Chereads / Aku Mencintaimu "Kupu-Kupu Malamku" / Chapter 5 - Jangan Menilai Dari Kulitnya

Chapter 5 - Jangan Menilai Dari Kulitnya

Hari berlalu, hari ini jadwal kuliah ku kosong, jadi kuputuskan waktu siang hariku untuk membuka warung cukup awal sembari menunggu Hani pulang sekolah.

"Kakak, kata bu guru. Hani suruh bikin hiasan gini, minggu depan dikumpulin" sapa Hani disertai laporan harian kepada Henry mengenai tugas disekolahnya.

"Wah, udah pulang ternyata. Iya, besok pulang kuliah kakak belikan bahan-bahannya ya. Nanti kita bikin bareng di rumah. Sekarang Hani ganti baju, bersih bersih trus makan. Tadi udah kakak masakin kesukaan Hani. Gih, sana" jelas Henry menyuruh adiknya.Mungkin karena terlalu lelah disekolah atau memang malas berdebat denganku, Hani langsung pergi menuju kamarnya di warung.

Hari ini warungsangat sepi, seari tadi hingga malam, hanyaada beberapa pelanggan yang datang ke warungku, karena memang bukan musim hujan yang paling cocok dinikmati dengan semangkok mie instan sebagai penghangat badan. Kulihat seorang pria masuk kedalam warungku, mungkin dia akan jadi pelanggan terakhirku hari ini.

"Mau pesan apa mas?" tanyaku sembari mengelap gelas yang akan kuisi dengan minuman.

Betapa terkejutnya aku saat mendengar tangis dari seorang pria didepanku.

"Loh loh loh. Kok malah nangis? Lara? Kenapa nangis?" tanyaku bingung.

Kudekati dirinya dengan hati-hati, dan ternyata benar, dia Lara. Kurang lebih jarakku satu meter dengannya, bibir yang merah membuatku hampir saja melahapnya. Aku memang tidak pernah merasakan ciuman, namun hasratku tiba-tiba muncul ketika melihat bibir ranum Lara. Namun bau alkohol tercium dari tempatku berdiri, membuatku tersadar. Kucoba sadarkan dia dari pengaruh alkohol, kuambil segelah air hangat dan kuberikan padanya.

"Pyar!!!".

"Bangsat!!! Siapa suruh kau boleh menyentuh tubuhku?! Pergi kau! Pergi!".

Perempuan itu malah melempar gelas itu kepadaku, untung saja aku pernah mengikuti silat sewaktu SMP, jadi aku pakai jurus mengelakku itu. Setelah mengumpat dan melempariku dengan gelas, tiba-tiba tubuh perempuan itu terkulai lemas dan meringkuk ditrotoar tempatku berjualan. Kuangkat tubuhnya, kubaringkan tubuhnya diatas kursi panjang pelanggan, kutopang kepalanya dengan kedua kakiku. Lagi-lagi imanku tergoda oleh cantiknya Lara yang nampak terlihat ketika poninya kusibak keatas, kudekatkan wajahku kearahnya. Kusentuh bibirnya yang merah dengan ujung bibirku. Kurasakan lembab dan manisnya bibirnya yang memerah, rupanya ia belum sepenuhnya tak sadarkan dirinya. Ia baru saja mengatupkan bibirnya diatas bibirku. Diciumnya lembut bibirku dengan ujung lidahnya mulai menyentuh gigiku. Segera diriku tersadar dan melepaskan ciuman itu, kuletakkan tubuhnya dan kutinggalkan dirinya yang belum sepenuhnya sadar.

"Kokokoko kukuruyuk!!!" suara ayam yang berisik membangunkan diriku dari tidur.

"Ah! Sial, hampir aja aku dapet satu milyar tadi" akupun terbangun dari tidurku dan langsung bersiap-siap untuk berangkat ke kuliah. Setelah semuanya beres, aku membangunkan Hani dan menyuruhnya bersiap-siap. Kegiatan ini memang sudah aku lakukan sejak aku SMP, bedanya hanya saat aku masuk sekolaj, Hani aku titipkan ke panti asuhan didekat rumahku. Setelah aku pulang sekolah, baru aku menjemput Hani dan mengajaknya bermain dirumah. Memang kami anak yatim piatu, tapi aku nggak mau masuk panti asuhan karena masih ada rumah peninggalan orang tuaku dan sedikit usaha orang tuaku yang bisa aku jalankan.

