Perasaan yang timbul ketika pertama kali menatap wajahnya, debar-debar asmara yang awalnya tak ia ketahui. Sudah beberapa kali Rama merasakan jatuh cinta kepada beberapa mantannya, namun perasaanya terhadap Myra jelas berbeda. Bukan hanya sekedar suka atau iseng-iseng naksir. Rama lebih kearah kagum dengan Myra yang pertama kali masuk ke kelasnya waktu itu, pandangannya terhadap Myra yang saat itu sebagai gurunya tidak bisa dibohongi. Rama kira itu hanya pelampiasan Rama yang baru saja berpisah dengan Yosi, anak sekolah swasta yang sudah satu tahun ia pacari. Namun, perasaan yang semula kembali lagi saat sekarang duduk bersebelahan dengan Myra dalam perjalanan pulang. Dirinya yang tadinya bersemangat malah menjadi canggung dan seperti membeku. Untung saja Henry dapat mencairkan suasana dengan beberapa kalimat yang ia utarakan.
"Ram, ke cafe ini yuk. Kayaknya rame, liat nih di insta" kata Henry yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya.
"Dimana?" tanya Rama yang fokus dengan setirnya.
"Ini lho. Jalan Majapahit, deket kan? Ini lurus aja sampe bunderan, trus belok ke arah kodim. Udah, tinggal lurus terus. Pemandangannya juga asik nih kayanya" jelas Henry sambil menunjukkan arah yang ia maksud.
"Yaudah, kita anterin Myra dulu" jawab Rama lagi.
"Bu Myra ikut aja, lagian cuma didepan doang. Eh, kok kamu manggilnya Myra Myra doang. Kurang ajar banget" kata Henry yang baru menyadari perkataan Rama.
"Loh, justru Myra itu risih kalo dipanggil bu. Iya kan, Myr?" tanya Rama menoleh karah Myra.
"Ah, iya. Lagian kan aku bukan guru kalian lagi, panggil Myra aja boleh" jawab Myra.
"Oh ya, kamu mau ikut?" tanya Rama lagi.
"Emmm".
"Ikut lah, nggak usah ditanyain lagi. Dasar cowok kurang peka" kata Rama sambil menoyor kepala Rama.
"Heh, kurang ajar banget sih. Awas ntar kalo aku udah nggak nyentir, tewas" kata Rama malu dengan perlakuan Henry didepan Myra.
"Tuh, Myr. Rama itu keras banget. Hahahaha" kata Henry menggoda Rama.
Mereka sama-sama hanyut dalam becandaan dan beberapa obrolan mengenai Myra atau bahkan Henry. Setiap kali Myra mengutarakan kalimat, Rama selalu memandang wajah Myra lewat kaca depan mobilnya. Semua itu ia lakukan agar tidak membuat dirinya dan Myra terasa canggung.
"Weh! Kelewat, Ram!" seru Henry menyadari mobilnya melewati cafe yang dirinya maksud.
"Oh, sorry. Sorry, bentar. Aku puter balik didepan" jawab Rama yang kembali fokus menyetir mobil dan mencoba putar balik kembali ke cafe yang dimaksud Henry.
"Nah, ini yang aku maksud. Cafe, tapi modelnya saung saung gitu. Ditengah sawah kaya gitu, tuh Ram" kata Henry mengafirmasi perkataannya.
"Yaudah, kalian milih tempat sana. Biar aku yang pesenin makan, sekalian makan siang ya?" kata Rama menyuruh Henry dan Myra mencari tempat duduk.
"Aku boleh ikut kamu pesen makan nggak? Soalnya ada beberapa yang nggak bisa aku makan" kata Myra.
"Tenang aja, disini halal kan. Hen?" tanya Rama kembali.
"Lah, dasar tolong. Udah Myr, kamu sama Rama pesen makan yang banyak dan enak-enak ya. Aku tunggu disana tuh, yang deket parit" kata Henry yang bergegas meninggalkan Myra dan Rama berdua didepan kasir untuk memesan beberapa makanan.
"Kamu mau pesen apa?" tanya Rama menyodorkan menu pada Myra.
"Emm, bentar. Aku milih dulu" jawab Myra sambil matanya menjelajahi barisan menu.
"Aku pesen jus mangga satu sama roti bakar aja satu. Keju coklat ya mba, rotinya agak angus" kata Myra memesan menu pada pelayan yang siap mencatat pesanannya.
"Kalo aku pesen roti bakar kacang, coklat keju satu. Trus ini dalemnya apa mba?" tanya Rama menunjukkan gambar pada menu.
"Ini salad salmon with peanut saus kak" jawab pelayan.
"Emm, kalo peanut sausnya diganti dressing saus salad biasa aja ada kak?" tanya Rama.
"Bisa kak, satu ya?" tanya pelayan memastikan pesanan.
"Iya, ayam bakarnya dua ya. Minumnya air kelapa" kata Rama.
"Kamu nggak makan sekalian, Myr?" tanya Rama.
"Nggak usah, ibu ku masak. Kasian kalo nggak dimakan" jawab Myra.
"Berarti pesanannya roti bakar tiga ya kak? Coklat keju dua, coklat keju kacang satu, ayam bakarnya dua, minumnya jus mangga satu dan air kelapa dua ya kak? Duduknya dimana kak?" tanya pelayan kembali memastikan pesanan dan tempat duduk Rama dan teman-temannya.
