"Hiks hiks hiks ...."
Kiara bergelung di dalam selimut tebal menghadap ke arah dinding. Ia tidak ingin diganggu untuk malam ini saja. Hatinya telah hancur berkeping-keping setelah diputuskan oleh kekasihnya. Rasanya seperti tidak akan ada hari indah lagi di hidupnya. Dirinya merasa hampa dan kosong saat Raka mengucapkan hal yang paling ia hindari selama ini.
'Maaf, ya, kita sampai di sini saja.'
Kata-kata itu terus berputar-putar dan seakan masih terngiang-ngiang di kepalanya. Kelopak mata cantiknya itu tak henti-hentinya mengeluarkan air mata. Ia menekuk tubuhnya semakin dalam di dalam selimut.
"Kenapa kamu jahat sekali padaku, Raka. Aku salah apa? Hiks ... Padahal aku sudah terima saja kalau kamu dekat dengan Andria, tapi kenapa kamu malah menyukainya, huwaaa ...."
Suara tangisannya semakin kencang bergema di dalam kamar yang cukup besar itu. Seluruh kamar yang didominasi warna gelap, hanya ada dua warna yang menghiasi kamarnya yaitu hitam dan putih, juga percampuran dari keduanya yaitu abu-abu. Warna yang sangat maskulin, itu bukan kamarnya, melainkan kamar laki-laki yang baru saja masuk itu.
"Kamu kenapa lagi? Sudah kubilang jangan asal masuk kamarku, ini kamar cowok dan kamu itu cewek udah besar juga, nggak baik kalau begitu terus," kata Arjuna muram.
Laki-laki itu berpostur tinggi, memiliki wajahnya tampan dan baby face tetapi sering menampakkan ekspresi datar itu menimbulkan kesan cuek. Tetapi sesungguhnya Arjuna adalah cowok dingin yang memiliki sejuta kehangatan. Dia bahkan membiarkan Kiara memasuki kamarnya dan tidak memarahinya terlalu kasar, walaupun terkadang Kiara sampai tertidur di sana hingga membuatnya tidur di luar kadang pun di sofa.
Kiara adalah teman semasa kecilnya. Kira-kira sudah dua belas tahun lamanya mereka bersama. Karena rumah gadis itu yang hanya berjarak beberapa langkah dari rumahnya, mau tak mau mereka bertumbuh bersama dari sejak masa kanak-kanak sampai mereka beranjak remaja. Sekarang ini mereka sudah berada di bangku kelas 3 SMA. Masih dalam satu sekolahan, karena Kiara sendiri yang bilang bahwa ia tidak ingin jauh-jauh darinya.
Gadis itu sering main ke rumahnya dengan ataupun tanpa izinnya, karena orang tuanya pun juga sudah memakluminya. Orang tua Kiara yang memang sibuk semuanya, ayahnya seorang pekerja kantoran seperti papa Arjuna yang terkadang harus lembur dan pulang terlambat. Kemudian Ibunda Kiara yang merupakan seorang perawat yang super sibuk di rumah sakit.
Jadi sudah sangat terbiasa jika Kiara pulang sekolah tidak pulang rumahnya sendiri, melainkan langsung menuju rumahnya dan meminta makan kepada mamanya. Yuni, mama Arjuna pun sudah sangat menyayangi Kiara bagaikan putrinya sendiri. Karena notabenenya ia tidak memiliki anak perempuan, hanya memiliki dua putra, yaitu Arjuna dan Byan yang masih berada di kelas 3 SMP.
"Aaaahhh kamu ih, orang aku lagi sedih juga masih aja diceramahin. Iya-iya aku janji nggak akan berantakin kamarmu lagi, aku cuma mau nenangin hati ku dulu di sini," jawab Kiara tanpa melihatnya. Ia masih sibuk menutupi wajahnya dengan selimut tebal dan juga sesekali mengusap air matanya menggunakan ujung selimutnya.
