Chereads / Aku Mencintaimu "Kupu-Kupu Malamku" / Chapter 3 - Seperti Ini Rasa Jatuh Cinta?

Chapter 3 - Seperti Ini Rasa Jatuh Cinta?

Satu tahun berlalu dan kami menjadi bersahabat. Seperti biasa, kami berangkat kuliah bersama, kami berangkat menggunakan bis kota yang biasa melewati kampus kami. Karena masih sangat pagi, aku dan Rama memilih duduk dikursi belakang. Inilah senangnya berangkat pagi, belum terlalu padat dan bisa duduk karena belum banyak penumpang. Kulirik sebelahku duduk, seorang pria menggunakan topi dengan pakaian serba hitam.

"Ah mungkin dia akan berangkat kerja" begitulah pikirku.

Akupun kembali meyibukkan diri dengan membaca webnovel favoritku. Entah mengapa bis yang aku tumpangi berjalan menyelip sangat kencang, hingga kepala pria itu jatuh diatas pundakku dan tiba-tiba topi itu terlepas dari kepala sang empunya. Betapa kagetnya aku saat menyadari bahwa orang yang aku anggap pria itu sebenarnya adalah seorang wanita dengan rambut hitamnya yang jatuh terurai.

"Oh, maaf. Mas" sapa perempuan itu saat tersadar dari tidurnya dan mendapati kepalanya berada diatas pundakku.

"Oh, nggak papa mbak" kataku agak terbata-bata.

Perempuan itu pun turun dihalte yang menjadi pangkalan bis selanjutnya sebelum menuju halte didepan kuliahku. Tanpa kusadari, aku terus memandang wanita itu saat ia turun dan hilang ditelan bayangan yang berjalan akibat bis yang melaju sangat kencang.

"Ekhem" ledek Rama mengagetkanku.

"Kenapa nggak kamu minta nomornya aja?" kata Rama yang terus meledekku.

"Apaan sih? Aku nggak suka dia kok".

"Ya siapa juga yang bilang kamu suka dia? Ah! Ketahuan kan kamu?".

"Udah ah, aneh. Yok turun, udah sampe nih" elakku sembari turun dari bis.

"Oke, oke".

Sampailah kami dikampus, aku langsung menuju gedung komunikasi dan Rama bergegas menuju gedung desain. Jaraknya memang lumayan jauh jika harus berjalan kaki, maka tak jarang Rama memboceng temannya yang menaiki sepeda motor untuk sampai ke gedung tersebut. Mata kuliah pertama pun dimulai, namun aku masih memikirkan perempuan yang aku temui di bis tadi.

"Apa bener aku suka sama wanita itu? Hahaha, lucu sekali. Seperti ada kelinci yang melompat didadaku. Rasanya jantungkku ingin berlari mngejar wanita itu".

"Henryansyah Pratama!".

"Ya, itulah namaku".

"Henry! Kamu nggak dengar kata ibu?" suara yang sangat mengagetkanku disaat aku terlarut dalam lamunanku.

"Ah, iya bu. Maaf" kata Henry tersadar dari lamunannya.

"Keluar kamu sekarang juga!" bentak dosen kepada Henry.

"Tapi bu?".

"Keluar!".

Akupun memutuskan keluar kelas dan menuju balkon gedung kelasku dan kembali aku memikirkan wanita itu. Sepertinya aku sedang dimabuk asmara diusia yang tak lagi remaja.

Matanya yang bulat dengan warna hitam yang pekat, bibir tipis dan hidung yang sedikit bangir. Penggambaran yang sempurna untuk wanita yang berdandan seperti pria itu. Sebodoh itukah aku sampai tidak mengetahui bahwa dia bukanlah seorang pria. Sepertinya memang aku jatuh cinta. Cinta, sebuah kata yang mengisyaratkan banyak makna.

"Aku yang mencintainya, atau dia mencintaku atau kita saling mencintai".

Harapan-harapan itu terus berkecambuk dalam pikiranku. Entah apa yang aku pikirkan, semua isi otakku dipenuhi oleh wajahnya.

Setelah cukup lama mengikuti mata kuliah yang selanjutnya, akhirnya aku bisa pulang kuliah tanpa terlambat. Dan aku memutuskan untuk membuka warungku lebih awal.

"Mumpung masih sore, buka warung ah" batinku yang berjalan menuju halte bis.

