih tentangnya."
Seon memasang wajah bingung. "Apa kau masih—"
"Apa?" Tanya Java membuat Seon mengurungkan niat untuk melanjutkan kalimatnya.
"Tidak."
"Kirimkan padaku foto ini," seru Java sambil tersenyum. "Jangan lupa untuk mengirimkan bunga untuknya," tambahnya.
Melihat ekspresi sang atasan yang tengah sumrigah, Seon hanya bisa memasang wajah penuh tanda tanya.
Setelah Java mengetahui tentang masa lalu Amm, mengapa pria itu semakin tertarik bukan menjauhi seseorang yang pernah mendapatkan pidana? Ia tahu, dalam kriteria sang atasan sangat mementingkan latar belakang wanita yang ingin di dekati. Apa kali ini berbeda? Apa kriteria Java telah berubah?
"Kenapa kau hanya diam di sana? Apa kau tidak akan ikut denganku?" Tanya Java membuyarkan lamunan Seon.
Langkah kaki yang begitu cepat mengikuti Java yang telah melangkah menuju parkiran.
"Apa dia akan pergi meeting? Tapi, ini bukan waktunya meeting," gumam Seon mengecek arlogi di tangannya.
"Cepat, dan berikan kunci mobil padaku. Aku akan menyetir." Java menjulurkan tangannya meminta kunci. "Cepat, berikan padaku."
Seon segera memberikan kunci dan ikut duduk di kursi depan.
"Apa yang kau pikirkan sejak tadi. Sepertinya kau tidak focus."
"Tidak."
"Apa kau sakit? Jika iya, aku akan memberikanmu cuti," ucap Java melirik ke arah Seon.
"Tidak, aku hanya—"
"Ibu memberitahuku jika dia ada di Airport," potong Java membuat Seon lagi-lagi mengurungkan niat melanjutkan perkataannya. "Dia memintaku untuk menjemputnya," tambah Java sambil menghidupkan mobil. "Harusnya dia memberitahu sebelum berangkat, agar aku bisa menyuruhmu menjemputmu. Huh! Selalu saja seperti itu," gerutu pria tampan itu.
Setelah mobil melaju di jalanan, Java melirik ke arah Seon yang tengah duduk di sampingnya.
"Apa yang kau katakan tadi?" Tanya Java tapi karena tidak ada respon ia kembali melirik ke arah sang asisten. "Kau yakin baik-baik saja? Aku melihatmu kurang focus."
"Aku tidak butuh istrirahat, lagi pula jika aku cuti beberapa hari, siapa yang akan mengurusi semua jadwalmu."
"Tapi, wajahmu terlihat sangat—"
"Aku hanya tidak habis pikir, kenapa kau masih penasaran dengan wanita itu. Padahal, dia—"
"Entah!" Potong Java sambil menaikan bahunya. "Aku tidak tahu—sesuatu membuatku semakin penasaran pada wanita itu."
Seon tidak bisa melanjutkan apa yang ingin dia katakan. Mungkin memang benar, jika ada sesuatu membuat Java tertarik pada seorang Amm Keola.
Sekitar sepuluh menit mengemudi akhirnya mereka telah sampai di Airport, Java lebih dulu keluar disusul oleh Seon yang mencari tempat untuk parkir.
Beberapa pasang mata menatap Java yang saat ini masuk ke dalam Airport. Setelan jas mahal, yang berpadu dengan wajah tampannya mampu menarik semua orang yang berada di sekitarnya saat itu juga.
"Oemma …." Panggil Java saat melilhat seorang wanita paruh baya tengah duduk sambil memainkan ponselnya. "Harusnya kau memberitahuku sebelum berangkat agar aku bisa menyambutmu."
Sebuah senyuman terukir diiringi dengan pelukan hangat dari Java saat melihat wanita yang telah melahirkannya. Berbeda dengan Ayahnya yang suka memerintah, dan begitu keras pada Java. Ibunya sangat memanjakannya.
"Aku ingin memberimu kejutan tapi sepertinya gagal."
Saras Lee, Ibu Java. Penampilannya sederhana tapi berkelas. Marga Lee adalah marga dari suaminya-Ayah Java. Paras yang cantik serta ramah membuat pengusaha sehebat ayah Java terpikat dan ingin menikahinya.
"Selamat datang, Nyonya." Seon yang baru saja sampai memberikan hormat.