"Aaaaaaa!!!" jerit Hani dari belakang rumah.

Aku langsung berlari menuju sumber suara itu.

"Pencuri kamu ya? Pencuri!".

"Bukan, bukan. Lu siapa sih? Gua bukan pencuri".

"Udah, udah. Stop. Nanti aku jelasin. Sekarang Hani mandi ya? Nanti kakak jelasin sambil sarapan" jawabku menenangkan Hani.

Hani bergegas masuk kekamar mandi dan aku kembali menyiapkan sarapan untuk aku dan Hani, serta Lara yang semalam aku bawa kerumah untuk istirahat.

"Kok gue bisa disini sih? Lu ngapain gue? Hah! Jawab dong!" tanya Lara yang terus membuntutiku sedari tadi.

Tanpa memikirkannya, aku duduk sembari menunggu Hani selesai mandi dan bersiap-siap untuk berangkat sekolah.

"Jadi gini, kamu itu tadi malem ke warung ku. Trus kamu marah-marah dan ngelempar gelas ke muka ku. Habis itu, kamu pingsan" jelasku pada Lara.

"Ah masa sih? Gue semalem di club deh kayanya" jawab Lara meyakinkan diri.

"Nah, iya. Semalem kamu juga mabuk, jadi mungkin kamu nggak inget" jelasku membenarkan pernyataan Lara sebelumnya.

"Ah iya, gue inget. Ya ampun, sorry ya. Gue minta maaf banget" jawab Lara yang sebelumnya berpikir agak lama untu mengingat-ingat kejadian tadi malam. Untung saja dirinya tidak sepenuhnya mengingat kejadian yang dialaminya denganku.

"Santai aja sih, maka dari itu. Aku nggak tega ninggalin kamu ditrotoar, jadi aku bawa kamu pulang. Toh dirumahku ada kamar kosong satu, bekas orang tuaku" jelasku lagi.

Kami pun sarapan bersama. Setelah itu, aku dan Hani berangkat kuliah dan dia memutuskan pergi.

Hari ini kegiatan di kuliah sangat padat, hingga membuatku lelah dan ingin beristirahat. Aku memutuskan untuk tidak berjualan dulu dan ikut Rama beserta keluarganya pergi piknik. Seperti biasa, kegiatan akhir bulan kami ialah pergi kesuatu tempat untuk sekedar melepas penat dan mengeratkan kekeluargaan. Dengan mobil mewah milik orang tua Rama, kami berjalan menuju puncak Bogor. Entah apa yang membuatku tertarik untuk melihat jalan disepanjang jalan. Rama dan Hani malah sudah tertidur lelap. Namun, aku masih saja memandangi sisi jalan ditengah kegelapan malam. Dikerumunan orang-orang dipinggir jalan. Aku melihat sosok wanita dengan rambut yang hitam jatuh mengurai, betapa terkejutnya aku ketika sadar bahwa wanita itu ialah wanita yang aku suka. Namun, kini ia bersama sekumpulan lelaki hidung belang dengan sebuah botol ditanggannya. Aku tersadar, bahwa aku telah mencintai orang yang salah, seketika aku berpaling dari kerumunan itu dan coba memejamkan mata.

Rama yang mengetahui kekecewaanku hanya menyuruhku beristirahat di dalam vila dan mengatakan pada orang tuanya kalau aku sedang sakit. Semuanya bersenang-senang tanpa aku, aku yang merasa masih sangat kecewa akhirnya terlelap dalam malamku yang mengecewakan.

"Kamu kenapa Hen?" tanya Rama yang kini duduk disebelahku.

"Ah, nggak papa" jawabku datar.

"Kalau kamu nggak mau kasih tau ya nggak papa, yang jelas. Kalau kamu butuh bantuan, aku siap bantu" jelas Rama yang berlalu meninggalkanku sebelum menepuk pundakku depan pelan.

"Ternyata dia kupu-kupu malam, Ram" kataku singkat saat mengetahui rama berada diujung pintu dan hampir melangkah keluar dari kamar kami menginap.