"Janji loh ya, nggak bakalan buat kamar aku jadi kapal pecah lagi seperti sebelumnya? Kemarin aja kamu kayaknya seneng banget sampai-sampai kamarku udah berantakan, barang-barang berserakan di mana-mana, padahal aku udah capek-capek banget ngerapihinnya," balas Arjuna tak mau kalah. Dirinya yang penyuka kebersihan dan kerapian itu sangat risih ketika melihat ada barang-barang yang berserakan.
"Emang dasar, ya, kamu cowok berkepala es batu, dingin, nggak berperasaan! Pantas saja kamu jomblo terus, orang nggak pernah ngerasain sakit hati apa?"
Kiara terus mengeluarkan sumpah serapah nya kepada Arjuna, sang pemilik kamarnya. Dia sudah tak peduli lagi dengan bagaimana ekspresi Arjuna saat ini, mungkin dia sedang menahan emosinya dengan mengepalkan kedua tangannya. Bodoamat! Yang penting sekarang adalah perasaan yang tiba-tiba hancur ini, dia harus mengembalikan moodnya agar tidak terlalu bersedih berlarut-larut hanya gara-gara cowok sombong itu, Raka yang sudah memutuskan dirinya.
Arjuna menghela napasnya panjang. Gadis itu tidak tahu apa yang dirasakan selama ini oleh Arjuna. Dia dapat mengatakan hal mudah seperti tadi karena tidak menyadari perasaannya. Ada sesuatu yang disembunyikan erat oleh Arjuna di dalam benaknya, yang tidak bisa dikatakannya untuk sekarang ini. Ia berjalan mendekati ranjangnya di mana Kiara berada. Ia kemudian menempatkan pantatnya di atas ranjang, duduk di sebelah Kiara yang sedang memunggunginya.
"Ada apa lagi, sih, Key? Kamu punya masalah lagi dengan cowokmu? Kenapa? Katanya ini malam anniv mu sama dia, kok malah pulang-pulang nangis seperti ini?" Tanyanya lirih, sambil melirik Kiara yang masih bergelung di belakangnya. Ia masih memanggilnya dengan panggilan 'Key' yang tidak pernah ia ubah semenjak dulu. Sudah menjadi kebiasaannya yang sangat sulit dihilangkan.
"Hmmm ...."
Mendengar pertanyaan itu, Kiara perlahan membalikkan tubuhnya menatap Arjuna dari belakang. Cowok itu adalah temannya, sahabatnya, kakaknya, dan tetangganya yang selalu ada untuknya. Saat dirinya sedang bersedih, saat dirinya kesepian, saat dirinya diselingkuhi dan diputuskan oleh cowoknya, Arjuna selalu ada di sampingnya, memberikan bahunya yang seluas samudera itu untuk menjadi tempatnya menangis.
"Hiks, Ajuunn ...." Panggil Kiara dengan manjanya dan langsung bangkit dari tidurnya, memeluk Arjuna dari belakang. Kemudian menempatkan kepalanya di bahu datar lelaki itu dan menangis di sana.
"Kenapa semua cowok yang dekat denganku itu selalu begitu, meninggalkan ku tiba-tiba saat ada cewek lain yang disukainya. Raka, terus Bobby juga, kenapa mereka jahat banget padaku, padahal aku sudah menerima mereka apa adanya, aku nggak mempermasalahkan hal itu, hwaaa ...."
Kiara menumpahkan segala perasaannya kepada Arjuna. Seakan Arjuna adalah tempat curhat yang sangat tepat untuknya, selalu mendengarkan apapun yang dikatakannya. Walaupun terkadang tidak ada solusi apapun darinya, tetapi hanya dengan didengarkan saja olehnya sudah membuat perasaannya kembali membaik. Entah kenapa bisa seperti itu.
Arjuna sudah paham cerita mengarah kemana, pasti tentang percintaan Kiara. Semenjak kelas 2 Kiara berpacaran dengan Raka, cowok yang berbeda kelas dengannya dan juga Kiara. Hubungan mereka sangat baik-baik saja sebelumnya, tetapi mendengar cerita dari gadis itu membuatnya berpikir bahwa cowok itulah yang brengsek. Dia berkata dengan lantangnya bahwa ia lebih menyukai Andria daripada Kiara yang sudah menemaninya hampir setahun itu.