Aku sengaja langsung pulang kerumah karena cuaca hari ini sangat mendung, cocok sekalijika aku buka warung mie ku lebih awal. Akan banyak pembeli yang mampir untuk sekedar membeli minuman hangat atau bahkan memesan mie instan dengan macam-macam oping yang diinginkan. Aku pun pergi meninggalkan Rama yang sedang mengikuti beberapa mata kuliah selanjutnya. Didalam bis, aku kembali teringat pada wanita itu, aku tersenyum dan membayangkan wajahnya. Hingga lamunanku hancur ketika seorang anak kecil yang memandangku aneh.

"Dih, orang gila naik busway" kata anak kecil yang duduk didepanku.

Kata-kata itu sungguh menusuk hati hingga empeduku, akhirnya aku memutuskan untuk mendengarkan musik dengan headseat sembari menunggu bis sampai dihalte dekat dengan rumahku. Tidak lama kemudian, sampailah aku dihalte pemberhentian selanjutnya. Letaknya memang jauh dari rumahnku dan membutuhkan beberapa menit untuk sampai kerumah. Namun, aku memutuskan untuk langsung menuju warung yang jaraknya tidak terlalu jauh dari halte dan sekolah Hani. Hani yang pulang sekolah nanti pun bisa langsung beristirahat.

"Tumben nih bang, bukanya agak sorean? Ada yang booking? Apa ada yang ulang tahun? Ah, apa ada youtuber mau reviuw makanan abang?" tanya Aldi yang melihat aku mulai membereskan warung.

"Hahahahaha, ada aja ini bocah. Kebanyakan nonton youtube sih. Nggak, ini aku pulang kuliahnya agak siangan. Trus ini cuaca lagi mendung-mendung sedep, kan enak buat makan mie pake telor" jawab Henry menjelaskan.

"Wah, iya juga ya bang. Aku bantuin deh bang" kata Aldi sembari ikut mengeluarkan jajan dan beberapa minuman yang akan dimasukkan di kulkas depan warung.

Petang pun datang, Henry yang sedari tadi tak berhenti melayani pembeli sedikit bersantai menunggu pembeli berikutnya datang. Sedangkan Hani yang sedari tadi mengerjakan PR nampak terkantuk-kantuk didepan buku tulisnya. Henry yang melihatnya langsung menggotong Hani dan menidurkannya disebuah ruangan yang biasa digunakan untuk tidur siang Hani saat diwarung.

"Bang, aku ke rumah bentar ya? Mau ambil sarung, rada dingin ini" ijin Aldi yang rumahnya berada dibelakang warung Henry.

Henry yang sibuk dengan hpnya hanya meng'iya'kan perkataan Aldi. Hingga tiba-tiba ia mendengar salah satu kursi pelanggannya digeser, itu pertanda bahwa pembeli siap memesan makanan di warung Henry.

"Mau pesan apa mm?" tanya Henry tertahan saat menyadari seseorang datang diwarungnya.

"Boleh liat menunya mas?" tanya seorang wanita yang ternyata pernah bertemu Henry dan Rama di dalam busway.

"Loh, mba yang?".

"Ah, iya. Mas yang waktu itu ya? Maaf ya mas, waktu itu saya ngantuk. Jadi ketiduran deh di bis" jawab wanita itu memotong pertanyaan Henry.

"Henry" kata Henry sambil mengulurkan tangan mengajak berkenalan.

"Lara" jawab wanita yang bernama Lara sambil menjabat tangan Henry.

"Oh ya, ini menunya mba. Mau pesan apa?" tanya Henry yang tak berpaling menaatap wajah Lara.

"Ini aja mas. Mie soto pakai sayur yang banyak, tambahin cabe rawit yang banyak ya. Minumnya teh panas aja mas, tanpa gula" pesan Lara.

"Oke mba, aku buatin dulu ya" jawab Henry yang sedari tadi mencatat pesanan Lara.

"Oh ya mas. Panggilnya Lara aja" kata Lara mengehntikan langkah Henry menuju dapur.

Setelah lima belas menit, pesanan Lara akhirnya datang.

"Silahkan mba, eh Lara. Itu sendok sama garpunya ambil sendiri ya. Kalo mau tambahin saos atau kecap sendiri nggak papa" kata Henry mengantar pesanan Lara.

"Oh, siap. Makasih mas" jawab Lara.

"Henry aja" kata Henry yang berbalik badan.