"Hah! Siapa?" tanya Rama penasaran dan kembali duduk disebelahku.

"Dia, yang ketemu kita di bis waktu itu, omongan kamu bener. Ram" jelasku dengan wajah yang kecewa.

"Waktu itu, dia ketemu aku di angkringan dengan keadaan dia mabuk berat. Aku bawa ke rumah dan habis itu aku biarkan dia pergi. Kemarin waktu kita kesini, aku lihat dia sama om om dipinggir jalan. Aku baru sadar, ternyata aku salah mencintai seseorang" jelasku pada Rama yang hanya menjadi pendengar setiaku.

"Ayolah, men. Wanita bukan cuma dia. Kamu sama aku itu nggak beda tipis sama Justin Bieber. Nggak mungkin ada wanita yang nggak suka sama kita. Tenang, jalan kita masih panjang. Ntar aku kenalin sama temen-temen ku yang cantik deh" jelas Rama menenangkanku.

"Emang kamu punya teman selain aku?" godaku padanya.

Rama hanya meringis mendengar pertanyaanku. Kami larut dalam percakapan hingga pagi menjelang. Saat pagi telah datang, kami bergegas pulang dan memutuskan untuk istirahat dirumah Rama, Hani yang sudah sangat betah tidak mau diajak pulang ketika sudah sore. Aku yang mempunyai kewajiban mencari nafkah memutuskan pulang sendiri dan menyiapkan makanan yang akan aku jual di warung ku malam nanti.

"Dia lagi?" bisikku bertanya dalam hati dengan perasaan yang kecewa padanya. Padahal aku dan dia tidak pernah memiliki hubungan apapun sebelumnya, aneh memang.

"Gue mau mie soto kayak biasa ya, mas" pesannya dengan raut wajah murung.

"Iya mba, sebentar" jawabku sedikit cuek namun mataku tak bisa berbohon karena terus memandangi Lara yang penuh dengan riasan dan aksesoris yang menggantung dilehernya.

Kuberikan semangkuk pesanannya, aku memutuskan untuk duduk disebelahnya, tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutku. Bibir dan lidahku seakan kaku dan tak bisa digerakkan.

"Sebenernya gue capek mas" keluhnya ditengah makannya yang terlihat agak kurang lahap, tidak seperti biasanya.

"Loh, capek kenapa mba?" jawabku penasaran, namun dengan raut wajah yang tidak terlalu berharap padanya.

"Ya capek aja, kerja malem pulang pagi. Padahal cuma nemenin orang mabok, tapi orang mengira gue wanita nggak bener. Gue pengen hidup normal kaya wanita lain, dapet kasih sayang dan perhatian. Gue juga pengen sekolah, gue dulu pernah sekolah sampe kelas 2 SMA, tapi karena teman-teman gue ngejek gue. Gue orang nggak punya, gue keluar sekolah dan kerja serabutan. Ya, jadilah gue begini" jelasnya panjang lebar padaku.

"Jadi, kamu kaya gini bukan karena keinginan kamu?" tanyaku yang mulai tertarik dengan penjelasannya. Berpikir apakah dia jujr atau malah berbohong agar mendapat perhatianku.

"Ya sekarang pikir aja lah mas, masa sih ada orang yang mau kerja kaya gitu. Kalau gue nggak kerja, siapa yang bakal ngasih makan gue dan adik gue? Ayah dan ibu gue entah kemana, gue dan adik gue awalnya tinggal dipanti asuhan. Karena panti asuhan yang kita tinggali sudah digusur, akhirnya gue coba tinggal dikos-kosan. Buat makan dan sekolah adik gue ya gue kerja kayak gini mas".

Seketika itu aku tersadar, bahwa ia bukanlah wanita yang aku sangka selama ini. Aku mengira dia wanita yang murah dan mau mengusahakan berbagai cara untuk dirinya. Ternyata ia berbuat seperti itu, karena nasibnya sama sepertiku. Untung saja aku lenih beruntung, masih memiliki harta berharga milik orang tuaku, yaitu warung ini. Alat aku mencari nafkah yang halal dan tidak merugikan siapapun. Bukan cintanya yang salah, hanya manusianya yang kurang memahami. Cinta itu bukan sekedar timbal balik saling mencintai, tapi juga saling mengerti dan memahami.