Tiba-tiba ia merasakan perasaannya yang memanas, ia sangat dendam kepada cowok yang telah menyakiti hati Kiara. Dan juga Bobby yang disebutkan Kiara tadi adalah mantannya saat mereka masih berada di kelas 1 SMA, mereka berdua putus saat kenaikan kelas 2 karena Bobby yang juga ketahuan bermain di belakangnya dengan cewek lain. Sekarang ia tidak memiliki saingan lagi, tetapi entah kenapa ia memiliki dendam yang sangat besar kepada dua cowok itu. Kedua cowok brengsek itu sudah berani-beraninya menyakiti hati Kiara. Gadis yang selalu ia sayangi dan ia jaga baik-baik, tetapi orang lain malah merusaknya. Membuatnya menangis seperti saat ini.
"Sudah, nggak perlu menangisi cowok nggak penting kayak gitu. Mereka itu yang tidak berhak kamu tangisi sampai kayak gini, kamu masih memiliki kesempatan yang lain. Cowok baik tidak hanya mereka saja, sudahlah jangan terlalu dipikirkan."
"T-tapi, tapi aku terlanjur sayang kepadanya, Jun. Gimana dong, hiks ... Raka itu udah baik banget kepada ku selama ini, dia juga sayang padaku, aku yakin itu. Tapi kenapa akhirnya malah jadi kayak gini," ungkapnya menyembunyikan wajahnya di bahu Arjuna sampai kaos pendeknya itu basah karena air matanya yang terus keluar.
"Kamu sudah tahu kalau Raka deket sama si Andria, tapi malah kamu biarkan saja. Itu salahmu sendiri, terlalu percaya kepada orang lain tetapi tidak memikirkan perasaan mu, jadi ya akhirnya begini," balas Arjuna. Ia tidak menggerakkan tubuhnya sama sekali agar gadis itu merasa nyaman di pundaknya. Terdengar suara tangisan Kiara yang mulai mereda.
Kiara mengusap air matanya dan mengangkat wajahnya dari pundaknya. Arjuna langsung menghadapkan tubuh ke arahnya agar wajah Kiara terlihat jelas olehnya.
"Aku kira Raka itu bakalan jujur ke aku soal dia Deket sama cewek itu. Waktu itu aku juga liatnya mereka biasa aja gitu nggak ada yang mencurigakan, jadi aku ya nggak pernah berpikir macam-macam tentang hubungan mereka, kukira mereka hanya berteman biasa," ucap Kiara tersengal-sengal sambil menahan air matanya yang hendak keluar lagi dari sudut-sudut nya.
"Hufff ... Dirimu itulah yang terlalu baik untuk cowok yang salah."
Arjuna menghela napasnya, ia mengangkat sebelah tangannya dan mengusap air mata gadis itu dengan jempol tangannya. Kenapa gadis yang sangat ia sayangi ini selalu saja disakiti oleh cowok yang tidak bertanggung jawab? Andai saja dirinya bisa mengambil perasaannya untuknya sendiri, dia berjanji tidak akan pernah sekalipun menyakitinya.
Namun, ternyata ada sebuah dinding tebal diantara mereka berdua. Penghalang yang kokoh itu sangat sulit ditembus walaupun jarak mereka dekat seperti sekarang ini. Sangat dekat hingga gadis itu sendiri yang memeluk tubuhnya.
"Hiks hiks ... Aku nggak tau harus gimana lagi. Tapi makasih banyak, ya, kamu adalah teman terbaikku, selalu ada untukku di saat-saat terpuruk ku seperti ini. Aku tidak tahu akan menjadi bagaimana kalau tidak ada kamu di samping ku," kata Kiara di dalam pelukannya dengan tulus. Kedua tangannya perlahan membalas pelukannya, lalu mengusap perlahan dengan lembut punggung gadis itu agar merasa lebih tenang.
Iya, benar. Pertemanan.
Dia dan Kiara hanyalah seorang teman, tidak lebih dan tidak kurang. Dialah yang selama ini menjadi benteng pertahanan Kiara saat di gadis itu merasa lemah dan tersakiti oleh seorang cowok. Dialah sahabat, teman, dan akan seperti itu seterusnya.
***