Keesokan harinya, Rama berangkat sekolah seperti biasa. Henry yang kesal karena kemarin tidak jadi mempresentasikan pelajarannya karena teman kelompoknya tidak hadir pun melampiaskan amarahnya kepada Rama.
"Kemarin kenapa nggak berangkat sih? Aku udah kerjain tugas kelompok kita, kamu yang tinggal berangkat aja susah banget. Oke, kalo kamu sibuk main sama temen balap mobil mu, tapi pikirin aku dong. Bisa-bisa beasiswa ku dicabut gara-gara tingkah mu yang kaya anak kecil" jelas Henry dengan tegas.
"Pikirin? Pikirin lu? Ngapain gue pikirin lu?" jawab Rama yang sibuk mengotak atik hpnya.
"Jangan mentang-mentang keluarga mu kaya ya, makanya seenaknya sendiri. Mikir dong, kamu udah gede, seenggaknya pikirin lah orang tua mu yang cari uang buat biayain hidup mu" kata Henry yang merebut hp Rama.
Rama yang naik pitam pun mengangkat kerah baju Henry dengan penuh amarah.
"Kalo nggak tau apa-apa itu diem, bacot!" seru Rama sambil merebut hpnya kembali
Rama yang sudah terlanjur marah akhirnya meninggalkan Henry, ia memilih pergi ke parkiran dan tidur didalam mobilnya. Sebenarnya ada tempat yang lebih nyaman untuk dirinya tidur, namun ia tidak akan tenang jika harus mendengarkan siswi-siswi membicarakan dirinya saat diruang UKS. Bagaimana tidak, meskipun wataknya yang buruk, Rama termasuk salah satu siswa incara siswi-siswi karena perawakannya tinggi bak model international dan wajahnya yang tampan perpaduan Jawa Kanada. Hingga bel istirahat berbunyi, Rama yang mendengar pun langsung bangun dari tidurnya. Segera ia buka pintu mobil dan bergegas menuju kantin karena cacing-cacing diperutnya sudah menggerutu sedari tadi. Namun, betapa kaget dirinya saat menemukan sebotol jus mangga dengan roti isi daging tanpa telur. Tak lupa pula sepucuk kertas dengan tulisan tangan.
"Sorry ya, tadi aku kelewatan. Makan nih, biar nggak masuk angin. Btw, nilai mu aman kok. Kemarin aku bilang kamu sakit sama guru" bunyi surat itu.
"Ngapain sih anak aneh itu, trus sejak kapan dia tahu aku nggak suka telur? Hih, jangan-jangan dia naksir aku juga? Hih, ngeri" kata Rama dengan melirik roti isi dan jus yang ada diatas kap mobilnya.
"Yaudahlah, gue makan aja. Daripada dibuang kan mubadzir" bisik Rama dalam hatinya.
Rama memutuskan memakan makanan yang diberi Henry sebagai permintaan maafnya, Henry yang memandang Rama dari jauh pun merasa lega dan berharap Rama sudah memaafkan Henry. Mungkin terdengar aneh kalau Henry merasa sayang kepada Rama, tapi itulah yang Henry rasakan kepada Rama. Namun, rasa sayang yang dirasakan Henry seperti menyayangi seorang adik, seperti rasa sayang kepada Hani. Beberapa kali jupa Henry melihat Rama yang tertidur dikelas, Henry merasakan rasa sedih pada wajah Rama. Rasa sedih yang Henry sendiri tidak tahu dari mana asalnya, karena Rama tidak pernah menunjukkan perasaan yang sebenarnya Rama rasakan.
Henry pun kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia, tidak lama kemudian terdengarlah bunyi bel tanda pelajaran selanjutnya akan dimulai. Henry mulai mengeluarkan buku yang akan digunakannya. Tidak lama masuklah seorang guru perempuan bertubuh langsing dengan kulit putih dan lesung pipit disebelah kiri pipinya.
"Selamat siang, semuanya. Perkenalkan, saya Myra. Saya akan mengajar kalian untuk sementara waktu selama Bu Asa cuti lahiran" kata guru bernama Myra.
Murid kelas hanya mengangguk dan tersenyum kearah guru baru itu. Bukan karena tidak menyukai guru baru tersebut, namun karena sudah telalu lelah dan malas mengikuti pelajaran dijam terakhir meskipun akhirnya mereka mengikuti pelajaran dengan terpaksa.
"Maaf bu, saya dari belakang" kata Rama yang tiba-tiba masuk ke kelas.