"Oh, Seon. Setahun tidak melihatmu, kau bertambah tampan saja," tegur Saras pada Seon.
"Harusnya anda menelponku, agar aku bisa langsung menjemput."
"Hahaha … aku ingin membuat kejutan tapi … gagal." Saras tertawa setelah mengucapkan kalimat terakhirnya. "Tapi, terima kasih sudah menjaga putraku," tambahnya.
Seon hanya tersenyum. Walaupun ia hanya seorang asisten tapi keluarga Lee memperlakukannya seperti keluarga sendiri.
Java menggandeng tangan sang Ibu, walaupun ia seorang pria dewasa tapi ia hanyalah seorang putra yang tengah merindukan wanita yang telah melahirkannya.
"Aku masih kesal karena tidak memberitahuku jika akan datang ke Indonesia," gerutu Java.
"Mianhae … lain kali, Ibu akan menghubungimu."
Java menunggu Seon mengambil mobil di basement membuatnya tengah berdiri di samping Saras. Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya Seon datang dan membukakan pintu mobil.
Kali ini, Seon yang mengemudi sedangkan Java duduk di samping Ibunya dan mengobrol santai. Ibu dan anak itu tengah melepas rindu karena tidak bertemu setahun terakhir.
"Ah iya. Apa putraku telah memiliki kekasih?" Tanya Saras seketika membuat Java salah tingkah.
"Eomma …."
"Apa?"
"Katakan Seon. Apa dia memiliki wanita yang akan segera dinikahi?" Tanya Saras membuat Seon melirik ke arah Java.
"Ma, aku terlalu sibuk bekerja. Aku mana bisa memiliki kekasih," bantah Java.
"Heh! Kau pikir Ibu tidak tahu, semua yang kau lakukan di sini? Ibu tahu semuanya."
"Heol. Bagaimana Ibu—"
"I-ibu memata-mataiku?"
"Ya. Kau pikir Ibu tidak bisa melakukannya? Jangan meremehkan Ibu."
Java hanya bisa menutup mulutnya dengan tangan, ia tidak percaya jika selama ini ia telah diawasi oleh Ibunya, dan lebih bodohnya, ia tidak menyadari hal itu.
"Ottoeke …."
"Jangan memasang wajah seperti itu. Sifatmu sangat-sangat tidak pernah bisa berubah. Bagaimana jika Ayahmu tahu tentang hal ini." Saras menghela napas kasar, ia memijat kepalanya yang terasa pusing.
Kepalanya terasa berat bukan karena kelakuan putranya. Ia hanya memiliki dua putra tapi seperti memiliki sepuluh putra sekaligus.
"Owh. Kalian membuat Ibu bertambah tua."
Java tidak berani menyela perkataan Saras-ibunya. Walaupun ia seorang playboy tetapi ia sangat menghormati Ibunya. Ia seorang putra penurut.
Seon yang tengah menyetir tersenyum tipis, baginya moment sangat langkah saat Java tengah berhadapan sang Ibu, tentunya atasannya itu tidak akan bisa berkutik bahkan membantah sekalipun.
Namun sesuatu mengganggu pikiran Seon.
"Apa yang membuat Nyonya datang ke Indonesia? Tidak seperti biasa Nyonya datang sendiri tanpa ditemani Tuan besar." Seon melirik dari kaca spion kemudian kembali fokus pada kemudi.
"Katakan, Seon. Apa Java memiliki kekasih di sini?" tanya Sarah mengintimidasi.
"Tidak, Nyonya!" jawab Seon membuat Sarah mengerutkan keningnya.
"Jangan bohong padaku, Seon!"
"Aku tidak berbohong, Nyonya. Tuan Java memang masih suka dengan hobi lamanya, tapi tidak ada yang bertahan lama," jawab Seon dengan jujur.
Sarah melirik kea rah putranya yang tengah memalingkan wajah.
Plak! Plak! Plak!
Seketika Sarah memukul putranya, mendengar pengakuan Seon membuatnya kesal dengan kebiasan putranya yang tidak pernah berubah.
"Aw … aw … aw … Eomma …." Rintih Java. "Seon. Awas kau …."
"Bagaimana kau menghilangkan kebiasaanmu itu, Java."
"Eomma … aku memang bermain dengan mereka tapi hanya untuk bersenang-senang. Tidak benar-benar aku kencani," bantah Java.
"Walaupun kau hanya menganggapnya itu bersenang-senang."