Rama menunjukkan sebuah saung dengan Henry yang duduk membelakangi dirinya, dirinya lalu mengeluarkan sebuah kartu kredit untuk membayar semua pesanannya. Setelah semua pesanan selesai dan dirinya sudah membayar. Rama dan Myra berjalan menuju saung yang sedari tadi diduduki Henry sendirian, langkah demi langkah hati-hati yang percuma saja. Karena hampir saja Myra jatuh terperosok, untung saja Rama dengan sigap menangkap tangan Myra dan membuat mereka berdua canggung. Namun, mereka berdua tidak menyadari bahwa sedari tadi mereka berjalan rupanya kedua tangan mereka saling bergandengan. Henry hanya tersenyum-senyum geli saat mendapati kedua temannya sampai didepan saung dengan bergandengan tangan, sesekali dirinya mencoba memberi kode yang membuat keduanya tersadar dan membuat suasana semakin canggung.
"Nggak usah pamer kemesraan kenapa sih?" ledek Henry yang menoleh kearah Myra dan Rama yang kini melepaskan gandengan tangan mereka.
"Emm, pemandangannya bagus juga ya. Kamu dapet rekomendasi cafe ini dari mana, Hen?" tanya Rama yang mengalihkan pembicaraan mereka, sedangkan Myra yang malu kini duduk bersebelahan dengan Henry. Jadilah Henry duduk diantara Myra dan Rama.
"Dari insta, nih" kata Henry menunjukkan akun sosial media dengan username 'Laras_ati'.
"Kamu stalking instanya Lara ya?" tanya Rama yang kini berbalik menggoda Henry.
"Aku bingung, Ram. Masa sih dia nggak pantes buat aku? Kan kalo cinta itu nggak harus punya alasan" kata Henry yang kini tengah galau dengan perasaanya kepada Lara.
"Kalo kata aku sih mending kamu cari yang menurut mu pantes buat jadi ibu dari anak-anak kamu nanti, umur kita udah nggak remaja dan harus mikir buat masa depan" kata Rama yang kini mengerti dan mulai mempelajari arti hidup sesungguhnya.
"Tapi kalo kata aku sih, mau siapa dan bagaimana pun dia pantes aja kok buat jadi seorang ibu. Karena macan sekalipun nggak bakal makan anaknya, dibalik aku nggak tau siapa wanita itu sih" kata Myra.
Sedang asiknya bercerita, datanglah beberapa makanan yang dipesan. Mereka bertiga seperti anak kecil yang disuruh ibunya berbaris rapi untuk mendapatkan jatah makan satu persatu, diaturkan makanan dengan sedemikian rupa sesuai pesana masing-masing.
"Tapi balik lagi sih, gimana hati kamu aja" kata Myra melanjutkan percakapannya tadi.
"Udah, udah. Lupain aja, ini mana yang coklat kacang keju? Awas ntar dimakan kamu, Ram" kata Henry mencari pesanannya.
"Nggak, ini bukan keju kok. Nih, aaa" kata Rama meunjukkan roti yang terlanjur ia makan.
"Ini, coklat kacang keju. Untung nggak aku makan, hehehe" kata Myra yang ternyata salah mengambil pesanan.
"Nggak papa juga sih, maksudnya kalo Rama yang makan bisa-bisa badannya berubah jadi kacang. Hahahah" kata Henry meledek Rama yang alergi kacang, sama dengan kakaknya Rumi.
"Loh, alergi ya? Sama dong" kata Myra menatap Rama yang sedari tadi melahap makanannya.
"Kamu juga alergi kacang? Trus ada nggak yang bikin kamu alergi juga?" tanya Rama sambil mengunyah makanannya.
"Iya, emm. Strawberry sih" jawab Myra yang membuat Henry dan Rama tersedak bersamaan.
"Kok bisa sama banget sama kamu, Ram?" tanya Henry kaget.
Sontak raut wajah Rama berubah menjadi bingung, dilihatnya lagi wajah Myra yang sedari tadi mengunyah makannya. Rambut hitam lurus menjuntai, lesung pipit sebelah kiri dan alergi. Semuanya sama persis dengan kakaknya yang hilang beberapa tahun lalu, dirinya bingung untuk bertanya lebih lanjut. Dirinya takut jika sebuah kenyataan menghadapkan dirinya yang mencintai kakaknya. Rama yang kebingungan berubah menjadi diam dan menghabiskan semua makanannya, matanya sesekali mencuri pandang kearah Myra dengan raut wajah bingung dan canggung. Suasana saung yang harusnya dingin dan sejuk berubah panas dan penuh dengan kegelisahan, dirinya kemudian beranjak dari tempat duduknya saat melihat Henry dan Myra sudah selesai dengan makanan mereka masing-masing. Dengan tanpa curiga, Myra dan Henry mengikuti Rama yang pergi meninggalkan saung menuju parkiran. Ketiganya pergi meninggalkan cafe tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulut Rama, justru Myra dan Henry semakin dekat hingga saling bertukar nomor hp. Rama pun mengantarkan Myra pulang ke rumahnya sesuai arahan yang diberikan Myra, sedangkan Henry diturunkannya didepan halte menuju rumahnya. Dirinya lantas pulang dengan perasaan yang kacau dan penuh tanda tanya.