Henry yang sedari tadi fokus terhadap penjelasan Bu Myra kembali memperhatikan Rama yang berjalan kearah bangkunya.
Henry yang melaihat itu pun hanya memasang senyum tanda bahwa rayuannya berhasil, malah bisa membuat Rama kembali kedalam kelas. Meskipun akhirnya Rama kembali tertidur dimejanya hingga jam pelajaran pun telah selesai. Henry memberi tanda bahwa pelajaran akan segera selesai dengan sedikit menendang kaki Rama, Rama yang kaegt akhirnya bangun dan berpura-pura mengikuti pelajaran.
"Oke, sudah paham semua kan? Sekarang ibu bagi kelompoknya ya" kata Bu Myra diakhir penjelasan materi.
"Yaaaah, kelompok lagi" keluh siswa dalam kelas.
"Kelompoknya ibu bagi permeja saja, 1 meja 1 kelompok. Berarti disetiap meja minggu depan sudah ada artikel tentang sejarah daerah kalian masing-masing dan cerita pendek yang kalian buat bersama. Sudah, ibu akhiri. Selamat siang" jelas Bu Myra sembari membereskan meja dan keluar dari kelas.
"Ini, minta uang aja buat projek ini ke nomor ini. Gue nggak pegang uang" kata Rama memberikan kartu nama dan beranjak pergi meningalkan kelas.
"Ini juga, simpen nomor ku. Barangkali penting" kata Henry memberikan kertas berisi nomor hp miliknya.
Rama pun pergi meninggalkan Henry dan langsung menghubungi temannya. Mengatur jadwal balap mobil yang sempat gagal akibat Rama melihat papahnya berselingkuh.
Hari berganti petang, saatnya Henry pergi berjualan di warung miliknya. Warung yang menjual berbagai macam mie instan dengan pilihan toping yang dapat mereka pilih sendiri. Sudah hampir satu tahun Henry berjualan sejak mendapat bantuan untuk pelaku usaha dari pemerintah. Hani yang sdari tadi asik mengerjakan PR dari skolahnya tiba-tiba mengampiri Henry yang sibuk membuat pesanan pelanggan, dengan memanyunkan bibir ia terus mengikuti langkah kakaknya.
"Apasih, Hani? Hani mau apa? Kakak lagi banyak pelanggan ini, sebentar ya" rayu Henry yang tidak paham dengan keinginan adiknya.
"Ini, hp kakak dari tadi geter-geter terus ditas. Berisik, Hani masih ngerjain PR" kata Hani sambil memberikan hp Henry.
"Iya, bentar ya" jawab Henry menerima hp dan langsung menjawab telepon yang masuk ke hpnya.
"Iya, halo. Ini siapa ya?" tanya Henry kepada seseorang dibalik telpon itu.
"Rama? Iya, sebentar. Saya kesana" jawab Henry dengan wajah yang panic.
"Ardi, aku titip warung ya" kata Henry kepada seorang pelanggan setia yang biasa mangkal diwarung Henry.
"Siap bang" jawab Ardi.
"Kakak, Hani iku".
"Yaudah ayo, buruan" jawab Henry menggandeng adiknya.
Tibalah Henry dan Hani disebuah tempat, buru-buru ia turun dari ojek dan berlari sambil menggendong Hani kesebuah ruangan dalam tempat tersebut. Keringatnya bercucuran, langkahnya tak seimbang, jantungnya berdegub tak berirama. Tubuhnya menggigil sembari mengatur nafasnya yang tak seirama. Matanya menyusuri setiap lekuk ruangan, mencari siapa saja yang tadi menghubungi dirinya.
"Keluarga saudara Rama?" tanya seorang pemepuan berpakaian perawat.
"Iya, saya Henry. Kakaknya" jawab Henry sambil terus mengatur nafas.
"Silahkan ikut saya untuk mengurus adminitrasinya" kata perawat tersebut.
"Baik, sus" jawab Henry sambil berjalan mengikuti perawat.
Setelah kurang lebih 15 menit Henry mengasa data diri Rama diruang administrasi rumah sakit, akhirnya Henry diperbolehkaan menemui Rama yang sudah sadar diruangannya.
"Untung nggak ompong" kata Henry memandang wajah Rama yang penuh luka.
"Nggak usah banyak bacot, ngapain lu kesini?" tanya Rama.
"Astaga, aku kira tidur" kata Henry yang kaget melihat Rama membuka mata.
"Yah, pesaing disekolah berkurang" ledek Henry sambil membuat teh untuk dirinya.
