"Aku tidak ingin janji palsu kalian. Berikan apa yang kalian janjikan padaku, jika tidak bereskan seluruh barang kalian dan pergi dari perusahaan."
Semua orang membulatkan mata, melihat satu sama lain. Perkataan Regan tidak pernah main-main, apa yang dia katakan selalu terjadi. Hal itu membuat semua orang berdiri.
"K-kami akan melakukan yang terbaik," ucap mereka memberi hormat.
Regan langsung saja pergi dari tempat itu, pria itu meninggalkan wajah-wajah yang penuh dengan kekhawatiran terlihat, ada pula yang mengumpat pria yang baru saja keluar itu.
"Kenapa setiap dia selalu melampiaskannya pada kita," gerutu seseorang.
Seon ikut prihatin dengan mereka yang tengah berada di dalam ruangan itu. Wajah lelah jelas terlihat, namun dia pun tidak bisa berbuat apa-apa.
Langkah kakinya dipercepat, mengikuti Regan dari belakang, iPad di tangannya tidak ketinggalan. Sesekali dia membenarkan kacamata miliknya. Ia segera menyusul Regan yang telah menuju ruangan.
"Anda ingin kubuatkan secangkir kopi?" tanya Seon mencoba untuk menghibur.
Tidak ada jawaban, hanya ada anggukan kepala yang diberikan oleh pria itu. Seon pun keluar, beberapa saat kemudian ia membawakan secangkir kopi untuk Regan dan juga beberapa camilan, tidak lupa sarapan. Ia tahu jika Regan tidak pernah sarapan di rumah.
Ceklek!
Baru saja daun pintu terbuka, mata Seon seketika membulat ketika melihat apa yang tengah terjadi di dalam ruangan. Terlihat beberapa orang yang tengah berdiri di depan meja Regan, kepala mereka menunduk tidak ada yang berani melihat ke arah Regan.
Sedangkan Regan, duduk di depan meja dengan beberapa berkas yang tangah dipegang olehnya, pria itu menatap semua staf karyawan.
Regan membentak, sambil menyilangkan tangannya di dada. "Kalian pikir ini laporan? Huh?!" bentak Regan, tidak ada yang berani menyahut. "Kalian memberikanku laporan seperti ini. Laporan macam apa ini, apa kalian tidak bisa membuat laporan dengan benar? Aku membayar kalian bukan untuk bermain-main dan kalian memberikanku laporan sampah seperti ini?"
Tatapan dingin dari mata biru miliknya, seakan siap menerkam beberapa orang yang berada di hadapannya.
Tidak ada yang berani membuka suara, apalagi ketika pria itu tengah emosi. Mereka akan diam, dan menerima segala amarah. Membuka suara sama saja kehilangan pekerjaan, sedangkan banyak orang yang ingin bekerja di perusahaan milik Regan.
"Ulangi. Aku ingin laporannya ada di atas meja saat aku
Tidak ada jawaban, membuat Regan mengerutkan keningnya. "Apa kalian mengerti?" tanyanya dengan tegas, membuat beberapa orang di depannya terkejut.
"I-iya pak, kami mengerti," jawab ketua tim terbata-bata.
"Jika mengerti, tunggu apalagi? Kalian akan berada di sini sepanjang hari? Huh?!" bentak Regan.
"T-tidak pak, kami permisi,"
Seon yang melihat hal itu hanya bisa menghela nafasnya dengan pelan. Entah berapa orang lagi, yang akan menjadi pelampiasan amarah atasannya hari ini.
Regan kembali ke tempat duduknya, menarik lengan bajunya sampai siku, mengambil bolpoin yang terletak si sisi kanan, kemudian mengambil berkas.
Sekilas pria itu membacanya, kemudian membubuhi tanda tangannya di sana.
Tuk!
Seon meletakan cangkir kopi yang dibawa olehnya itu, begitu cepat tangan Regan meraih cangkir itu dan menyesapnya.
Setelah menikmati kopi buatan Seon, Regan menyelesaikan berkas yang harus ditandatanganinya.
"Sebaiknya anda makan dulu," Seon memperingati pria gila pekerjaan itu.
"Tidak, aku belum lapar," Regan menolak.
Melihat atasannya yang keras kepala itu, membuatnya segera menutup laptop yang tengah berada di depan Regan.