Lara yang sedang menyeruput kuah mie hanya mengangguk dan tersenyum kearah Henry. Kelinci dalam hati Henry seakan meloncat hingga terasa sakit pada ulu hatinya.

Hari-hari berlalu, Henry semakin dekat dengan Lara karena setiap dua atau tiga hari sekali pasti Lara datang ke warung Henry. Dari mulai bertukar nomor hp, bercerita satu sama lain hingga Lara tampak tertarik pula dengan Henry. Hingga suatu ketika, Rama hendak mengunjungi warung Henry, untuk sekedar bercengkrama dengan Henry atau bahkan memesan mie instan rasa soto kesukaannya. Udara dingin diluar mobil membuat Rama semakin menginginkan mie instan kuah yang selalu ia pesan ketika ke warung Henry. Sampai-sampai ia terus mengomel saat kebagian lampu merah yang menyala, ditunggunya dengan menoleh kekanan dan kekiri sebagai penghilang rasa bosan menunggu lampu berganti warna hijau. Tanpa disadari, Rama melihat sosok perempuan dengan rok mini berwarna hitam, rambutnya tergerai lurus dan memapah seorang laki-laki yang nampak mabuk memasuki taxi. Seketika Rama terkaget-kaget, bukan karena bunyi klakson mobil yang menyuruhnya jalan karena lampu lalu lintas telas berganti hijau. Namun, karena Rama mengenal betul wanita itu. Diinjak gas mobilnya hingga melaju sangat kencang dan membuatnya sampai diwarung dalam hitungan menit.

"Ram! Kaget aku, kirain siapa? Remnya pakem amat?" sambut Henry dengan beberapa pertanyaan.

"Ada yang perlu aku omongin, Hen. Hani dimana?" tanya Rama memastikan Hani tak mendengar percakapan dirinya dan Henry.

"Keluar dari siang sama Tante Risa" jawab Henry mulai terfokus dengan Rama.

"Kamu masih deket sama dia?" tanya Rama sedikit berhati-hati.

"Siapa? Lara?" tanya Henry yang tahu maksud Rama.

"Iya, kamu tau latar belakang dia kaya apa? Kamu tau dia kerja dimana?" tanya Rama.

"Dia kerja dicafe melody kan? Dia jadi pelayan yang ngantering makanan atau minuman gitu" jawab Henry santai.

"Kamu percaya cuma nganterin makanan atau minuman aja?" tanya Rama menelisik.

"Maksud kamu apa, Ram? Kamu nuduh Lara jadi wanita nggak bener?" tanya Henry seidikit naik pitam.

"Bukan gitu maksudku".

"Trus apa? Omongan mu menjurus ke situ, aku tau itu" jawab Henry penuh amarah.

"Aku liat dia keluar dari cafe sama om-om" lirih Rama.

Henry yang sudah kalang kabut tidak sengaja menampar Rama, Rama yang kaget mencoba menenangka Henry. Namun, Henry terus membabi buta hingga melayanglah satu pukulan yang melukai bibir Rama. Rama tak terima dengan perlakuan Henry, segera ia layangkan pukulan yang membuat mata sebelah kiri Henry nampak lebam. Perkelahian antara Rama dan Henry pun tak terelakkan, hingga datanglah Hani yang ditemani Risa.

"Mamah! Kak Henry sama Kak Rama lagi berantem!" seru Hani menghampiri Risa yang sedang memarkirkan mobil

Risa yang mendengar teriakan anak angkatnya pun langsung berlari ke arah warung Henry. Terlihat jelas bahwa Henry dan Rama saling memukul satu sama lain. Risa yang sedang membawa air dalam botol segera menyiramkan air itu kepada mereka berdua.

"Udah? Udah berantemnya? Kaya kucing rebutan ikan aja, apasih yang haru dibikin berantem gitu?" tanya Risa menengahi perkelahian bujang-bujangnya.

Rama yang masih kesal memutuskan pergi meninggalkan warung, Henry juga terduduk disalah satu kursi pelanggan memandangi keadaan warungnya yang berantakan akibat ulang mereka berdua. Risa tidak memarahi Henry, karena ia tahu bukan hanya salah Henry. Rama juga ikut bersalah atas tindakan mereka berdua. Risa mencoba mengambil air minum dilemari pendingin dan memberikannya kepada Henry, lantas membereskan barang-barang yang jatuh berserakan.