Rama yang masih setengah sadar akhirnya berbalik badan dan memasang posisi memunggungi Henry. Tiba-tiba dari arah luar ruangan terderang suara yang tidak asing bagi Rama.
"Mamah?" tanya Rama kaget.
Sementara itu, tedengar pula suara anak kecil yang berteriak dari luar ruangan pula.
"Hani?" tanya Henry yang tak kalah kaget juga.
Mereka berdua berlari menuju ruang ruangan dan melihat sesuatu yang sedang terjadi.
"Rumia, ini mamah nak. Ini mamah, ayo kita pulang" kata Risa yang berusaha memeluk Hani.
"Nggak mau, nggak mau. Kak Henry" seru Hani menolak pelukan Risa.
"Mamah, mah. Dia bukan Kak Rumi, mah. Mamah!" kata Rama yang berakhir dengan bentakan.
Risa yang mendengar bentakan Rama akhirnya tersadar dan duduk dikursi tunggu depan ruangan Rama dirawaat.
"Kakak" kata Hani memeluk Henry.
"Sorry, nyokap gue" kata Rama yang duduk disebelah Risa.
"Hani, duduk sana ya. Kakak mau bilang sama tantenya dulu" kata Henry menyuruh Hani duduk dikursi tunggu sebrang kursi duduk yang diduduki Hani.
"Maafin tante ya?" tanya Risa sambil memegang tangan Henry.
"Kamu Henry yang telpon tante kan?" tanya Risa kembali.
"Nggak papa tante. Iya, aku yang telpon tante" jawab Henry dengan posisi ongkok didepan Risa.
"Itu adek kamu?" tanya Risa kembali.
"Iya, tante. Ini minum dulu tante, belum aku minum" jawab Henry sambil memberikan secangkir teh yang tadi ia buat.
"Sini Hani".
"Ini Hani tante, adekku. Hani, ini mamahnya Kak Rama" kata Henry saling memperkenalkan mereka berdua.
"Takut" kata Hani yang berdiri dibelakang Henry.
"Maafin tante ya, sayang. Sini, tante nggak jahat kok" kata Risa dengan kembutnya.
Seperti tersihir oleh perkataan Risa, Hani yang tadinya takut malah mendekat dan bahkan mau dipangku oleh Risa.
"Maaf ya, sayang. Kamu mirip Kak Rumi" kata Risa mengelus rambut Hani yang tergerai lurus.
Rama yang merasa tak dianggap akhirnya masuk kedalam ruangan yang kemudian disusul oleh Henry.
"Iya, nyokap gue nggak peduli sama gue" kata Rama dengan badan yang memunggungi Henry.
Tak disangka pula, Risa dan Hani ikut masuk dan mendengar perkataan Rama. Risa yang merasa bersalah pun mendekat ke putra bungsunya.
"Bukan mamah nggak peduli, nak. Mamah" kata Risa sambil memeluk Rama, namun ditolak oleh Rama.
"Mamah nggak bisa lupain Kak Rumi karna Kak Rumi anak mamah juga? Rama bosen mah denger itu terus. Udah, mamah pulang aja. Rama mau tidur" jelas Rama dengan posisi tidur dan memunggungi Risa beserta Henry dan Hani.
"Bukan gitu maksud mamah, nak".
"Udahlah mah, Rama capek. Mamah pulang aja, lagian mamah juga capek kan seharian kerja. Rama mau tidur" jawab Rama dingin.
Risa memutuskan keluar dari ruangan dan pergi meninggalkan Rama, Henry dan Hani yang masih berdiri memandanginya.
"Hati-hati dijalan ya tante, Tante tenang aja, nanti aku yang jagain Rama" kata Henry mengantar Risa kedepan rumah sakit.
"Tante titip Rama ya? Ini, kalo kalian perlu apa-apa, pake aja ya. Kartu kredit Rama hilang katanya, makanya dia nggak pegang uang. Maaf, tante ngrepotin jadinya" jelas Risa merasa tak enak dengan Henry.
"Nggak papa tante, nggak usah" jawab Henry menolak kartu kredit yang diberikan Risa.
"Nggak papa, pegang aja dulu. Nanti kalo nggak perlu, baru kembaliin ke tante. Udah dulu ya, tante pergi" kata Risa yang terburu-buru memasuki mobil dan pergi dianatr sopirnya.
Henry pun kembali keruangan Rama dan mehilat Rama sudah tertidur di ranjangnya, sedangkan adiknya sudah tidur disofa ruangan Rama. Henry pun memutuskan tidur bersebelahan dengan adiknya dengan posisi duduk sambil memangku kepala adiknya, Hani.