"Seon, apa yang kau lakukan? Apa kau tidak lihat aku sedang bekerja?" tanya Regan dengan nada sedikit tinggi, ada emosi di sana.
"Aku tahu anda sedang bekerja, pak. Tapi, tubuh anda butuh asupan makanan, untuk membuatmu bekerja. Jika anda tidak makan—"
"Berikan makananku," seketika Regan memotong perkataan Seon. "Jika aku tidak makan, kau akan terus menawariku untuk makan, dan hanya kau yang berani menceramahiku."
"Aku hanya—"
"Berikan saja makananku."
Seon hanya bisa menghela nafasnya dengan pelan, atasannya selain keras kepala, ada penggila pekerjaan, ketika berhadapan dengan pekerjaan akan membuat pria itu lupa waktu dan makan.
Setelah makan, Regan kembali melanjutkan pekerjaannya, sedangkan Seon pun duduk di meja kerja miliknya tapi bisa melihat atasannya karena meja miliknya hanya bersekat kaca dengan ruangan Regan.
Tring!
Sebuah pesan masuk ke ponsel Seon membuat pria itu tersentak kaget! Spontan ia beranjak dari tempat duduknya, serta mata membuat melihat pesan yang masuk ke dalam ponselnya.
"Aku harus memberitahunya," serunya.
Namun, ia melihat jika Regan tengah keluar dari ruangan membuatnya segera mengejar Regan. Ia mempercepat langkahnya agar segera menyusul Regan, hal itu pula membuat semua orang yang melihat tingkah Seon seperti itu menghadirkan sebuah pertanyaan.
Tidak biasanya Seon terlihat sedikit terburu-buru.
"Apa terjadi sesuatu?" bisik seseorang pada teman di sampingnya.
"Entah. Aku tidak tahu," jawabnya asal. "Aku mana tahu, apa yang terjadi," tambahnya lagi.
"Apa kau mendapatkan informasi tentang wanita itu," seru Seon menghentikan langkah kaki Regan. Pria itu membalikan tubuhnya, matanya menatap Seon yang telah terlihat lelah setelah menyusulnya.
"Apa yang kau katakan tadi? Menemukan informasi tentang siapa?"
"Wanita itu. Aku menemukan sesuatu," ucap Seon dengan napas tersegal-segal.
Regan yang masih bingung dengan apa yang dikatakan oleh sang asisten itu mengerutkan kening. Ia mencoba untuk menelaah setiap perkataan Seon.
"Wanita yang menolak untuk makan malam—"
"Ah dia? Kau sudah menemukan sesuatu tentangnya?" tanya Regan dengan semangat.
Seon mencoba untuk mengatur napas, ia cukup lelah mengejar Regan dari kantor ke lobi perusahaan, ia bahkan memilih turun menaiki tangga daripada menunggu lift berikutnya.
"Wait … aku hampir kehilangan nyawa," ucap Seon.
"Apa yang kau dapatkan. Katakan," cecar Regan.
Seon mengerucutkan bibirnya. Ia memberikan iPad miliknya kepada Regan.
"Aku memerintahkan orang kepercayaan kita menyelidiki tentang siapa dia sebenarnya, dan aku menemukan sebuah fakta menarik tentang itu," ucap Seon sambil mengatur napas. "Aku sudah mengerahkan seluruh apa yang kita milikinya untuk menyelidikinya,"
"Kesimpulannya, Seon?"
"Namanya Anna Keola, wanita yang biasanya muncul mewakili dirinya adalah asisten bukan keluarganya tapi hanya orang luar,"
"Seon …"
"Baik! Baik! Dia sebenarnya berkewarganegaraan Indonesia tetapi pindah ke Korea dan mulai merintis bisnis di Korea, mengubah namanya serta kewarganegaraannya," jelas Seon. Ia men-slide iPad miliknya. "Dan aku menemukan video ini, ternyata dia adalah seorang wanita yang telah berurusan dengan hukum bahkan pernah di penjara selama beberapa bulan. Tahun dia di penjara, saat anda baru pertama datang ke Indonesia," tambah Seon.
Regan menonton video yang diberikan oleh Seon padanya, dalam video tersebut ia tidak melihat dengan jelas wajah dari Anna.
"Dan ini dia wajahnya," kata Seon men-slide.
Seorang wanita cantik terlihat di hadapannya, begitu natural dengan rambut panjang yang terurai.
"Anna Keola, jadi itu namanya. Hm. Menarik," gumam Regan.